Pengikut

Rabu, 06 Oktober 2021

Hybrid Learning di Masa PTMT

 

Sumber gambar: dedysetyo.net

Alhamdulillah, hari ini Rabu, 6 Oktober 2021 saya mengajar di kelas XII TKJ 1. Pembelajaran matematika dimulai pukul 08.20 dan berakhir pukul 09.40. Satu jam pelajaran hanya 20 menit. Karena matematika 4 jam pelajaran, maka mendapat jatah waktu 80 menit. Sedikit memang, jauh dari jam pelajaran pada situasi normal. Tetapi harus dapat dimanfaatkan secara optimal. 

Begitulah situasi belajar di masa PTMT (Pembelajaran Tatap Muka Terbatas), bukan hanya waktu yang dikorting, tetapi juga siswa dibuat bergilir ganjil genap. Jadi sekarang bukan hanya Jakarta yang menerapkan ganjil genap, tetapi juga di daerah-daerah. Tetapi bukan untuk nomor kenderaan, melainkan untuk mengatur pembatasan jumlah siswa yang hadir di sekolah. Dalam hal ini pengaturan giliran kehadiran dibagi berdasarkan nomor absen genap dan ganjil. Jika hari senin nomor ganjil yang tatap muka di kelas dan nomor genap di rumah, maka pada hari berikutnya atau hari selasa giliran nomor genap yang tatap muka dan nomor ganjil belajar di rumah, demikian seterusnya. Tujuannya tidak lain untuk meminimalkan kerumunan yang dapat memicu terjadinya penyebaran covid-19 yang masih mengancam.

Pengaturan PTMT yang demikian, bagi saya menjadi suatu kesempatan untuk mencoba mempraktekkan model "Hybrid learning" atau "Blended learning". Model pembelajaran ini merupakan salah satu kerangka kerja yang diamanahkan oleh UNICEF untuk membuka kembali sekolah. Pembelajaran dengan model kelas hibrid digunakan untuk meng-akomodir pembukaan sekolah sebagian atau sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Setidaknya ada dua alasan yang membuat saya harus mencobanya. Pertama, saya penasaran bagaimana rasanya melaksanakan pembelajaran hibrid itu. Kedua, saya tidak ingin mengulang materi yang sama dalam dua kali pertemuan dengan siswa berbeda, padahal itu bisa dilakukan sekali. 

Pemahaman tentang hybrid learning, saya acu berdasarkan penjelasan Prof Dr Eko Indradjit dimana hybrid learning dan blended learning dipandang sebagai dua hal yang berbeda. Dalam hal ini blended learning adalah pembelajaran yang di blended yaitu mencampur atau menggabungkan beberapa pola pembelajaran, sedemikian sehingga kita tidak lagi dapat memisahkan antara satu pola pembelajaran dengan pola pembelajaran lainnya. Analogi blended learning seperti orang yang mem-blender buah mangga, apel dan susu. Setelah diblender tidak dapat dipisahkan lagi.  

Ini contoh blended

Dalam praktek pembelajaran, blended learning terjadi saat kita melaksanakan pembelajaran di kelas, kemudian pada saat yang sama kita misalnya menggunakan software atau aplikasi test seperti quizizz, kahoot, atau lainnya.

Sementara Hybrid learning, adalah kombinasi antara sejumlah metode pembelajaran atau pola pembelajaran sesuai dengan pilihan terbaik pada masing-masing sesi yang berkaitan dengan topik bahasan dan tujuan pembelajaran. Dalam hal ini, meskipun dikombinasikan, setiap metode masih dapat dikenali dengan jelas batasannya antara metode yang satu dengan metode lainnya. Analoginya kira-kira seperti rujak, meskipun dicampur, bahan-bahan penyusunnya masih dapat dipisahkan. Seperti gambar berikut.

Ini contoh hybrid

Dari penjelasan Prof Eko, sangat lugas dan jelas bahwa contoh implementasi hybrid learning adalah saat kita melaksanakan pembelajaran di kelas untuk sejumlah siswa, bersamaan dengan pembelajaran untuk siswa di rumah dengan memanfaatkan aplikasi online seperti google meet atau zoom. 

Proses pembelajaran yang saya lakukan di kelas XII TKJ 1 sebagai berikut: saya mengajar memanfaatkan beberapa perangkat untuk menjangkau semua siswa, baik yang di kelas saat itu maupun siswa ada di rumah. Pada saat itu, siswa dengan nomor ganjil di kelas, sementara siswa bernomor genap di rumah. Pembelajaran berlangsung pada saat yang sama dengan materi dan penjelasan yang sama.

Alhamdulillah praktek pembelajaran hibrid sebagaimana yang dimaksud dapat saya laksanakan pada pembelajaran matematika di kelas XII TKJ 1 hari itu. Sebelum mengajar, saya menginformasikan kepada siswa yang ada di rumah untuk mengikuti kegiatan belajar melalui google meet pada link yang telah dibagikan. Tayangan presentasi di google meet bersumber dari laptop yang terhubung ke proyektor. Jadi pada saat yang bersamaan, siswa di rumah dan siswa di kelas dapat melihat tayangan presentasi yang sama. Penjelasan pun berasal dari sumber yang sama, yaitu guru berbicara di depan laptop. Untuk memudahkan siswa, baik yang di rumah maupun yang di kelas menerima penjelasan mengenai prosedur penyelesaian suatu rumus, saya menggunakan pen tablet. Sehingga tulisan yang diterima siswa akan sama. Kira-kira gambarnya seperti ini.

