Pengikut

Rabu, 04 Agustus 2021

Menguak Dapur Penerbit Mayor

 Resume Ke-11 Rabu, 4 Agustus 2021



Tema              :  Menguak Dapur Penerbit Mayor
Narasumber     : Edi S Mulyanta
Gelombang      : 19
Moderator       : Sri Sugiastuti

Pembukaan 

Alhamdulillah, rasa syukur kepada Allah swt karena malam ini, pertemuan ke-11 saya masih bisa mengikuti dengan baik. Meskipun saya harus akui, ada kepenatan yang membebani. Mungkin karena perjalanan semakin menanjak, ataukah lawan semakin kuat.. ha..ha.. maaf saya tertawa lepas, agar penat sedikit terkelupas. Lihat saja, sudah dua sesi berturut-turut saya semakin jauh terpental dalam perebutan urutan list peringkat pada kompetisi balapan menulis cepat.

Materi malam ini "Menguak Dapur Penerbit Mayor" menurut hemat saya cukup sensional. Bukankah masalah dapur itu, masalah yang sensitif dan rahasia? kenapa harus dibongkar-bongkar? 

Tapi saya berpikir positif saja, mungkin pak Edi S. Mulyana Narasumber kita malam ini menganggap bahwa seluruh peserta kelas belajar menulis om Jay sudah seperti keluarga sendiri. Keluarga besar penerbit mayor .. he...he. Sebab kalau bukan, mana boleh kita diajak menguak dapur segala. Tapi saya yakin itu hanya sebuah ungkapan, cara tim kerja belajar penulis om Jay menarik perhatian peserta menulis. hebat...hebat...salut.

Alhamdulilah, malam ini kita kembali ditemani oleh bu Kanjeng yang ayu bersahaja. Dengan keramahan khas keraton solo berpadu dalam bingkai kemapanan sebagai penulis dan pembicara. Bu Kanjeng membuka acara dengan santun dan salam, seraya mengucapkan rasa syukur atas nikmat sehat dan sempat. Tak lupa Bu Kanjeng mengajak kepada semua peserta berdoa, memohon kehadirat Allahurabbi agar materi yang disampaikan dapat memberikan manfaat dan inspirasi bagi semua.

Bu Kanjeng  memperkenalkan profil narasumber melalui tautan ini:  https://omjaylabs.wordpress.com/2020/04/22/biodata-edi-s-mulyanta/

Secara singkat Narasumber bernama E.S Mulyanta, S.Si,M.T. Beliau lahir di Jogyakarta, tanggal 24 Mei 1969. Kedudukan beliau pada penerbit Andi sebagai sebagai Publishing Consultant Andi Publisher. Beliau sudah menikah dengan pujaan hati ibu Retna G, dan telah dikaruniai 3 orang anak.

Pak Edi (saya memanggilnya demikian) sebenarnya adalah penulis lepas. Diawal karirnya sebelum bergabung dengan penerbit Andi publisher, beliau justru banyak mengandalkan hidupnya dari kegiatan menulis. Pak Edi seakan ingin menunjukkan pada penulis pemula, bahwa jika kegiatan menulis itu benar-benar ditekuni, maka sangat mungkin kita dapat mencari kehidupan dari sana. Ini tertentu tergantung motif kita menulis. Tapi kan menulis dengan motif ekonomi sah-sah saja. 
 

Paparan materi.

Pak Edi, mengawali pemaparan dengan menggambarkan bagaimana terpuruknya dunia industri di masa pandemi covid-19. Semua industri, tidak terkecuali industri penerbitan dan percetakan mengalami guncangan hebat selama masa pandemi berlangsung. Kondisi tersebut memaksa setiap industri berupaya melakukan inovasi untuk menemukan siasat dan strategi baru agar mampu survive dalam badai ekonomi yang berkepanjangan, khususnya dibidang pemasaran produk, dalam hal ini buku.

Mau tidak mau, di era pandemi ini pola distribusi buku mengalami perubahan yang cukup signifikan. Jika sebelumnya saluran outlet menjadi jalur utama pemasaran. Justru saat ini menjadi korban dari keganasan virus Covid 19, karena ditutupnya jaringan-jaringan toko buku atau dibatasinya aktivitas pusat perbelanjaan. Situasi ini memaksa penerbit menggunakan strategi pemasaran lain, diantaranya melalui pendekatan serangan udara (ini istilah pak Agust Subardana).

Dampak dari menurunnya omset penjualan akibat dari pembatasan operasi outlet toko buku fisik karena kebijakan PSBB atau PPKM, secara otomatis telah membuat proses penerbitan buku menjadi melambat menyesuaikan dengan kondisi output penjualan buku yang melambat. Bagaimanapun Outlet toko buku, merupakan sarana pemasaran yang cukup efektif dibandingkan dengan strategi pemasaran lainnya.

Namun dengan berlakunya PSBB di beberapa daerah, dengan otomatis Toko buku andalan penerbit yaitu Gramedia memarkirkan bisnisnya di sisi pit stop dan terhenti sama sekali. Dari omzet normal dan terhenti di pit stop menjadikan omzet terjun bebas berkisar 80-90% penurunannya. Outlet yang tertutup menjadikan beberapa penerbit ikut terimbas, sehingga mereposisi bisnisnya kembali. Hal ini berdampak secara langsung ke produksi buku hingga ke sisi penulis buku yang telah memasukkan naskah ke penerbit menanti bersemi di Toko Buku.

Sebetulnya menurut pak Edi, sebelum hari raya 2021, perkembangan penjualan buku cukup baik. Kondisi tersebut membuat banyak penerbit menaruh harapan yang cukup tinggi pada saat itu. Setelah hari raya, ternyata gelombang Covid mengembalikan penjualan buku ke titik terendah sejak 2020, sehingga  penerbit akhirnya harus mencoba outlet-outlet baru.

Sementara itu, penerbitan sebagai dapur pengolahan naskah dari penulis, menurut pak Edi sebenarnya tidak ada masalah berarti, khususnya dari sisi penerimaan naskah baru. Di era pandemi ini, naskah masih saja mengalir dengan cukup baik. Bisa jadi ini karena banyak calon penulis yang melakukan WFH sehingga banyak waktu untuk menulis naskah buku.

Tuntutan untuk tetap produktif kepada para pengajar baik guru maupun dosen, menjadikan laju naskah baru masih tetap terjaga dengan baik. Yang menjadi kendala adalah justru dipengolahan naskah, mulai dari editorial, setting perwajahan dan cover hingga produksi buku cetak.

Terbitnya UU nomor 3 Tahun 2017 yag diikuti oleh Peraturan Pemerintah 2 tahun kemudian yaitu PP No 75 tahun 2019 sebetulnya telah memperkuat posisi penerbit dan penulis. Dalam UU tersebut dijelaskan dengan detail bagaimana proses industri penerbitan dan unsur-unsur yang ada di dalamnya. PP No 75 sebagai aturan pelaksana kemudian mengatur secara lebih detail bagaimana proses membuat naskah hingga menyebarluaskannya.

Penulis sebaiknya memperhatikan dengan seksama peraturan pemerintah no 75 tersebut. Mengingat dengan PP ini proses penerbitan buku akan mejadi lebih cepat. Kenapa lebih cepat, karena ada aturan-aturan yang detail bagaimana sisi penulis mengajukan naskah hingga sisi penerbit dalam mengelola naskah menjadi buku.

Terkait dengan penerbit mayor dan minor, menurut pak Edi sebenarnya tidak ada dalam Undang-undang perbukuan no 3 tersebut. Jadi ini hanya pembagian yang secara alamiah terjadi, dimana penerbit mayor tentu mempunyai jumlah produksi yang lebih tinggi dibanding dengan penerbit minor.

Perpustakaan nasional sendiri, menggolongkan penerbit kedalam penerbit yang berproduksi ribuan dan ratusan yang terlihat dalam pembagian ISBN yang dikeluarkannya. Jadi tidak ada mayor dan minor

Dikotomi penerbit mayor dan minor, terjadi di sisi pemasaran buku. Dimana ada penerbit yang mampu menjangkau secara nasional dan ada yang regional saja. Hal ini diperuncing lagi dengan pembagian yang dilakukan oleh lembaga pendidikan tinggi di Indonesia atau Kemendikbud DIKTI, yang mensyaratkan terbitan buku harus berskala nasional penyebarannya.

Penerbit yang sudah terlanjur beroplah besar tentu tidak ada masalah dengan hal ini, karena memang skala produksi dan skala mesin produksinya memang sudah terlanjur besar, sehingga untuk memenuhi pasar nasional tidak terlalu sulit.

Sebetulnya yang tidak kala penting dari aspek penjualan buku adalah minat pembaca. Ketepatan dalam merespon kebutuhan dan keinginan pembaca tentu akan memberikan dampak yang baik terhadap nilai penjualan buku. Pengalaman penerbit Andi dalam mengidentifikasi tema buku yang paling diminati menjadi sangat penting saat keadaan chaos seperti ini. Suatu keberuntungan, tema-tema yang upto date mengenai virus corona, mampu dengan cepat ditebarkan ke penulis-penulis penerbit Andi sebelumnya. Dengan begitu para penulis dengan cepat pula mendapatkan bahan-bahan atau buku-buku yang berkaitan dengan virus.

Kesiapan penulis, dalam menuliskan materi dalam sebuah buku menjadikan tantangan tersendiri, mengingat bahan-bahan sumber rujukan masih belum tersedia dengan mudah. Namun kabar baiknya penerbit Andi telah mempunyai database penulis yang cukup baik, sehingga dengan cepat dapat mengidentifikasi siapa penulis yang berkompeten di bidang ini. Dan dengan cepat pula meramu materi, kemudian kita launch, dan beruntung mendapatkan sambutan yang baik.

Kesimpulannya adalah kesiapan penulis dalam updating materi tulisannya adalah menjadi mutlak diperlukan untuk dapat ditawarkan hasil tulisannya tersebut ke penerbit.

Saat ini penerbit Andi mereposisi produksi buku fisik untuk tidak dilakukan pencetakan secara massal, akan tetapi menyesuaikan dengan kondisi pasar yang fluktuatif. Hal ini tentunya memberikan kesempatan yang lebih lebar kepada calon penulis untuk mencoba memasukan era baru ini, dimana produksi buku akan mengikuti keinginan pasar secara lebih spesifik.

Produksi penerbit Andi saat ini mencoba memenuhi permintaan cetak dari 10 eksemplar hingga 300 eksemplar. Range produksi ini disesuaikan dengan keadaan daya serap pasar yang cenderung mengikuti komunitas dari penulis bukunya sendiri.

Selain itu penjualan online cukup membantu untuk tetap menjaga cash flow. Dan yang paling penting penerbit Andi mencoba untuk memproduksi buku dalam bentuk digital atau e-book supaya kesempatan untuk terbit menjadi lebih luas.


Pada kesempatan yang sama pak Edi membagikan website yang dapat dikunjungi untuk melihat buku-buku digital yang telah diproduksi selama ini yaitu bukudigital.my.id 

Para penulis yang ingin agar bukunya cepat bisa ditebitkan, maka salah satu triknya adalah mengikuti arahan dari PP 75, yaitu melakukan editing mandiri dari sisi penulis, sehingga akan sangat membantu dalam proses editorial di sisi penerbit.



Sedangkan editorial di sisi penerbit adalah


Kesempatan ini sangat layak untuk dicoba dengan cara mempelajari bagaimana melakukan editing mandiri sebelum diserahkan ke penerbitan, sehingga proses penerbitan akan dapat dipersingkat.

Hal lain yang perlu diketahui oleh penulis adalah naskah dapat diterima oleh penerbit mayor apabila :
  1. Tulisan harus baik dan Unik, baik dalam arti pemilihan tema yang menarik dan yang paling penting adalah unik, karena mempunyai hal yang berbeda dengan yang lain dan mempunai nilai kebaruan.
  2. Banyaknya naskah yang masuk, sehingga waktu seleksi dan produksi terbebani dengan antrian yang sangat banyak.
Untuk dapat deal dengan cepat, semua penerbit mayor akan sangat tertarik jika penulis mempunyai captive market sendiri. Captive market merupakan sebuah pasar dimana calon pembeli hanya dihadapkan pada pilihan yang sangat terbatas. Sehingga penulis yang mempunyai massa (guru, dosen, penggiat, artis) menjadi magnet yang cukup menarik untuk dapat diterbitkan karyanya.

Buku sebaiknya sudah diputuskan formatnya oleh penulis, dalam arti penulis sudah mempunyai bayangan ukuran buku, ketebalan, dan siapa pembacanya. Struktur buku yang baik, juga sangat menarik editorial untuk memutuskan diterbitkan atau tidak sebuah buku. Dengan struktur buku yang baik, tentu akan memudahkan naskah untuk diolah secara optimal.

Penutup
Penerbit mayor sebagai pemain utama dalam industri perbukuan mengalami penurunan omset penjualan yang cukup tajam dimasa pandemi ini. Hal ini terjadi karena Outlet toko buku yang merupakan sarana pemasaran yang paling diandalkan terpaksa harus menghentikan kegiatannya akibat kebijakan PSBB maupun PPKM. Meskipun demikian dari sisi penerbit,  tidak ada masalah berarti dari sisi penerimaan naskah baru. Sehingga produktivitas menulis tetap bisa berjalan. 

Agar proses penerbitan bisa lebih cepat, maka sebaiknya para penulis memperhatikan dan mengikuti UU nomor 3 tahun 2019 dan PP nomor 75 yang mengatur secara detail tentang cara melakukan editing mandiri dari sisi penulis, sehingga akan sangat membantu dalam proses editorial di sisi penerbit. Pada UU atau PP nomor 75 tidak diatur soal penerbit mayor atau penerbit minor.

Menerbitkan buku di penerbit mayor seperti penerbit Andi adalah sebuah tantangan bagi penulis. Oleh sebab itu, memahami karakteristik dan seluk beluk proses penerbitan di penerbitan mayor sangat perlu bagi seorang penulis.

Buku adalah sahabat paling setia rela mendampingi di mana pun dan kapan pun tanpa pernah memikirkan dirinya. Sebaik-baik teman sepanjang zaman adalah buku. Maka, mari menulis, wujudkan mimpi besarmu dengan membut buku dan diterbitkan oleh penerbit. Ada penerbit mayor ada penerbit minor, anda pasti tau penerbit mana yang akan menjadi tujuan pelabuhan bukumu.

Wassalam 



8 komentar: