Pengikut

1000 Guru Motivator Literasi

Segera Daftarkan Diri Anda.

Lintas Pagi Spirit RRI Tolitoli

Diskursus Penguatan Nilai-Nilai Pancasila di dalam Kehidupan Sehari-hari.

Dialog Lintas Pagi RRI Tolitoli

Guru Kontrak atau PPPK Menjadi Harapan Terakhir bagi para Honorer, ketika batasan usia dan kuota tidak lagi dipenuhi.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 30 Oktober 2021

Rapat Panitia HUT PGRI & HGN 2021


Alhamdulillah, akhirnya rapat pembentukan panitia HUT PGRI ke-76 dan HGN tahun ini (2021) berjalan lancar dan sukses. Rapat dilaksanakan di SDN Salugan, kecamatan Lampasio. Desa Salugan terletak di jalan poros yang menghubungkan jalur poros Palu Tolitoli dengan ibu Kota Kecamatan Lampasio. Kira-kira 3 atau 4 kilometer lagi, barulah kita sampai ke Ibu Kota Kecamatan.

Saya sendiri tidak terlalu paham mengapa SDN Salugan yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan rapat. Namun sepanjang pengamatan saya, lokasi sekolah memang cukup strategis, karena terletak tepat dipinggir jalan, dan berhadapan langsung dengan lapangan sepak bola. Dari penyampaian pak korwil Lampasio, saya ketahui kalau ketua PGRI cabang Lampasio masih keluarga dekat (paman dan kemenakan). Mungkin ini juga salah satu alasan, rapat dilaksanakan di Desa ini.

Saya bersama tim pengurus kabupaten berangkat ke lokasi rapat sekitar pukul 08.20 WITA. Ada dua mobil yang kami gunakan. Star dimulai dari sekretariat PGRI di jalan Sona Kelurahan Nalu. Ada kesepakatan bahwa pengurus yang akan ikut dengan rombongan agar berkumpul di sekretariat. Tetapi setelah menunggu beberapa saat, ternyata beberapa personil yang berencana ikut, ternyata batal berangkat. Ada pula yang memilih menggunakan kenderaan roda dua (motor). Ada rasa sedikit rasa kesal dihati pak Ketua karena personil yang batal atau menggunakan kenderaan sendiri tidak menyampaikan lebih awal sehingga waktu menunggu menjadi sia-sia.

Setelah dipastikan tidak ada lagi yang ikut dalam rombongan, pak ketua langsung memberi aba-aba berangkat. Mobil rush putih dan avanza putih milik pak Amin meluncur mulus menyusuri jalan aspal. Sampai di pompa bensin, kami singga sejenak mengisi bahan bakar. Kebetulan bahan bakar mobil saya sudah sekarat. Untunglah pom pengisian bahan bakar tidak terlalu jauh. Kebetulan antrian tidak ada sehingga saya bisa langsung mengisi bahan bakar. 

Ketika turun dari mobil, salah satu petugas pom bensin dengan badan cukup kekar (lebih tepat mungkin disebut besar) langsung menyalami saya sambil mencium tangan. Dengan sopan sang petugas bertanya "Isi bensin pak?", "Iya" saya menjawab singkat. Sambil berbasa basi saya bertanya "Tidak ada premium?". "Tidak ada pak, sedangkan pertalite mungkin akan habis juga pak" sang petugas menjelaskan. 

Sang petugas pom bensin yang sopan itu adalah mantan siswa saya. Saya sendiri sudah tidak terlalu kenal. Tetapi dia masih mengingat saya sebagai mantan kepseknya. Alhamdulillah, itulah hebatnya guru, meskipun bukan pejabat tinggi, jika bertemu dengan mantan siswa pasti akan mendapat perlakuan istimewah. Tetapi ada juga mantan siswa yang nakal atau pura-pura lupa ...he...he...

Setelah mengisi BBM, kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan ke Desa Salugan dapat ditempuh dalam waktu lebih dari 30 menit. Jalan yang ditempuh menanjak tajam karena harus melewati gunung Pangi yang cukup tinggi. Harus hati-hati melewati puncak gunung Pangi ini, apalagi kalau musim hujan. Tidak sedikit kenderaan yang mengalami kecelakaan, terutama kenderaan berat.

Kami sampai di lokasi rapat pada pukul sembilan lewat. Disana sudah banyak anggota PGRI dari beberapa kecamatan. Tidak menunggu lama, rapat segera dimulai. Salah satu anggota tim menyiapkan proyektor untuk menayangkan bahan rapat. Tujuannya agar peserta rapat dapat menyimak dengan baik. Saya memang menyiapkan laptop untuk presentasi. Sambil menunggu kehadiran korwil Lampasio, saya mencoba menyiapkan susunan acara dan kepanitiaan yang akan dibentuk.


Selang beberapa waktu, pak korwil sudah hadir. Pak ketua meminta saya memulai acara. Acara diawali dengan sambutan dari ketua PGRI Kabupaten Bapak Abd. Gafar. Beliau mengajak kepada seluruh pengurus kecamatan agar memperhatikan perkembangan jumlah anggota PGRI di Kecamatan masing-masing. Hal ini bertujuan agar para pengurus tidak terbebani oleh setoran iuran ke Kabupaten. Bagaimanapun, besar kecilnya iuran akan bergantung pada jumlah anggota. Selain itu, pak ketua juga menyampaikan jika potongan iuran PGRI untuk guru-guru SMA/SMK sudah langsung dilakukan oleh bendahara gaji di provinsi.


Sambutan selanjutnya disampaikan oleh korwil Lampasio Bapak Dahril. Sebagai korwil, beliau menekankan pada kesiapan tuan rumah sebagai pelaksana HUT PGRI ke-76 dan HGN tahun 2021. Tahun ini memang ada keinginan bapak Bupati Tolitoli untuk menghadirkan 4000 guru pada perayaan HUT PGRI ke-76 dan HGN 2021. Sehingga hal ini membutuhkan persiapan yang matang, terutama berkaitan dengan akomodasi dan konsumsi. Sementara menurut pak korwil, persiapan finasial yang dimiliki oleh pengurus PGRI Lampasio selaku tuan rumah baru sekitar 50%. Oleh sebab itu, pak korwil sangat menganjurkan agar panitia perlu melakukan komunikasi yang intensif dengan unsur-unsur pemerintah, terutama kepala Desa Salugan. Di sela-sela sambutannya, pak korwil tidak lupa mengingatkan agar anggota PGRI itu kalau rapat PGRI harus pakai baju PGRI.


Pada sambutan yang ke tiga saya meminta ketua PGRI Lampasio menyampaikan sepakata-kata sebagai tuan rumah. Dalam sambutannya, ketua PGRI kecamatan Lampasio menyatakan kesiapannya untuk mengambil tanggungjawab pelaksanaan seluruh kegiatan memperingati HUT PGRI ke-76 dan HGN 2021. Saya melihat ada semangat yang luar biasa dari sang ketua mudah ini. Ketua PGRI Lampasio ini memang masih tergolong mudah. Namun diusianya yang cukup belia, dia sudah dipercaya menjadi ketua PGRI Kecamatan. Ini tentu bukan tanggungjawab yang sederhana. Tapi itulah pemuda, sukarno pernah berkata "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya atau beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia". Semoga dengan kekuatan jiwa mudanya, sang ketua PGRI Lampasio ini dapat mengguncang dunia PGRI ... he...he....apa tidak heboh itu.

Acara berikutnya pemilihan panitia inti. Saya memimpin langsung acara pemilihan. Setelah menerima masukan dari beberapa peserta rapat, akhirnya diputuskan susunan panitia sebagai berikut:


Sementara susunan kepanitian secara lengkap, akan disusun oleh tim atau panitia inti yang telah terpilih.

Perdebatan cukup seru terjadi pada saat pembahasan cabang lomba olahraga yang akan dilombakan. Perdebatan terutama terkait dengan konsekwensi biaya yang harus ditanggung oleh masing-masing kontingen. Tarik ulur pelaksanaan lomba belum menemukan titik temu. Melihat situasi ini, pak Ketua PGRI Tolitoli menyarankan agar daftar kegiatan lomba dibuat saja dulu, kemudian ditawarkan kepada seluruh kecamatan. Dalam hal ini, jenis lomba akan diputuskan berdasarkan jumlah pendaftar. Jika jumlah pendaftar dari kecamatan lebih atau sama dengan lima, maka cabang lomba akan dilaksanakan. Tentu ini usul yang sangat bijak karena dapat mengakomodir seluruh kepentingan peserta lomba dari berbagai kecamatan. Maklum, situasi Corona ternyata banyak mempengaruhi sumber-sumber pendapatan, terutama di Kecamatan.

Berdasarkan masukan itu, semuanya menjadi lebih mudah, dan akhirnya diperoleh kesimpulan mata lomba yang akan ditawarkan sebagai berikut:


Saya hanya bisa berharap semoga semua kegiatan lomba dapat dilaksanakan. Terutama lomba menulis. Oh iya, pada kesempatan itu juga, saya mencoba menularkan virus menulis kepada Bapak Ibu guru. Saya bahkan sengaja membawah beberapa buah buku yang telah saya tulis. harapannya dengan memperlihatkan bukti buku hasil karya sendiri, bapak ibu yang hadir dapat termotivasi untuk menulis.

Saya juga mencoba mengenalkan aplikasi greenfoot. Menjalani kemajuan digital saat ini, menurut saya sudah saatnya siswa atau guru sekalipun diperkenalkan dengan sumber inti kemajuan digital. Salah satunya coding. Pak Presiden sendiri mengatakan bahwa anak muda sekarang itu lebih baik belajar coding dari pada belajar bahasa inggris. Tentu maksudnya, agar anak mudah memiliki kemampuan mengadaptasikan diri dengan kemajuan teknologi digital saat ini. Meskipun belajar coding juga akhirnya perlu sedikit kemampuan bahasa inggris.  

Coding adalah seperangkat perintah yang dituliskan oleh seorang programer untuk menjalankan sebuah aplikasi. Ada pula yang mengartikan coding merupakan proses atau kegiatan pengolahan kode yang dituliskan menggunakan bahasa pemrograman tertentu. Belajar coding memang sedikit rumit karena diperlukan kemampuan logika yang baik dengan memanfaatkan code-code yang telah tersedia untuk suatu bahasa pemrograman. Namun mengenalkan coding kepada siswa melalui pembuatan game sederhana, tentu celup menarik. Oleh karena itu, melalui aplikasi greenfoot yang gratis dan open source, guru dapat membimbing siswa mengenal dunia coding sejak dini dengan cara yang menyenangkan.

Rapat berakhir sebelum shalat zhuhur. Panitia lokal ternyata sudah menyiapkan konsumsi untuk seluruh peserta rapat. Luar biasa, sangat terasa kebersamaan dan soliditas sebagai anggota PGRI. Pak ketua sempat mengajak saya untuk singgah di rumah makan jika kami pulang. Rupanya beliau tidak tau, kalau panitia menyiapkan konsumsi khusus rapat hari itu. Memang sebelum makan siang pak ketua sudah langsung ke mesjid. Sepulang dari mesjid, beliau langsung disuguhi makan siang. Karena semuanya sudah makan siang, ya sudah, tinggal berangkat saja.

Tolitoli, 30 Oktober 2021
 








Percakapan dengan Pak Dedy

Pada hari jum'at, tanggal 29 Oktober 2021 saya ditelepon oleh Pak Dedy Dwitagama. Saya sama sekali tidak menyangka, dan bertanya-tanya ada apa gerangan. Kebetulan saat itu saya sedang mengajar, dan sedang menunggu hasil kerja siswa untuk dinilai. Maka jadilah saya sambil berbincang dengan pak Dedy juga memeriksa pekerjaan siswa.

Awalnya pak Dedy menanyakan kabar dan tempat mengajar saya. 

"Pak Mul tempat tugasnya dimana?" tanya pak Dedy dari ujung telpon.

"Oh, iya pak Dedy, saya saat bertugas di SMKN 1 Tolitoli" jawabku.

"Wow, Tolitoli" pak Dedy seperti mencoba mengingat-ingat.
"Iya pak Dedy, Tolitoli Sulawesi Tengah" saya mencoba membantu mengingatkan.

Refeksi Pembelajaran Di Kelas XII TKJ 3

Jum'at, 29 Oktober 2021

Topik pada pertemuan ke 4 ini adalah menentukan jarak titik ke bidang. Untuk menguasai materi ini, setidaknya siswa harus memiliki pengetahuan prasyarat sebagai berikut:

  1. Sifat-sifat segitiga, meliputi garis berat, garis tinggi, dan luas
  2. Memahami konsep bidang
  3. Memahami konsep perpotongan dua bidang
  4. Kemampuan membuat gambar (bidang prontal, bidang ortogonal)
  5. Memahami konsep garis
  6. Memahami konsep jarak sebagai lintasan terpendek
  7. Menerapkan rumus pythagoras
  8. Menyederhanakan bentuk akar
  9. Menyelesaikan operasi aljabar
Sementara keterampilan yang dibutuhkan dan akan dikembangkan adalah:

  1. Keterampilan mengumpulkan informasi terkait, seperti apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, informasi dan pengetahuan sebagai instrumen yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
  2. Keterampilan mengolah dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah
  3. Keterampilan membuat kesimpulan berdasarkan proses pengolahan informasi dalam pemecahan masalah
Mengingat menyelesaikan masalah matematika umumnya memerlukan upaya keras, maka siswa juga diharuskan menumbuhkan dan memiliki sikap sebagai berikut:

  1. Kedisiplinan
  2. Kerja keras (Pantang menyerah)
  3. Kemandirian
  4. Berpikir kritis
  5. Kreatif 
  6. Dapat bekerja sama
  7. Ikhlas dan santun
Pada pembelajaran ini, siswa umumnya memiliki kelemahan pada :

  1. Kurang terampil dalam menyelesaikan operasi aljabar (Tidak dapat menurunkan rumus)
  2. Kurang terampil dalam mencari informasi dan memanfaatkannya dalam penyelesaian masalah (umumnya siswa berpikir mekanis)
  3. Kurang menguasai pengetahuan prasyarat, seperti menyederhanakan bentuk akar dan operasi aljabar
  4. Kurang disiplin dan bekerja keras, biasanya terlihat dari hasil kerja yang dibuat apa adanya (misalnya menggambar tidak menggunakan mistar)
  5. Lebih fokus pada penjelasan guru atau informasi yang disampaikan oleh guru dari pada menemukan sendiri melalui sumber-sumber belajar yang tersedia, termasuk memanfaatkan internet.
  6. Kemampuan membaca siswa relatif kurang (kurang literat). Terlihat dari kurang mampu menangkap makna dari bacaan atau buku yang diberikan.
  7. Tidak mampu bertanya atau kurang memiliki keberanian dalam bertanya.
  8. Menganggap proses pembelajaran tidak terlalu penting, lebih penting ulangan atau ujian
Merujuk pada fenomena di atas, maka dalam proses pembelajaran jarak titik ke bidang ini, saya menggunakan strategi sebagai berikut:

Model pembelajaran yang saya gunakan adalah discovery learning. Dalam hal ini, siswa terdahulu diberi stimulasi (ransangan) dengan cara sebagai berikut:

  • Menyajikan informasi yang berisi langkah-langkah penyelesaian dan contoh implementasinya, sebagai berikut:

  1. Gambar bidang yang diminta pada bangun ruang (sesuai permintaan soal)
  2. Tentukan titik yang diminta (sesuai permintaan soal)
  3.  Buat bidang yang tegak lurus pada bidang yang diminta
  4.  Buat garis potong antara kedua bidang
  5.  Buat (gambar) jarak titik ke bidang melalui titik yang diminta dan memotong tegak lurus garis potong kedua bidang
  6.  Kumpulkan informasi terkait yang dibutuhkan
  7.  Gunakan informasi untuk menyelesaikan masalah
  8.  Buktikan hasilnya dengan memanfaatkan aolikasi geogebra (verificatio)

Pada tahapan berikutnya problem statement (pernyataan / identifikasi masalah) dalam hal ini siswa diberi masalah (ditulis disebelah kiri papan tulis) 


Kamis, 28 Oktober 2021

Repleksi Pembelajaran Matematika di Kelas XII TKJ 2

Hari kamis, 28 Oktober 2021 adalah jadwal mengajar saya di kelas XII TKJ 2. Sesuai jadwal, saya sudah berada di kelas tepat pukul 07.20 Tapi anehnya siswa yang hadir saat itu, baru ada 4 siswa. Selang beberapa saat saya menyiapkan perangkat yang digunakan untuk menunjang pembelajaran Hibrid sederhana yang saya laksanakan. Dua orang siswa tiba-tiba memberi salam dan meminta izin masuk. Saya izinkan saja.

Sambil menunggu laptop loading, saya meminta siswa berdoa bersama, sembari mengingatkan doa merupakan bagian dari upaya kita manusia dalam memperoleh kebaikan dari usaha. Setelah doa bersama usai, beberapa siswa kembali meminta izin masuk. Sebetulnya ada keinginan untuk memberikan sedikit peringatan tapi urung saya lakukan. Saya pikir itu hanya akan memakan waktu yang memang cukup terbatas.

Saya memulai penjelasan dengan aturan main yang akan dijalani selama proses pembelajaran. Saya membagi papan tulis dua bagian. Bagian sebelah kanan, saya gunakan untuk menuliskan alternatif strategi penyelesaian beserta cara mengaplikasikannya. Sementara bagian kedua atau kiri, saya gunakan untuk menuliskan masalah (soal) yang harus dikerjakan oleh siswa. Jadi, strategi mengajar yang saya lakukan saat itu adalah semi discovery learning. 

Saya sebut semi discovery learning karena menurut hemat saya metode discovery learning  yang saya terapkan saat itu tidak sepenuhnya menerapkan sintaks pembelajaran discovery learning. 

Seperti diketahui sintaks discovery learning sebagai berikut:

  • Stimulastion (stimulasi/pemberian ransangan)
  • Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
  • Data collection (Pengumpulan Data).
  • Data Processing (Pengolahan Data)
  • Verification (Pembuktian)

Aturan main yang disepakati saat itu sebagai berikut:

  1. Semua siswa wajib menulis alternatif strategi penyelesaian beserta cara mengaplikasikannya secara lengkap di buku masing-masing sesuai dengan yang tertulis dipapan tulis. Jika ini dilakukan dengan lengkap, maka siswa akan diberi reward berupa nilai 70
  2. Siswa wajib menyelesaikan masalah (soal) yang telah disediakan di sebelah kiri papan tulis. Jika ini dijawab dengan benar, maka siswa akan diberi reward berupa nilai 30
  3. Jadi total nilai siswa 100, jika aturan main dilakukan secara sempurna

Lalu, mengapa saya membuat aturan ini. Sebenarnya ada dua alasan, yaitu:

  1. Saya berasumsi, hampir semua siswa sedang kehilangan TRUST kepada guru, terutama terkait pemberian nilai. Ini semacam dugaan (hipotesis), sehingga saya mencoba melakukan riset kecil-kecilan sekedar ingin membuktikan asumsi atau dugaan tersebut.
  2. Alasan lain, saya ingin memberikan hasil penilaian yang autentik dan komprehensip yang meliputi sikap dan hasil akademik. Menurut saya, jika siswa kurang berhasil secara akademik, maka setidaknya mereka terdidik secara etik, atetude, sikap dan karakter. Nah, sikap tersebut dapat terukur melalui kepatuhan dan sikap mereka saat mengikuti aturan yang telah di sepakati.

Materi yang menjadi pembahasan saat itu, masih berada pada topik jarak pada ruang dimensi 3. Pada pertemuan tersebut, pokok pembahasan adalah menentukan jarak titik ke bidang pada bangun ruang. Saya menggunakan kubus PQRS.TUVW dengan sisi 8 cm sebagai bahan pengantar dan hint atau petunjuk dalam menyelesaikan masalah jarak titik pada bidang. Sedangkan soal yang saya tuliskan disebelah kiri papan tulis adalah kubus ABCD.EFGH dengan sisi 9 cm.
Saya menuliskan langkah-langkah penyelesaian yang dapat dilakukan siswa sebagai berikut:
  • Gambar bidang yang diminta pada bangun ruang (sesuai permintaan soal)
  • Tentukan titik yang diminta (sesuai permintaan soal)
  • Buat bidang yang tegak lurus pada bidang yang diminta
  • Buat garis potong antara kedua bidang
  • Buat (gambar) jarak titik ke bidang melalui titik yang diminta dan memotong tegak lurus garis potong kedua bidang
  • Kumpulkan informasi terkait yang dibutuhkan
  • Gunakan informasi untuk menyelesaikan masalah
  • Buktikan hasilnya dengan memanfaatkan aplikasi geogebra (verification). Untuk langkah ini tidak dapat dilakukan di kelas TKJ 2, karena tidak tersedia perangkat komputer. Proyektor pun tidak tersedia sehingga sulit juga bagi saya untuk menayangkan di papan tulis.   
Berikut hint penerapan langkah-langkah di atas dalam menyelesaikan masalah jarak titik ke bidang:
Diketahui kubus PQRS.TUVW dengan sisi 8 cm. Tentukan jarak titik R ke bidang PQVW
  • Gambar bidang yang diminta, yaitu bidang PQVW. 
            
  • Tentukan titik yang diminta, yaitu titik R
  • Buat bidang yang tegak lurus pada bidang yang diminta, dalam hal ini bidang QRVU (berwarna kuning) tegak lurus bidang PQVW (berwarna Biru)
  • Buat garis potong antara kedua bidang, yaitu garis QV
  • Buat (gambar) jarak titik ke bidang melalui titik yang diminta dan memotong tegak lurus garis potong kedua bidang, dalam hal ini RX adalah jarak titik R ke bidang PQVW. Berikut gambarnya
  • Kumpulkan informasi terkait yang dibutuhkan, yaitu: segitiga QRV sama sisi, sehingga berlaku garis tinggi = garis berat. Garis berat adalah garis yang membagi dua ruas garis dihadapannya. Sedangkan garis tinggi adalah garis yang tegak lurus garis dihadapannya. Contohnya, seperti ini:
  • Akibatnya:
 
Dalam hal ini, maka QX = XV= 1/2 QV  dan RX tegak lurus QV karena RX garis tinggi. Perhatikan segitiga QRV siku-siku di R, sehingga berlaku:
Dalam hal ini, maka QX = XV= 1/2 QV  dan RX tegak lurus QV karena RX garis tinggi. Perhatikan segitiga QRV siku-siku di R, sehingga berlaku:
  • Gunakan informasi untuk menyelesaikan masalah

  • Buktikan hasilnya dengan memanfaatkan aplikasi geogebra (verification). Dalam hal ini, jarak RX dapat diverifikasi dengan aplikasi geogebra sebagai berikut:
Jarak 4,66 cm sama dengan 4 akar 2 

Sementara pada sisi sebelah kiri papan tertulis soal sebagai berikut:
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan sisi 9 cm. Tentukan jarak C ke bidang AFH

Melalui soal di atas, saya berharap siswa dapat mengikuti jejak atau petunjuk yang telah diberikan untuk menyelesaikan masalah jarak tersebut.

Tapi hasilnya, inilah yang menarik untuk didiskusikan. Diakhir proses pembelajaran saya melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa sesuai kesepakatan. Hasilnya sungguh mengecutkan bagi saya. Dari 12 siswa yang tatap muka, hanya empat siswa yang dapat menyelesaikan (menuliskan) dengan cukup sempurna alternatif strategi penyelesaian beserta cara mengaplikasikannya di buku masing-masing. Sementara satu orang relatif kurang, karena terlihat hasil pekerjaan yang kurang sempurna. Tidak runtut dan lengkap sesuai yang sudah dituliskan. Lima orang lainnya, menulis dengan terburu-buru sehingga hasil pekerjaan masih sangat kurang. Untungnya mereka telah membuat gambar sebagian. Selain itu, mereka melakukan pekerjaan, sesaat setelah segera akan dilakukan penilaian. Dan lebih parah lagi 2 orang sama sekali tidak menunjukkan hasil pekerjaan. 

Selain diikuti oleh siswa yang ada di kelas, pembelajaran juga diikuti oleh tiga orang siswa secara online melalui googlemeet. Dari 3 orang yang mengikuti secara online, hanya satu siswa mengirimkan hasil belajar melalui WA group.

Pada kegiatan pembelajaran tersebut, tidak ada satu orang pun siswa yang dapat menyelesaikan masalah (soal) yang telah dituliskan sejak awal dipapan tulis sebelah kiri. 

Lalu apa pelajaran yang dapat diambil dari kondisi tersebut. Menurut hemat saya, meskipun ini masih perlu diamati secara cermat, terdapat beberapa fenomena yang sedang menghinggapi siswa, yaitu:
  1. Bukti awal tentang dugaan saya, bahwa siswa yang kehilangan TRUST terhadap  ucapan guru terkait nilai hasil belajar telah terlihat. Maksudnya, siswa tidak percaya ucapan guru bahwa mereka akan memperoleh nilai sesuai hasil pekerjaan mereka karena berdasarkan pengalaman mereka nilai tersebut akhirnya akan dieksekusi oleh guru atau pihak lain dengan nilai yang cukup baik. Jadi tidak berdasarkan penilaian obyektif sesuai kompetensi yang dimiliki siswa. Mereka lebih percaya, pada akhirnya nilai mereka akan baik-baik saja, tidak sesuai dengan peringatan dan ucapan guru.
  2. Siswa memiliki sikap dan prilaku belajar yang kurang baik. Hal ini terbukti dari hasil pekerjaan mereka yang sebenarnya relatif sangat mudah karena tinggal menuliskan dengan sempurna informasi dan petunjuk yang telah diberikan atau dituliskan di papan tulis. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan padahal selalu disampaikan dan diingatkan sepanjang proses pembelajaran berlangsung.
Informasi yang saya peroleh tersebut, kemudian saya konfirmasikan kepada tiga orang guru. Konfirmasi tersebut bertujuan menggali perspektif guru lain terhadap dugaan dan asumsi saya terhadap siswa. Pertanyaan yang saya ajukan kepada salah guru sebagai berikut 

"Menurut ibu, seberapa penting nilai bagi siswa saat ini".

Jawaban ibu guru, ternyata sesuai dengan dugaan saya, "Menurut saya, nilai bagi siswa tidak lagi penting". 

Mengapa? saya mencoba menggali lebih dalam "Karena mereka sudah tau pada akhirnya nilainya akan diperbaiki atau dituntaskan oleh guru mata pelajaran atau wali kelas setelah kepepet".

"Kalau begitu, kita memiliki pandangan yang sama tentang nilai siswa ini" jawabku.

Pertanyaan yang sama kemudian direspon juga oleh guru lain, menurut guru tersebut "Saya merasa siswa itu sama sekali tidak tidak ada rasa khawatir meskipun nilai mereka rendah pada proses penilaian" jawab ibu guru tersebut. 

Mengapa bisa demikian? "Iya, karena siswa sadar bahwa seberapa burukpun nilai proses dan nilai akhir mereka, akan selalu diperbaiki atau diekseskusi guru atau oleh wali kelas tanpa proses yang benar" jawab ibu guru. 

Bahka menurut ibu tersebut ketika dia mencoba bersikap tegas kepada siswa, dia malah mendapat peringatan dari guru lainnya agar jangan bersikap keras kepada siswa karena siswa akan melapor kepada kepsek. 

Pertanyaan yang sama, saya ajukan juga kepada guru lainnya yang kebetulan baru bergabung pada forum tidak resmi tersebut. 

Jawaban guru yang ketiga memang agak berbeda, dia mengatakan "Menurut saya sangat penting, kalau rentang antara 1-100, kira-kira 80 lah" demikian tutur ibu guru tersebut. 

Saya mencoba mendalami jawabannya dengan pertanyaan "Apa buktinya jika nilai itu penting bagi mereka? 

Ibu guru menjawab "Terlihat saat mereka mengetahui nilai mereka renda di akhir semester, maka mereka akan segera menghubungi wali kelas untuk memastikan berapa nilai  akhirnya. Jika rendah, mereka akan berusaha menghubungi guru yang bersangkutan" jawab ibu guru panjang lebar. 

Saya mencoba mendalami jawaban sang guru tersebut karena agak berbeda dengan pandangan guru lainya. Pertanyaan saya "Kapan kekhawatiran itu timbul, apakah selama proses pembelajaran, atau ketika selesai ulangan harian, atau nanti setelah akhir semester?"

Jawaban sang guru, "Biasanya ketika mereka melihat nilai akhir semester yang akan ditulis di raport, baru mereka akan melakukan perbaikan". Jadi kalau begitu kesimpulannya sama saja. Nilai proses tidak terlalu penting bagi siswa, karena pada akhirnya akan segera dapat diperbaiki menjelang penetapan nilai akhir. Jika ini yang terjadi, maka sudah dapat dipastikan proses akademik tidak lagi berjalan sebagaimana semestinya.

Tapi, saya belum puas dengan pandangan-pandangan tersebut. Menurut saya, hal ini perlu digali secara mendalam melalui data obyektif berdasarkan pandangan dominan para siswa. Untuk itu, saya merencanakan sebuh riset kecil-kecilan untuk mengungkap fakta yang tersembunyi dibalik kondisi pembelajaran dan iklim akademik yang ada di sekolah. 

Untuk itu, saya berencana membuat angket untuk siswa dan untuk guru. Dari angket tersebut, diharapkan terungkap fakta tentang perspektif siswa dan guru terhadap proses pembelajaran dan penilaian yang terjadi dan berjalan di sekolah selama ini. Hal ini menjadi penting dan urgen karena akan memberikan dampak yang signifikan terhadap mutu pendidikan dan mutu alumni sekolah.

Beragamnya pandangan para guru dalam menangani proses dan hasil belajar siswa, menurut hemat saya perlu diungkapkan secara obyektif dalam bentuk data yang valid. Apapun pandangan guru dan warga sekolah terhadap iklim akademik, sangat perlu menjadi titik star dalam melakukan perubahan jika sekolah ini bercita-cita menjadi sekolah unggul. 

Jika tidak, maka tidak mungkin sekolah yang dibiayai dengan nilai yang cukup besar ini (hampir 2 milyar pertahun untuk operasional dan bahkan mungkin puluhan milyar untuk biaya program dan fisik) akan menjadi sangat mubazir dan sia-sia. Tentu ini bukan kondisi ideal yang diharapkan. Apalagi ditengah era disrupsi saat ini, sangat perlukan kemampuan mengelola sumber daya secara efektif dan efesien agar mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan. Bagaimana kegagalan mengelola sumber daya menurut prinsip-prinsip ekonomis tidak dapat diabaikan karena hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap output maupun outcmome sekolah. 

Selain itu, kegagalan sekolah mengelola sumber daya secara efektif dan efesien menunjukkan kelemahan mendasar dalam kepemimpinan pendidikan. Sekolah dengan input manusia, memang berbeda dengan pabrik pada umumnya. Sekolah bukan mesin produksi sebagaimana layaknya industri. Tetapi bagaimanapun, sekolah dikelola dengan memanfaatkan sumber daya untuk menjalankan proses pendidikan dengan tujuan akhir memberikan perubahan pada mutu input sesuai standar yang telah ditetapkan. 

Oleh sebab itu, jika mesin produksi memproses masukan (input) menggunakan mesin produksi dengan standar tertentu, maka sekolah memproses input (peserta didik) dengan proses pembelajaran. Disinilah pentingnya kepemimpinan pembelajaran tersebut harus diperkuat. Tugas dan fungsi pimpinan sekolah semestinya berfokus pada penguatan proses pembelajaran, karena disanalah kunci mutu output dan outcome yang akan dihasilkan. Seperti sebuah pabrik, jika terjadi kegagalan produk, maka yang menjadi sasaran perhatian yang pertama adalah fungsi-fungsi mesin produksi, apakah masih masih berjalan normal atau abnormal.

Kepemimpinan pembelajaran memiliki posisi strategis dalam melakukan perubahan pendidikan. Itulah sebabnya, maka para calon kepala sekolah selalu diperkuat pada aspek kepemimpinan ini. Kepemimpinan pembelajaran menurut Eggen dan Kaucak (http://neliti.com) adalah tindakan yang dilakukan kepala sekolah untuk mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan memuaskan bagi guru yang pada akhirnya mampu menciptakan kondisi belajar siswa semakin membaik.

Kondisi belajar siswa selalu menjadi fokus perbaikan pada kepemimpinan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa ciri kegagalan kepemimpinan pembelajaran terletak pada sikap dan prilaku belajar siswa. Semakin baik sikap dan prilaku belajar siswa, maka berarti semakin baik pula fungsi-fungsi kepemimpinan pembelajaran berjalan. Kondisi ini juga tentu akan berlaku sebaliknya. Nah, jika dikaitkan dengan fakta di atas, maka patut di duga sedang terjadi gradasi pada spek kepemimpinan pembelajaran. 

Jika pada pabrik yang mengalami gagal produk mengerahkan segala sumber daya untuk memperbaiki sumber kegagalan produk, yaitu mesin produksinya, maka pimpinan sekolah sudah semestinya mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki untuk mem-push proses perbaikan pada proses pembelajaran dan bukan lainnya. Oleh sebab itu, visi, misi, pola pikir dan suasana kebatinan seorang pimpinan sekolah harus selalu terkait dengan mutu proses pembelajaran. Bukan justru terfokus terhadap aspek lain yang justru hanya bersifat pelengkap.

Pertanyaannya yang menarik adalah, mengapa para pimpinan sekolah seakan sulit menjalankan kepemimpinan pembelajaran? apakah mereka benar-benar tidak memiliki kemampuan dalam menerapkan kepemimpinan pembelajaran
   







Jumat, 22 Oktober 2021

Pembelajaran Matematika Kelas XII TKJ 3

Jum'at, 22 Oktober 2021

Siswa yang hadir PTMT
Aditya, Haikal Bustan, Moh. Ilham, Fahrudin, Zikri Hidayat, Moh. Wahyu Ramadhan, Gita Putri, Sri Aswanti, Nurliyanty Y. Arsyad, Sandi Asnawir, Sartika.
Siswa yang hadir online
Siti Rahma, Rita Andriani

Pelajaran hari ini dibuka dengan doa, kemudian memberikan motivasi dan semangat kepada siswa untuk selalu belajar dengan giat demi masa depan yang lebih baik. Tantangan masa depan semakin berat, tetapi kita tetap harus optimis. Tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, sangat penting bagi kita untuk belajar memecahkan masalah. 

Matematika selain sebagai ilmu, juga dapat menjadi alat yang sangat baik untuk berlatih memecahkan masalah. Memecahkan masalah matematika tidak selalu bersifat mekanis atau mengikuti suatu prosedur tertentu. Tetapi justru dalam matematika kita dituntut mengembangkan berbagai alternatif pemecahan yang mungkin dengan cara-cara yang unik. Yang terpenting bagi kita adalah menguasai informasi yang dibutuhkan, kemudian mampu menganalisis dan memanfaatkan informasi tersebut dalam pemecahan masalah.

Saya memulai pelajaran dengan memberikan masalah sederhana sesuai tingkat kemampuan siswa saat itu. Meskipun dari sisi usia, siswa kelas XII yang saya hadapi sudah berada pada tahap berfikir formal. Artinya mereka sudah dapat berpikir abstrak. Tetapi faktanya, pengalaman belajar tetap memberikan pengaruh yang kuat terhadap kualitas berpikir siswa. Semakin banyak pengalaman belajar yang dialami siswa, tentu dengan kualitas dan intensitas yang tinggi, maka akan semakin baik kemampuan mereka memanfaatkan berbagai informasi dalam memecahkan masalah.

Masalah yang saya berikan saat itu adalah masalah yang terbilang sangat sederhana, yaitu menentukan jarak titik ke garis dan jarak titik ke bidang sebagai berikut:
 

Saya mengajak siswa memahami konsep jarak sebagai lintasan terpendek. Konsep ini nampaknya tidak mudah, harus disampaikan berulang-ulang dengan contoh-contoh yang beragam. Saya bertanya kepada siswa, "kenapa kita disuruh mencari jarak?". Saya katakan "Karena kita diminta menentukan yang sederhana, yaitu yang terbatas jumlahnya, dan dapat diidentifikasi dengan pasti". Saya katakan lagi "Coba anda bayangkan bagaimana kalau kita diminta menentukan yang terpanjang, tentu jawabannya akan sangat beragam?" Saya lanjutkan "bahkan untuk yang terpanjang hanya Tuhan yang tahu??"

Siswa nampaknya masih membutuhkan banyak pendampingan dan bantuan untuk memecahkan masalah jarak titik terhadap garis, lebih-lebih jarak titik terhadap bidang. Seperti umumnya siswa yang lain, kelemahan mereka nampak pada pengetahuan prasyarat (konsep segitiga, rumus pythagoras, aljabar, dll). Selain itu, meskipun telah diberikan hint atau panduan dengan memberikan informasi yang dibutuhkan, siswa belum juga dapat dengan mudah menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan informasi yang tersedia. 

Saya menilai mungkin karena intensitas belajar siswa memang rendah. Kemampuan literasi siswa juga relatif rendah. Hal ini dapat diketahui ketika mereka diminta membaca informasi yang tersedia dibuku, kemudian diminta menjelaskan maksud informasi tersebut. Siswa umumnya masih kesulitan. Nampaknya dibutuhkan upaya keras dan tegas untuk membentuk siswa pebelajar. Bukan hanya guru, tetapi juga lingkungan perlu melakukan penyesuaikan agar benar-benar terbentuk iklim akademik yang kondusif untuk belajar. Lingkungan bisa di rumah (keluarga), masyarakat luas, pemerintah, maupun sekolah. 

Budaya belajar di sekolah, perlu terus menerus ditumbuhkan. Iklim belajar, bukan hanya berkaitan dengan soal lingkungan fisik. Tetapi lebih dari itu, lingkungan juga sangat berkaitan dengan regulasi, aturan, dan budaya belajar yang berlaku di sekolah. Misalnya, aturan akademik yang mengatur tentang syarat-syarat penilaian, dan kenaikan kelas harus benar-benar diterapkan. Memberikan kemudahn belajar itu penting, tetapi memberikan kemudahan dengan melanggar aturan akademik itu malapetaka. 


Saya menyadari, mungkin masih banyak kekurangan dalam proses pembelajaran yang saya lakukan. Oleh sebab itu, saya membuat catatan ini, dengan harapan dikemudian hari apa yang tercatat ini dapat memberikan informasi berharga untuk perbaikan pembelajaran berikutnya.

Pembelajaran Jarak Titik Ke Bidang Kelas XII TKJ 2

 Kamis, 21 Oktober 2021

Suasana PTMT
Siswa yang hadir 13 orang, dan yang tidak hadir 2 orang, masing-masing 1 sakit dan 1 tanpa keterangan. 

 Suasana Online
Siswa yang hadir online 4 orang, masing-masing Eka saputra, Humaira, Moh. Amin Fahrezi, dan Moh. Wahyu.

Pembelajaran membahas materi jarak titik ke bidang pada bangun ruang. Untuk mengenalkan konsep jarak titik ke bidang, saya meminta siswa menggambar kubus ABCD.EFGH. Kubus sengaja dipilih, karena kubus merupakan bangun ruang yang paling sederhana. Selanjutnya saya memperkenalkan konsep jarak titik ke bidang. Untuk mengetahui pemahaman siswa tentang bidang (prasyarat), maka saya bertanya "Anak-anak siapa diantara kalian yang dapat menjelaskan tentang bidang". Mungkin pertanyaan ini sulit bagi siswa, karena mereka harus mendeskripsikan apa itu bidang. Karena tidak ada yang menjawab pertanyaan saya ubah "Coba anda berikan satu contoh bidang dari benda-benda di sekitar kelas ini". Pertanyaan saya sampaikan kepada seluruh siswa (Saya tidak meminta siswa mengangkat tangan kalau mau menjawab). Pertanyaan inipun belum ada yang menjawab.

Saya juga memberikan pertanyaan yang sama pada siswa di kelas online. Tetapi tidak ada juga yang menjawab. Saya lalu memilih memberikan contoh bidang, yaitu permukaan meja, plafon, permukaan lantai sebagai contoh bidang. 

Pertanyaan saya lanjutkan "anak-anak coba perhatikan kubus yang sudah anda gambar, sebutkan salah satu bidang yang ada pada kubus ABCD.EFGH". Alhamdulillah satu siswa menjawab dengan benar. Pertanyaan saya lanjutkan, "coba anda tentukan ada berapa bidang pada kubus ABCD.EFGH?" beberapa siswa menjawab benar "6 bidang pak". Baik, saya menguatkan jawaban siswa sambil mencoba meluaskan pandangan siswa tentang bidang pada bangun ruang ABCD.EFGH. Saya katakan " anak-anak, sebenarnya kita dapat membuat banyak bidang dan bahkan tak terhingga banyaknya bidang pada bangun ruang ini". Saya lalu memberikan contoh bidang yang dibuat sendiri pada kubus sebagai berikut:

Setelah saya mengenalkan tentang bidang pada kubus, saya lanjutkan dengan memperkenalkan konsep jarak titik ke bidang. Untuk contoh ini, saya menanyakan siswa "Coba anda tentukan berapa jarak titik A ke bidang BCGF". Kelas hening beberapa saat, belum ada yang menjawab. Saya mencoba mengingatkan tentang jarak "Ingat, jarak itu adalah lintasan terpendek atau ruas garis terpendek yang menghubungkan sebuah titik ke garis atau ke bidang". Sampai sejauh itu belum juga ada yang menjawab. Saya lanjutnya pemberian hint "Ciri suatu ruas garis atau lintasan "terpendek" adalah selalu membentuk sudut siku-siku dengan garis". Penjelasan sambil memberikan contoh sebagai berikut:
 
Sepertinya siswa mulai memahami maksud saya, satu siswa menjawab "Jarak titik A bidang BCGF adalah 6 cm". Saya kepada siswa lainnya "bagaimana yang lain?". Jawaban siswa sama, yaitu 6 cm. Saya kembali mencoba menanyakan jarak titik yang lain ke sisi kubus, dan saya berasumsi semua siswa sudah memahami soal jarak titik terhadap bidang sisi yang lain pada kubus.

Berikutnya, saya menaikkan level tantangan kepada siswa dengan memberikan masalah berikut:
Coba anda tentukan jarak titik A ke bidang CEG, seperti pada gambar berikut:
Setelah memberikan kesempatan kepada siswa menyelesaikan masalah beberapa menit, nampaknya belum ada tanda-tanda ide penyelesaian yang mengarah ke sasaran. Saya menganjurkan siswa memanfaatkan berbagai sumber belajar yang tersedia. Tetapi belum ada juga dapat menemukan jalannya. 

Saya menilai, siswa memiliki kelemahan bukan hanya terkait dengan pengetahuan prasyarat yang tidak lengkap seperti (menyelesaikan bentuk akar, luas segitiga, sifat-sifat segitiga, garis berat, garis tinggi, konsep tentang garis pada bidang, bidang berpotongan, dan lain-lain), tetapi kelemahan siswa juga terlihat pada kemampuan memanfaatkan berbagai informasi untuk memecahkan masalah. Terbukti meskipun saya sudah menuliskan semua instrumen yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah, siswa masih tetap kebingungan. 

Berdasarkan pengalaman ini, saya berpandangan bahwa untuk menyelesaikan masalah matematika, siswa tetap membutuhkan driil yang cukup sebagai sarana belajar melatih keterampilan mengolah informasi untuk pemecahan masalah.
Untuk membantu siswa memahami konsep jarak pada bangun ruang, khususnya jarak titik ke bidang saya sarankan mereka menonton video saya.

Rabu, 20 Oktober 2021

Lomba Menulis dan Menerbitkan Buku di TBM Kinanthi

 Belajar Bicara ke-17, Selasa 30 September 2021




Diseminasi Program Pendidikan Guru Penggerak

 Belajar Bicara ke-16, Selasa 28 September 2021



Presentasi Melawan Rasa Minder

 Belajar Bicara ke-15, Kamis 23 September 2021



Senin, 18 Oktober 2021

Catatan Pembelajaran Jarak Pada Dimensi 3

Kelas : XII Pemasaran

Pendekatan : Hibryd Learning

Hari, Tanggal : Senin, 18 Oktober 2021

di kelas PTMT
Siswa yang hadir PTMT
1. Putri Fatrisia
2. Nurdiansya

Siswa yang hadir online:
1. Widya Astuti


Materi yang dipelajari adalah jarak titik ke titik dan jarak titik ke garis Diketahui kubus PQRS.TUVW dengan panjang sisi 7 cm. Tentukan jarak titik P ke titik R, jarak titik Q ke titik W, jarak titik P ke garis QR, jarak titik P ke garis TQ.

Kelemahan:
Siswa kurang menguasai operasi dasar bentuk akar, rumus jarak (aturan pythagoras), operasi aljabar, kemampuan pemecahan masalah.

Konsep tentang jarak masih perlu dijelaskan. Siswa masih kesulitan menggambar jarak titik ke garis. Jika diberikan sebuah titik dan sebuah garis, siswa masih salah membuat jarak (lintasan/garis) dari titik ke garis. Ada kecenderungan siswa membuat jarak titik ke ujung garis. Jadi bukan garis yang tegak lurus ke garis.

Saya sering mengatakan "jarak itu lintasan terpendek". Yang pendek itu terbatas, dan pasti hanya satu. Tetapi yang panjang itu, banyak, dan bahkan tak terhingga banyaknya. Jadi tidak mungkin kita menemukan yang terpanjang.

Ciri-ciri jarak titik ke garis, apabila garis atau lintasan dari titik ke garis tegak lurus dengan garis yang dituju, he ... he....mungkin susah dipahami kata-katanya ya. Contoh seperti ini:


 





Untuk memahami lebih jauh tentang cara menentukan jarak titik ke garis silahkan cermati video berikut!



Sabtu, 16 Oktober 2021

Etika Dalam Karir ?

Entah kenapa tiba-tiba saja, saya tergelitik untuk menulis hal ini. Yang jelas saya berharap ada hikma dan pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa ini. Atau boleh jadi, ini menjadi salah satu rujukan diskusi untuk mengulik sejauh mana etika dan kepantasan dalam ruang lingkup profesi dan tata berorganisasi di lingkungan pendidikan. 

Satu hal yang pasti, menurut saya ini cukup menarik untuk dielaborasi, terutama dalam konteks karir, kepemimpinan, maupun manajemen sumber daya guru. Kalau di ketentaraan atau kepolisian kan jelas, alur dan aturannya. Pangkat tertinggi akan menjadi atasan. Jika tidak ada jabatan maka sang perwira paling banter ditempatkan sebagai perwira tanpa jabatan. Yang jelas, tidak diberi jabatan di bawah jabatan yang diduduki oleh personil yang pangkatnya di bawah yang bersangkutan. Mekanisme ini tidak jauh berbeda dengan kondisi di struktural.

Tapi ini bukan soal jabatan. Namun menyangkut hal yang lebih substansi dari itu, yaitu soal relasi kualitas individu (personal) dalam suatu sistem sosial atau organisasi dengan etika dan kepantasan. Contohnya ketika disebuah acara keluarga, hadir seorang haji, maka sang tuan rumah akan menempatkan pak haji atau ibu haji ditempat yang dipandang pantas untuk pak haji atau ibu haji. Pak hajinya terhormat, dan tuan rumanya juga merasa puas dan bangga karena sudah dapat menempatkan seseorang pada tempat yang sesuai. Begitulah etika kita, kecuali yang bersangkutan menghendaki lain. Saya sengaja memilih contoh ini, menurut saya lebih mudah dicerna, karena kita sudah sering mengalaminya.

Suatu ketika, saya juga perna menyimak percakapan suatu peristiwa yang dialami oleh Pimpinan Daerah. Ceritanya begini, suatu saat beliau hadir disebuah acara (saat itu status masih sebagai calon Pimpinan Daerah). Mungkin karena sedikit terlambat, kursi di deretan depan sudah penuh. Tentu saja, sebagai tuan acara, secara etik akan meminta sang calon pemimpin untuk duduk di deretan depan. Tapi apa yang terjadi? ternyata sang calon pemimpin sempat mendapatkan situasi yang kurang nyaman. Penyebabnya, ada oknum yang semestinya dapat memberikan tempat kepada sang calon pemimpin saat itu, tetapi memilih tidak melakukannya. Sehingga membuat suasana menjadi kurang kondusif. Nah, lagi-lagi ini soal etika. Ini bukan benar atau salah, tetapi soal kesantunan, kepantasan. Pantaskah seorang dengan kapasitas calon pemimpin daerah dibuat kikuk di depan umum?

Etika sebagai nilai (value) sosial tidak selalu korelasi langsung dengan aturan (rule) benar atau salah. Menempatkan pak haji paling belakang dalam sebuah majelis tidak salah, karena tidak ada aturan yang dilanggar. Demikian juga dengan seorang tokoh yang ditempatkan di deretan terakhir, juga tidak salah. Tetapi dari sisi nilai (value), etikanya tidak demikian. Dengan "kualitas sosial" yang dimilikinya, akan menjadi lebih pantas dan mulia bagi tuan rumah, jika keduanya ditempatkan pada posisi yang sesuai. Mungkin tidak mesti diurutan terdepan, tetapi yang jelas cukup pantas dengan "statusnya".

Nah, nilai-nilai sosial seperti ini nampaknya sedikit demi sedikit mulai mengalami dilatasi dari kehidupan sosial. Indikasinya seperti peristiwa di atas. Hal ini bahkan terjadi di institusi pendidikan, baik disadari atau tidak. Padahal institusi pendidikan adalah benteng moral yang bertanggungjawab menjaga nilai-nilai luhur bangsa ini. Jika ini dibiarkan, tidak dikoreksi, atau setidaknya diingatkan, maka bisa jadi akan semakin mengaburkan nilai-nilai luhur.

Coba anda cermati peristiwa ini. Suatu ketika seorang guru bergelar Doktor (Ph.D) dari luar negeri pulang ke kampung halaman dan kembali mengajar sebagaimana layaknya guru di sekolah asalnya. Dengan gelar Ph.D yang dimilikinya, beliau menjadi kebanggaan warga sekolah. Nama baik sekolah terangkat. Sekolah semakin dikenal karena memiliki orang hebat bergelar Dr. ..., S,Pd, M.Pd, M.Si. Dengan kemampuan bahasa inggris yang sangat baik, dan tentu saja wawasan dan pengalaman luar negeri yang luas, maka sangat layak rasanya menempatkan beliau di posisi tertinggi saat itu. Jika kita pimpinan, maka setidaknya dengan atribut yang tidak biasa itu, kita akan menempatkannya sebagai penasehat (Tanpa jabatan). Bahkan "jika tidak berlebihan" sebagai wakasek pun rasanya masih kurang pantas. Sekali lagi ini soal kepantasan, bukan soal benar atau salah. 

Oleh karena itu, jika pimpinan menempatkan seorang guru sekelas Doktor dengan pengalaman luar negeri sebagai wali kelas misalnya, apakah pantas? mungkin ini memang debatable. Tetapi, dalam pandangan saya ini pasti sebuah insiden yang tidak pantas. Sekali lagi, tidak salah menempatkan beliau sebagai wali kelas. Tetapi yang jelas, ini menunjukkan kedangkalan berpikir pengambil keputusan. Jika ditinjau dari aspek manajemen, ini menunjukkan kelemahan sisi manajemen sumber daya, karena tidak mampu menempatkan SDM sesuai kapasitas dan kapabilitasnya.  

Dan ini fatal, karena salah satu penyebab tidak efektifnya penggunaan sumber daya sekolah karena kelemahan manajemen sumber daya. Akibatnya penggunaan sumber daya menjadi boros, tidak efektif, apalagi efesien. Penggunaan anggaran negara besar, tetapi hasilnya tidak mengalami progres. 

Kapasitas seorang Doktor, yang hanya ditempatkan sebagai wali kelas, bukan hanya merendahkan kualifikasi pendidikan yang selalu kita banggakan, tetapi juga bentuk tindakan mubazir atau tidak ekonomis. Bagaimana tidak mubazir, kalau sumberdaya yang besar hanya digunakan pada posisi yang dapat dilakukan oleh sumberdaya yang jauh lebih kecil.

Kondisi seperti di atas seperti sudah menjadi kebiasaan dari model kepemimpinan di sekolah. Proses pembinaan dan pengembangan karir guru di sekolah sangat amburadul. Tidak ada aturan yang jelas bagaimana seseorang harus menempati sebuah jabatan atau tugas tambahan. Semua berjalan sesuai selera pimpinan. Kalau pimpinannya memiliki kualitas yang tinggi, mungkin tidak masalah. Tetapi bagaimana dengan kualitas pimpinan yang pas-pasan? Pasti akan menimbulkan kekacauan. 

Padahal salah satu standar nasional pendidikan adalah standar pengelolaan. Standar pengelolaan semestinya mengatur bagaimana penjalanan karir itu dikelola. Dalam peraturan Mendiknas nomor 12 tahun 2016 disebutkan





Duo Sahabat Menulis

Tulisan ini saya mulai, sesaat setelah membuka kelas menulis gel 21. Satu nama yang selalu menarik perhatian saya, Shima. Ini nama pena, nama aslinya tentu lebih keren. Setiap kali kegiatan belajar menulis gel 21 selesai dilaksanakan, dan urutan postingan mulai tercatat. Saya pun penasaran, urutan ke berapa lagi dia gerangan. 

Sebenarnya sejak kegiatan belajar menulis gel 21 mulai di gelar, saya selalu menyempatkan diri menelisik satu persatu link blog yang tercatat di postingan WA grup gel 21, sambil berharap saya menemukan nama-nama sahabat penulis dari SMKN 1 Tolitoli ada disana. Tapi, maaf saya ....saya memang agak sedih dan kecewa. 

Namun saya tetap positif thingking, bahwa sahabat-sahabat saya itu mungkin sedang mengumpulkan amunisi, keberanian dan kepercayaan diri untuk memulai. Maklum, saya pun demikian. Tidak mudah memang memasuki luasnya lautan menulis yang penuh dinamika. Banyak mystery guest yang dapat memberikan kejutan-kejutan. Kira-kira seperti kita memasuki arena hiburan rumah hantu. Agak sedikit menakutkan. Ngeri-ngeri sedap (istilah salah satu tokoh politik Nasional), tapi bikin penasaran, dan akhirnya mengasikkan.

Tentu saja kekecewaan saya tidak berlama-lama. Pada postingan perdana gel 21, saya menemukan nama shima diperingkat 3 teratas. Tadinya saya juga penasaran, siapa gerangan beliau. Saya pastikan dugaan dengan meng-klik link postingannya. Ternyata benar, dia salah satu sahabat menulis yang saya kenal. Tanpa pikir panjang, saya screnshot nama itu dan saya kirim ke grup sekolah. 

Saya teruskan mengamati nama-nama postingan yang lain, tapi saya sudah tidak menemukan nama lain. Tapi saya pikir... itu sudah cukup mewakili sekolah dan daerah saya. Apalagi kalau satu nama itu sampai mewarnai arena "Formula one". Kalau pada gelombang sebelumnya, saya memimpin gel 19 sebagai ketua kelas, dengan beberapa kali postingan tercepat. Maka setidaknya pada gel 21 ini, nama shima mewarnai peringkat teratas dalam "Formula one" postingan. 

Anda tidak dapat membayangkan bagaimana serunya arena kompetisi postingan itu, jika anda tidak mengikutinya. Karena kompetisi ini ada di dunia nisbi. Untuk menempatkan link postingan diurutan teratas itu tidak mudah. Dibutuhkan perjuangan dan usaha yang luar biasa. Sehingga wajar, ketika link postingan mulai menempel pada "Papan peringkat postingan" sensasi luar biasa akan dirasakan oleh setiap pemiliknya. Kerennya, ternyata Shima mampu melakukan itu semua dengan sangat baik. Bayangkan pada pertemuan 2, 3, 4, dan 5 beliau finis pertama. Kualitas tulisan tidak main-main. Saya baca, benar-benar postingan yang complete. Puluhan komentar pun mewarnai kolom komentar blognya. Benar-benar excellent.

Tapi selain shima yang membuat saya terkesima, saya juga punya satu sahabat penulis lain. Tapi penulis satu ini tidak dapat dibanding dengan kami penulis pemula. Sahabat satu ini, diam-diam tetapi sudah punya karya besar. Tiga buah novel sudah berhasil Dia terbitkan. Namanya Marhani Kani, saya lupa nama penanya. Dia guru Matematika seperti saya, tetapi kemampuan menulisnya luar biasa. Genre tulisan yang dipilih pun jauh dari latar belakang keahliannya. Saya teringat pada pak Domo, seorang sarjana pertanian, tetapi memiliki genre menulis cerita fiksi. Nah, Marhani ini mirip sekali dengan pak Domo itu.

Sebenarnya saya sangat berharap beliau ini bergabung dengan grup menulis PGRI. Dalam bayangan saya, beliau pasti akan mudah sekali mendapat perhatian tim Om Jay dan sebentar saja bisa menjadi narasumber. Tetapi orang beda karakter, kalau saya suka "heboh" meskipun dengan karya sederhana. Kalau beliau ini lebih low profil walaupun dengan sejumlah karya besar. Dia ini bahkan menjadi editor dan kurator saya, terutama untuk tulisan-tulisan bergenre fiksi, seperti novel atau cerita roman. 

Tapi meski demikian, Shima atau Marhani tetap menaruh hormat pada senior mereka. Maklum mereka adalah anak-anak mudah berbakat. Sementara saya adalah senior yang senang mengembangkan bakat ... he...he...Terbukti buku solo perdana saya dibeli dengan harga yang pantas dan ikhlas ... Mungkin begitu atuted penulis, selalu ingin menghargai karya penulis lainnya. Saya ingat pesan om Jay, jika ingin menjadi penulis hebat, banyaklah membaca dan membeli buku, terutama buku karya sesama sahabat penulis.
"Jika foto memotret kehidupan dengan gambar, maka menulis memotret kehidupan dengan aksara, keduanya unik untuk menyimpan keabadian" 

Tolitoli, 16 Oktober 2021
Muliadi