Sumber gambar : Among Guru

Hari itu siswa yang bergabung di google meet ada 10 orang. Jumlah ini sebenarnya masing kurang. Ada sekitar 5 siswa tidak bergabung. Satu siswa meminta izin kepada saya melalui WA. Sementara 4 siswa lainnya tidak ada pemberitahuan. Namun saya bersyukur, karena pembelajaran benar-benar berjalan sebagaimana yang direncanakan. Meskipun perangkat yang saya gunakan sebenarnya terbilang sederhana, karena hanya menggunakan sebuah laptop, proyektor, dan sebuah pen tablet. 
      

Selain mempraktekkan hybrid learning, pada hari itu saya mengenalkan pembelajaran dengan memanfaatkan aplikasi online yang cukup populer saat ini, yaitu blog. Aplikasi ini saya gunakan karena beberapa alasan. Pertama, blog merupakan "buku digital" yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk menulis, menjawab pertanyaan, mengumpulkan tugas, atau menyajikan hasil kreativitas dalam bentuk gambar, video, atau suara. Kedua, blog adalah media yang sangat fleksibel dan interaktif, karena siswa dapat menulis dan memperbaikinya secara real time. Ketiga, saat ini sumber belajar sangat terbuka luas. Guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber belajar. Jika siswa familiar dengan blog, maka siswa akan menjadi akrab dengan berbagai sumber belajar digital lainnya. Selain itu, tentu saja khusus dimasa pandemi blog sangat mendukung interaksi non fisik untuk mencega penularan covid-19.

Namun terkait dengan blog ini ada sesuatu yang aneh menurut saya. Awalnya saya berpikir siswa TKJ pasti sudah akrab dengan blog, atau setidaknya dengan web. Alasannya, karena mereka sehari-hari akrab dengan komputer dan jaringan. Sehingga untuk urusan web atau blog dan sejenisnya, menurut hemat saya bukan lagi masalah bagi mereka. Tetapi dugaan saya ternyata keliru. Dari sejumlah yang siswa hadir, tidak satupun yang mengenal blog atau wordpress. Padahal mereka anak milenial. 

Bukankah anak milenial seperti mereka lebih familiar terhadap berbagai produk digital. Belum lagi dalam kurikulum SMK itu ada mata pelajaran sistem informasi digital (simdik), kemana materi itu dibawah. Bukan hanya itu, di kelas Bisnis saya juga bertanya, apakah anak-anak sudah dapat menggunakan Exel? Jawabannya serentak, belum pak. Saya berharap, jawaban mereka tidak benar. Saya berharap mereka hanya menguji saya, padahal kenyataannya mereka lebih hebat. Tetapi jika itu benar, bagaimana mereka dapat beradaptasi dengan dunia serba digital saat ini? Tetapi saya berpikir positif saja, mungkin karena mereka tidak perna dikenalkan dengan aplikasi ini. Atau mungkin mereka terlalu asyik dengan game? entahlah. 

Yang jelas hari itu, semua siswa yang hadir langsung saya bimbing membuat blog sendiri. Kebetulan mereka belajar di laboratorium komputer. Jadi tidak ada masalah soal fasilitas dan jaringan. Alhamdulillah, semua siswa yang hadir akhirnya dapat membuat blog, meskipun masih sangat sederhana. Dengan memanfaatkan blog ini, skenario pembelajaran akan dilaksanakan sebagai berikut.
  1. Materi pelajaran, tugas, dan soal latihan disajikan di blog guru (diblog saya). Blog ini juga menyajikan tautan ke youtube yang dapat memberikan penjelasan jika siswa mengalami kesulitan menyelesaikan tugas yang diberikan. Melalui blog ini, siswa juga dapat bertanya atau memberikan testimoni terkait materi, tugas atau soal yang diberikan.
  2. Untuk menjawab soal, siswa menuliskan jawabannya di blog. Selanjutnya tautan jawaban dikirimkan melalui grup WA. Melalui tautan yang dikirimkan siswa, saya sebagai guru memeriksa dan memberikan koreksi serta masukan terhadap jawaban siswa.
  3. Siswa dianjurkan untuk memanfaatkan berbagai sumber belajar. Blog, youtube, dan lain-lain untuk memahami materi yang diberikan. Jika masih ada yang kurang dipahami, maka akan dicatat di blog atau ditanyakan pada saat tatap muka.
Jika skenario ini berjalan baik, saya berharap terjadi perubahan pola belajar siswa. Guru tidak lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar. Keberhasilan belajar tidak semata-mata ditentukan oleh guru. Guru hanya fasilitator dan motivator. Sumber belajar sangat terbuka dan murah. Berhasil atau tidak tergantung kepada siswa. Tidak ada siswa yang bodoh, yang ada hanya siswa yang malas dan rajin. Seperti kata Thomas Alva Edison "Jenius itu 1 persen inspirasi dan 99 persen keringat". Jadi kuncinya adalah kerja keras dan kesungguhan. Sebuah ungkapan Arab "Man Jadda Wa Jadda" barang siap yang bersungguh-sungguh dia pasti berhasil.

Tolitoli, 5 Oktober 2021
Muliadi





4 komentar: