Pengikut

1000 Guru Motivator Literasi

Segera Daftarkan Diri Anda.

Lintas Pagi Spirit RRI Tolitoli

Diskursus Penguatan Nilai-Nilai Pancasila di dalam Kehidupan Sehari-hari.

Dialog Lintas Pagi RRI Tolitoli

Guru Kontrak atau PPPK Menjadi Harapan Terakhir bagi para Honorer, ketika batasan usia dan kuota tidak lagi dipenuhi.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 20 Desember 2021

Kamis, 16 Desember 2021

Pentigraf (Negeri Aneh)


Negeri Aneh
Oleh Muliadi

Konon disebuah negeri yang indah nan subur terdapat sebuah lembaga pelatihan yang disebut Asadi. Secara fisik Asadi tidak jauh berbeda dengan lembaga pelatihan pada umumnya. Namun, sarana pelatihan yang dimiliki oleh Asadi terbilang cukup mewah. Asadi digadang-gadang sebagai lembaga pelatihan terbaik dari segi fasilitas. Berbagai status disematkan untuk memberi kesan bahwa Asadi adalah lembaga pelatihan bermutu. Status mentereng, seperti Lembaga Latih Kerajaan (LLK) atau royal center of excellence membuat Asadi selalu istimewa dimata kerajaan. 

Namun anehnya, pihak kerajaan tidak pernah tahu apa yang terjadi di lembaga ini. Asadi yang telah diberikan banyak bantuan, ternyata tidak memberikan hasil optimal sebagaimana diinginkan. Mutu pelatihan terpuruk. Budaya belajar merayap. Aksi tipu-tipu dan budaya korupsi tumbuh subur. Nilai peserta latih dapat dimanipulasi dengan mudah. Iklim dan budaya akademik gersang. Kepemimpinan akademik hanya impian. Pimpinan Asadi mampak sebagai pimpro ketimbang pimpinan lembaga pelatihan.

Meredupnya mutu pelatihan di lembaga Asadi, tidak menghilangkan kesempatannya memperoleh bantuan. Status elegan silih berganti disematkan, membuatnya senantiasa spesial dibanding lembaga latih lain. Jumlah peserta latih yang besar turut membuatnya bersinar, sehingga teropong kerajaan selalu tertuju padanya. Hasilnya, pembangunan fisik terus berdatangan. Begitu masifnya, sampai gedung yang dibangun pun bertumpuk bak benteng kerajaan. Mungkin memang kerajaan sengaja menyiapkannya untuk perang. Entah perang melawan siapa. Benar-benar lembaga pelatihan di negeri yang aneh.


Minggu, 12 Desember 2021

Serba Mudah

Belajar sekarang serba mudah. Belajar apa saja. Setidaknya itu menurut saya. Tentu pelajaran yang baik dan bermanfaat, baik untuk diri sendiri atau orang lain. Belajar tidak perlu menghapal. Bahkan boleh dikata, kita sedikit menghemat kerja otak. Betapa tidak, kalau kita lupa misalnya, tinggal ketik saja kata kuncinya, maka informasi yang kita butuhkan langsung terbuka.

Saya membayangkan otak kita itu seperti ada cadangannya. Misalnya ketika saya mau membuat format halaman di word. Ceritanya saya mau membuat halaman berbeda antara satu bagian dengan bagian lainnya. Bagian dokumen yang lain saya ingin beri nomor romawi. Sementara halaman lainnya, saya mau beri halaman dengan angka biasa (angka latin). 

Awalnya saya tidak tahu caranya. Sempat bingung juga, tetapi tidak lama sebab saya tahu bahwa ada cara cepat untuk mengetahuinya. Saya tinggal mengetikkan kata kunci "membuat penomoran berbeda pada halaman berbeda" pada halaman pencarian google. Tidak butuh waktu lama, angsung dapat petunjuk. Tidak perlu saya membaca semuanya. Cukup beberapa bagian saja, yang penting informasinya dapat. Hasilnya, penomoran halaman langsung jadi. 

Suatu ketika saya penasaran apakah bahasa pemrograman python memiliki framework yang dapat digunakan untuk membuat aplikasi berbasis GUI  atau Graphical User Interface. Untuk memenuhi rasa penasaran , saya tidak perlu pusing bertanya kepada orang lain atau mencari buku yang membahas tentang python. Saya cukup menuliskan kata kunci lagi, yaitu "framework python". Hanya sepersekian detik, informasinya langsung tersedia dan menjawab rasa penasaran saya.  Melalui mesin pencarian google juga saya ketahui kalau GUI itu adalah sistem antarmuka yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer melalui tampilan grafis.

Pokoknya sekarang serba mudah. Serba praktis pragmatis. Dunia benar-benar banjir informasi. Sekarang tinggal dari kita saja mau belajar atau tidak. Mau memanfaatkan peluang atau tidak. Siapapun bisa belajar dan memanfaatkan berbagai media yang tersedia untuk belajar dan mengembangkan diri. Tidak terkecuali siswa di sekolah. Belajar tidak perlu menghapal. Hemat saja otak kita. Simpan saja hal-hal yang rumit di media yang tersedia. Panggil lagi ketika kita perlu. Belajar bisa lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan gaya belajar kita masing-masing. 

Belajar tidak cukup hanya ingin mengetahui (learning to know). Tetapi belajar bisa lebih dari itu, yaitu belajar dengan cara melakukan (learning to do). Belajar memecahkan masalah nyata yang ada disekitar kita atau masalah kita sendiri itu akan lebih bermakna. Belajar juga semestinya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Sesuaikan dengan bakat, minat, dan kebutuhan kita (learning to be). 

Ditengah booming informasi, belajar semestinya lebih produktif karena kita dapat langsung fokus pada produk. Produknya bisa berupa software atau hardware. Bisa juga berupa ide atau gagasan baru. Pokoknya kalau belajarnya cara begini, guru tidak perlu banyak ceramah, tetapi bisa langsung praktik atau berlatih menyelesaikan problem solving. Sehingga kemampuan analisis, berpikir kritis, dan memecahkan masalah semakin terlatih. 

Menurut hemat saya, jika di sekolah itu siswanya berpikiran maju dan mau menjadi yang terbaik. Tidak perlu menunggu guru untuk belajar. Cukup dengan mengetahui materi apa yang akan dipelajari atau mengetahui KD-KDnya saja, siswa bisa langsung tancap gas mempelajarinya lebih awal. Sehingga ketika sampai di sekolah atau di kelas, guru dan siswa tinggal berdiskusi atau mengelaborasikan materi yang ada. Dengan cara tersebut guru tidak perlu lagi berceramah panjang lebar, atau menjelaskan dari A sampai Z. Kalau bisa guru tinggal test saja. Testnya pun bisa lebih kreatif, bukan hanya test tertulis, tetapi juga unjuk kerja atau projek.

Saya ingat pada waktu saya sekolah dulu. Pada saat itu jelas internet belum ada, apalagi HP android. Satu-satunya sumber belajar bagi siswa, kalau bukan guru, ya buku. Buku pun terbatas. Perpustakaan umumnya cukup luas. Luas bukan karena ukurannya yang panjang atau lebar, tetapi luas karena bukunya cuma sedikit dan pengunjungnya dapat dihitung dengan jari..he....he. Sama dengan laboratorium sekolahlah kira-kira, kalau tidak dibuat gudang biasanya di buat kelas. 

Namun ditengah keterbatasan informasi saat itu, semangat kompetisi di kalangan siswa cukup tinggi. Mereka bukan hanya ingin "mengalahkan" sesama siswa. Tetapi kadang-kadang juga iseng ingin "mengalahkan" guru. Semangat kompetisi inilah yang membuat siswa saat itu berusaha mengetahui lebih dulu dari siswa lainnya atau bahkan mengetahui lebih awal dari gurunya. Saya ingat, suatu ketika saya belajar matematika di kelas, saya melihat bahwa guru yang mengajar saya saat itu begitu pandai dalam matematika. Guru tersebut memiliki buku pegangan yang selalu digunakannya dalam mengajar. Entah kenapa, tiba-tiba saja muncul ide dalam kepala saya ingin "mengalahkan" guru itu. 

Maka ketika waktu istrahat, saya memeriksa buku yang digunakannya. Bagitu saya tahu bukunya, saya cari kunci jawaban dari soal-soal yang ada dalam buku tersebut. Entah kebetulan atau saya memang lagi beruntung, saya menemukan kunci jawaban buku tersebut di toko buku. Saya belilah bukunya. Singkat cerita, ketika guru mulai menjelaskan tentang contoh penyelesaian dari soal-soal dalam buku, saya langsung menjawab dan bahkan sedikit memberikan koreksi. Karena bermaksud ingin sedikit "mengerjai guru", saya mengajukan pertanyaan dalam bentuk soal yang saya ambil dari kunci jawaban dari buku yang saya beli. Mungkin karena tidak siap dengan pertanyaan saya, guru tersebut sempat bingung dan mengembalikan pertanyaan kepada saya. 

Awalnya saya pura-pura pusing juga, tetapi karena tidak ada yang menjawab, maka saya mencoba mengerjakannya di depan. Tentu saja saya tidak kesulitan mengerjakannya, karena saya telah mempelajarinya lebih dahulu di rumah, dan bahkan menghapalnya. Akhirnya guru mengapresiasi pekerjaan saya. Nah, dari sini kita dapat mengambil pelajaran, jika dalam kondisi keterbatasan saja, siswa masih bisa menguasai materi lebih dulu dari gurunya, lalu mengapa tidak dizaman yang serbah mudah menemukan ini. Kemadirian dalam belajar memang diperlukan.
  


Sabtu, 27 November 2021

Pentigraf (Kutinggalkan)

Pagi itu suasana hati Agmatino benar-benar galau, pikirannya tegang. Beberapa properti yang harus dia siapkan untuk kegiatan belum juga beres, sementara waktu pelaksanaan semakin mendesak. Agmatino membuka laptop untuk membuat sertifikat yang harus diserahkan pagi itu. Proses loading laptop membuat raut mukanya seakan meledak. Seperti sedang menunggu ribuan tahun, detik demi detik terasa begitu lambat.  "Astagfirullah, kenapa lambat sekali laptop ini loading" gumannya. Berkali-kali  ditekannya tombol Esc dengan harapan ada percepatan. Tapi nampaknya sia-sia, proses loading tetap saja tidak berubah. Agmatino sendiri sebenarnya sadar bahwa proses loading laptop biasa saja. Tetapi logikanya seakan sudah tertutup oleh emosi dan ketegangan jiwanya. 

Tetiba dari balik kamar, terdengar suara Rani istrinya menanyakan kunci motor yang biasa digunakannya. "Papa tidak lihat kunci?" sayup-sayup suara Rani memecah kebuntuan pagi itu, Agmatino tidak menjawab. Dia pikir pasti istrinya dapat menemukan sendiri. Sekonyong-konyong suara motor beat terdengar meluncur meninggalkan rumah. Itu pasti dia, pikir Agmatino. Lalu kenapa pula dia pergi tanpa pamit begitu? cepat-cepat disiapkannya semua properti yang akan di bawah. Agmatino menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Dilihatnya jam di HP sudah menunjukkan pukul 08.30. Wajahnya  semakin kalut. Istri belum juga pulang. Dia mencoba menyusul dengan mobil. Tapi Agmatino tidak menemukannya. Entah kemana dia pergi. "Tega sekali dia pergi tanpa pamit meninggalkanku" keluh Agmatino dalam hati. Apakah dia tidak mempertimbangkan anaknya yang masih membutuhkan asuhannya. Pikirannya semakin kacau membuat konsentrasinya buyar, hampir saja seorang ibu terserempet oleh mobil yang dikendarainya, Astagfirullah. 

Tiga kali dikitarinya jalanan kota dan kembali ke rumah, tapi lagi-lagi dia tidak menemukan istrinya. "Kemana gerangan istriku" suara lirih keluar dari mulutnya. Sesaat kemudian tangisan anaknya yang masih bayi terdengar dalam rumah. Mungkin sibayi yang baru dua bulan itu menyadari situasi yang kurang baik itu, Hati Agmatino tidak sabar lagi menunggu di rumah. Tekadnya sudah bulat, akan meninggalkan istrinya. Terserah pikirnya saat itu. Agmatino menyalakan mobil. Diinjaknya pedal gas dengan emosi. Mobil meluncur mengeluarkan suara cicit bergesekan dengan aspal. Entah dari mana dia muncul, tiba-tiba istrinya sudah ada di depan mobil dengan motor beatnya. "Kenapa lama sekali" sergah Agmatino. "Saya cari susu untuk mazen, susunya habis" jawab Rani istrinya. "Saya tadi keliling cari susu MT, tapi tidak ada, kebetulan begitu saya balik lagi, apotik yang menjual susu MT sudah buka" bebernya panjang lebar. "Ya, sudah, cepat simpan motor, kita berangkat". Mereka berangkat menuju arena kegiatan pelaksanaan upacara HUT PGRI ke-76 dan HGN 2021. Ada dua teman guru yang ikut. Alhamdulillah, akhirnya mereka tiba dengan selamat, kegiatan juga belum dimulai.  

Rabu, 24 November 2021

Terpaksa

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak, itulah keadaan yang saya alami. Kegiatan sudah direncanakan. Ada dua kegiatan, yaitu acara bincang santai kepenulisan dan acara puncak peringatan HUT ke-76 PGRI dan HGN 2021. Pada acara puncak yang saya risaukan bukan acara puncaknya, tetapi pada hari itu ada acara pentingnya buat saya dan kawan-kawan guru penulis, yaitu lauching buku. Kedengarannya keren kan? he..he.. sebenarnya saya sendiri agak malu-malu menyebut istilah itu. Tapi saya tidak menemukan istilah lain yang tepat.

Nah, dua acara ini, yaitu bincang santai dan launcing buku, keduanya "mentor-nya" saya. Artinya kalau saya tidak hadir, acaranya pasti tidak akan seru. Sebenarnya acaranya sih masih bisa jalan meskipun tanpa saya. Tetapi saya yakin teman-teman penulis lain pasti merasa tidak PD juga, mengingat acara ini, termasuk sensasional yang memiliki nilai promosi dan motivasi. Saya sebut begitu, karena saya dan kawan-kawan memang akan mempromosikan bahwa di Tolitoli ini ada guru-guru "hebat" yang sudah berkarya di duni literasi. Sedangkan sisi motivasinya adalah ingin mengajak seluruh guru di Kabupaten Tolitoli untuk terlibat aktif dalam kegiatan literasi dan memperbanyak karya melalui tulisan.

Lalu apa masalahnya? nah ini dia. Sejak kemarin, hari selasa asam urat saya belum juga redah. Sehari sebelumnya memang saya sudah merasakan serangan asam urat tinggi. Tetapi saya cuek saja, meski berjalan harus mengatur langkah agar tidak terlalu sakit, tetap saja dampaknya tetap terasa. Apalagi kemarin itu, saya pakai mobil sendiri, otomatis kaki kiri yang mendapat giliran kena asam urat tetap harus melaksanakan tugas menginjak pedal kopling. Belum lagi tanjakan terjal Pangi harus dilewati. Alhasil, dampak asam uratnya makin tidak terkedali. 

Semalam saya meminta istri membelikan saya obat lagi. Harapannya setelah minum obat, siapa tahu rasa sakitnya bisa redah. Memang sejak semalam, rasa sakit ini bertambah-tambah. Bengkaknya pun sepertinya terus naik. Setelah makan malam dan minum obat, saya putuskan untuk istrahat. Tetapi belum lagi sempat merebahkan badan, eh teringat kalau bahan untuk presentasi besok belum juga selesai. Mau tidak mau saya harus berdamai dengan rasa sakit sambil membuat materi untuk besok. Alhamdulillah, meski sedikit agak dipaksakan jadi juga bahan presentasinya, berharap besok efek asam urat bisah lebih bersahabat.

Namun harapan untuk mendapatkan keadaan normal pagi harinya, ternyata tidak sepenuhnya berhasil. Efek obat dan istrahat yang diharapkan terjadi, nampaknya kurang berhasil. Sejak subuh saya sudah mencoba menggerakkan kaki kiri yang sakit. Ada sedikit perubahan, tetapi nampaknya rasa sakit masih cukup mengganggu. Belum bisa diinjakkan secara secara normal. Masih terlalu sakit kalau dipaksanakan berjalan. Apalagi kalau pakai sepatu, pasti sangat sangat sakit. Disini masalahnya, sementara kehadiran saya di acara bincang santai kepenulisan itu sangat penting. Saya pengagas acaranya, dan saya pula penanggungjawabnya. 

Saya harus punya cara untuk bisa ke arena kegiatan, sebab kalau tidak, tentu akan kurang seru. Saya sebenarnya sudah punya ancar-ancar akan ikut bersama dengan ketua PGRI Tolitoli. Tetapi ternyata beliau sudah bermalam di lokasi. Jadi tidak mungkin saya ikut dengan beliau. Untungnya beliau memberikan solusi. Beliau berjanji akan mengontak Salmin. Salmin ini salah satu staf admin PGRI yang juga staf di SD Percontohan dimana pak Ketua bertugas. Alhamdulillah, permasalahan terpecahkan. Pagi-pagi Salmin sudah menelpon menyatakan siap menjemput saya ke lokasi acara. 

Saya hanya berharap semoga Allah swt meridhoi niat saya ini, dan acara yang sudah direncanakan bisa berjalan dengan baik dan lancar. Sebenarnya kami sangat berharap acara ini menjadi pemicu semangat dan motivasi sahabat guru untuk terus mengembangkan diri melalui kegiatan menulis.

Tolitoli, 24 November 2021

Muliadi


Kamis, 18 November 2021

Inklusivitas di Dunia Digital

Apa itu inklusivitas?  

Inklusivitas berasal dari kata inklusi. Kata ini diambil dari kata “inclusion” yang berarti mengajak masuk atau mengikutsertakan atau merangkul. Dalam KBBI dijelaskan bahwa inklusi salah satu kata sifat atau adjektiva yaitu kata yang menjelaskan nomina atau pronomina. Sehingga jika di lekatkan pada kata dunia digital dan menjadi inklusif di dunia digital  artinya sifat inklusif di dunia digital. Dengan demikian, maka inklusifitas di dunia digital pada hakekatnya adalah penerapan sifat inklusif  di dunia digital, yaitu suatu sikap yang penuh keterbukaan, menerima segala bentuk perbedaan, dan turut memfasilitasi perbedaan dan keragaman untuk memperoleh akses, dan manfaat dari dunia digital. 

Sifat inklusif berlawanan dengan sifat eksklusif. Sifat eksklusif atau eksclusion, artinya menegasi atau mengeluarkan. Sifat ekslusif menggambarkan suatu sifat mengistimewakan. Sifat ini cenderung menganggap pihak lain yang beda, tidak layak atau tidak perlu berada dalam kelompoknya. Sifat ekslusif selalu memperkuat identitas kelompok dan melemahkan atau merendahkan kelompok lainnya. Perbedaan dan keragaman tidak dipandang sebagai kekayaan khasanah sosial, tetapi justru akan dianggap sebagai ancaman terhadap identitas kelompok. Tentu saja sifat ini, akan sangat berbahaya, apalagi jika terjadi di dunia digital.

Mengapa kita harus bersikap inklusif di dunia digital?

Digital sendiri berasal dari kata digitus bahasa yunani yang artinya jari jemariJemari kita ada 10. Nilai 10 terdiri dari 2 angka penting (radix) yaitu 0 dan 1. Angka ini disebut juga angka biner. Setiap sistem komputer menggunakan sistem bilangan biner sebagai basis data. Sistem biner (binary digit) disebut juga sistem digital.

Dalam pengertian ini, dunia digital lebih dimaknai sebagai segala hal yang berkaitan dengan kemajuan teknologi digital dengan infrastruktur utamanya adalah internet. Nah, terkait dengan topik kita ini, maka dunia digital yang dimaksud disini adalah dunia dimana terjadi interaksi dan komunikasi antara individu atau anggota masyarakat dengan memanfaatkan perangkat digital (HP, Android, Komputer, dan sejenisnya) berbasis internet. 

Salah satu konsekuensi dari masifnya penggunaan teknologi digital adalah lahirnya kelompok masyarakat baru yang disebut masyarakat digital (digital society). Masyarakat digital merupakan masyarakat yang bertranformasi dari masyarakat "konvensional" melalui penggunaan perangkat digital berbasis jaringan. Sederhananya, permasalahan yang berasal dari dunia nyata yang relatif terbatas, kemudian dibawa ke dunia maya dan akhirnya menjadi konsumsi publik yang lebih luas. Oleh sebab itu, dunia nyata dan dunia digital pada hakekatnya terhubung.

Meskipun dunia nyata dan dunia digital terhubung, tetapi masing-masing memiliki karakteristik yang khas. Jika interaksi dan komunikasi di dunia nyata relatif terbatas, maka ketika masuk ke dunia digital maka interaksi dan komunikasi akan mengglobal. Apapun yang disampaikan atau dimasukkan (upload) ke dalam perangkat digital yang terhubung dengan internet, akan otomatis menjadi konsumsi publik yang nyaris tanpa batas.

Akibatnya, ragam pandangan, respon, atau tanggapan atas setiap postingan akan lebih tinggi. Potensi dampaknya pun akan lebih besar, baik potensi baik maupun potensi buruk. Potensi baiknya, seseorang bisa menjadi populer dan mendapat simpatik dari banyak orang. Sementara potensi buruknya, seseorang bisa juga menjadi "hancur" nama baiknya, turun martabatnya akibat fitnah, ancaman, perundungan, berita hoaks, dan lain-lain. Potensi konflik pun semakin terbuka akibat dari tajamnya perbedaan pandangan. Tidak sedikit konflik sosial terjadi akibat perbedaan pandangan yang dipertajam melalui media sosial. 

Oleh sebab itu,  salah satu alasan perlunya sikap inklusif di dunia digital adalah untuk menghadirkan sikap respek terhadap perbedaan yang kerap muncul di dunia digital. Melihat perbedaan dan keragaman sebagai sebuah keniscayaan, sehingga perbedaan harus dilihat sebagai "perekat" persatuan daripada sebagai alasan untuk "menghancurkan" atau crush. Perbedaan dan keragaman merupakan ornamen yang mempercantik kehidupan bermasyarakat, dan bukannya menjadi alasan pembenar untuk saling memusuhi.  

Allah swt sendiri mengingatkan kepada manusia untuk selalu bersikap inklusif terhadap perbedaan. Dalam surah Al-hujurat ayat ke-13 Allah berfirman 

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti". 

Perbedaan adalah sunnatullah yang tidak bisa dicegah oleh manusia. Allah sengaja menciptakannya agar diperoleh sebuah keindahan. Keindahan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk keindahan dalam bermasyarakat karena hadirnya akhlak dalam berinteraksi. Bagaimana mungkin bisa melihat keindahan dalam warna yang monoton?

Oleh sebab itu mendorong terwujudnya masyarakat digital yang inklusif menjadi sebuah keharusan, yaitu sebuah masyarakat yang mampu menerima berbagai bentuk keberagaman dan keberbedaan serta mengakomodasinya ke dalam berbagai tatanan maupun infrastruktur yang ada di masyarakat digital. Perbedaan dan keberagaman meliputi keberagaman budaya, pandangan, bahasa, gender, ras, suku bangsa, strata ekonomi, termasuk keberbedaan karena kemampuan fisik / mental (disabilitas). 

Pada intinya kita berada dalam lingkungan yang inklusif dan harus mempunyai “sikap” yang inklusif, karena lingkungan inklusif adalah lingkungan sosial masyarakat yang terbuka, ramah, meniadakan hambatan dan menyenangkan karena setiap warga masyarakat tanpa terkecuali saling menghargai dan merangkul setiap perbedaan. Tidak ada satu orang pun di dunia ini termasuk dunia digital yang dapat menghindar dari perbedaan. Perbedaan itu ada karena kita hidup sebagai makhluk sosial dan bukan makhluk individual.  

Karena setiap perbedaan dan keragaman perlu diperlakukan secara adil, maka sikap inklusif juga diperlukan untuk mengakomodir setiap perbedaan karena keterbatasan fisik dan mental. Dalam hal ini penyandang disabilitas atau kelompok inklusi, perlu mendapat fasilitas yang ramah terhadap kebutuhan khusus mereka di dunia digital. Dalam lingkungan masyarakat digital yang inklusif, penyandang disabilitas selain harus aman dari berbagai bentuk perundungan, pada saat yang sama harus mampu menyediakan fasilitas yang ramah disabilitas dalam mengakses perangkat digital.

Selain dari sisi keterbatasan fisik dan mental, hambatan lain yang menghambat inklusivitas di dunia digital adalah keterbatasan karena faktor wilayah. Kondisi geografis Indonesia yang beragam telah menimbulkan kesenjangan dalam memperoleh akses internet. Saat ini jaringan internet belum sepenuhnya mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia, terutama pada daerah terpencil. Tentu ini menjadi tantangan tersendiri dalam mendorong inklusivitas di dunia digital. 

Namun pada konteks ini, pemerintah terus berupaya memenuhi keterjangkauan internet ke seluruh wilayah Indonesia dengan cara meningkatkan pembangunan infrastruktur jaringan. Meskipun diakui bahwa penetrasi pembangunan jaringan internet di Indonesia termasuk rendah. Tetapi, upaya untuk melakukan pemerataan jangkauan internet terus dilakukan. 

Akhirnya dengan mengembangkan 3 aspek tersebut di atas, yaitu inklusif dalam melihat perbedaan, inklusif karena keterbatasan fisik, dan inklusif karena keterjangkauan internet, maka inklusivitas di dunia digital dalam diwujudkan secara efektif. 

Minggu, 14 November 2021

Jadi Baik

Alhamdulillah, akhirnya rapat pengurus PGRI Kabupaten dapat dilaksanakan. Pengurus yang hadir memang tidak banyak, jika diprosentase dari jumlah seluruh pengurus kurang lebih 40%. Meski demikian, tujuan rapat terpenuhi. Setidaknya segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan menjelang peringatan HUT PGRI ke-76 dan HGN Kabupaten Tolitoli tahun ini sudah dibahas. Kalau ada yang luput dari perhatian, itu bukan lagi hal penting.

Oh iya, rapat hari ini sebenarnya pengganti dari rapat yang dilaksanakan kemarin. Rapat kemarin tidak dapat dilanjutkan karena pengurus yang hadir hanya 3 orang. Saya sendiri tidak bisa hadir karena WA saya tidak dibalas oleh pak Ketua. Sehingga saya berpikir mungkin rapatnya tidak jadi. Belum lagi hari itu kota Tolitoli diguyur hujan deras. Ba'da zuhur hujan mulai turun. Makin lama makin deras. Beberapa orang mulai memposting kondisi jalan di area kota yang mulai kebanjiran. Tempat-tempat yang umumnya menjadi langganan banjir kali ini tenggelam lagi. Seputar kantor camat, rumah sakit mokopido, dan area sekitar perumahan guru nyaris tertutup lumpur. Wajar saja hari itu rapat tidak jadi karena sebagian pengurus mungkin lebih sibuk menghadapi banjir.

Melihat situasi tersebut, pak ketua langsung me-reschedule rapat. Melalui postingan WA saya lihat rapat diundur besok jam 09.00. Saya tidak beri komentar, meskipun waktu yang ditentukan oleh pak ketua bertepatan dengan kegiatan tutorial saya di UT. Setiap hari minggu, mulai pukul 08.00 - 10.00 saya harus mengisi kuliah online di Universitas Terbuka. Otomatis saat rapat dimulai saya masih online. Tapi biar saja, saya pikir nanti juga pak ketua menelpon. Benar saja, lewat jam 9 pak ketua menelpon. Apa boleh buat kegiatan tutorial online masih berlangsung. Pak ketua tentu sangat maklum, karena beliau sendiri adalah pengelola UT di Tolitoli.

Menjelang pukul sepuluh, tutorial pembelajaran matematika SD saya tutup. Mahasiswa saya tugaskan menyelesaikan tugas wajib 2. Pertemuan hari ini adalah pertemuan ke lima. Sudah menjadi aturan di UT setiap pertemuan 3, 5, dan 7 ada tugas wajib yang harus dikerjakan oleh mahasiswa. Jadi saat mahasiswa mengerjakan tugas, saya menutup perkuliahan dan bergegas menuju gedung guru untuk mengikuti rapat.

Rapat memang sudah dimulai, tetapi sepertinya belum menyentuh aspek penting yang akan dilaksanakan. Saat saya memasuki ruang rapat, wakil sekretaris dan ketua sedang memimpin rapat. Pak Tasmin langsung meminta saya menuju meja pimpinan rapat. Sebetulnya tidak terlalu penting menurut saya, tetapi karena diminta saya manut saja.

Akhirnya pak ketua menyerahkan pembahasan sejumlah kegiatan kepada saya. Laptop yang digunakan oleh pak ketua sepertinya bermasalah. Untunglah saya sudah menyiapkan laptop sejak awal. Materi yang akan dibahas dipindahkan ke saya melalui WA. Agenda kegiatan hari itu mematangkan persiapan agar dalam pelaksanaan nanti semua berjalan berjalan lancar.

Ada banyak kegiatan yang akan dilaksanakan dalam peringatan HUT PGRI kali ini. Dari daftar yang telah tersusun tercatat 5 cabang olah raga yang akan dipertandingkan, yaitu sepak bola mini, bola volly, sepak takraw, tenis meja, dan catur. Sementara dari bidang seni tercatat ada 3 mata lomba yang akan dipertandingkan, yaitu paduan suara, nyanyi solo, dan MC. Sebenarnya ada satu lagi lomba olahraga yang harus dilaksanakan yaitu senam PGRI. Tetapi cabang lomba ini urung dilakukan karena pendaftarnya tidak mencapai target, yaitu minimal 5 kecamatan.

Lomba olah raga dan seni selalu menjadi kegiatan favorit menjelang peringatan HUT PGRI setiap tahunnya. Penggemarnya cukup banyak. Alasan lainnya, lomba ini banyak menarik perhatian penonton sehingga suasana menjadi meriah. Namanya juga memeriahkan, ya harus dibuat meriah dan heboh agar peserta dan warga masyarakat yang menyaksikan kegiatan bisa menikmati dengan hati yang gembira. Maklum, setelah kurang lebih dua tahun belakangan masyarakat seakan terbelenggu oleh kehadiran virus Covid-19. Pelaksanaan kegiatan yang mengumpulkan orang banyak dilarang. Tentu tujuannya baik, agar masyarakat aman dari penularan Covid-19 yang demikian masif.

Kembali ke pembahasan rapat. Selain kegiatan lomba, momentum peringatan HUT PGRI kali ini juga dimanfaatkan untuk memberi penguatan pada aspek kompetensi dan kapasitas SDM, khususnya guru. Sudah sejak lama gagasan untuk menghadirkan kegiatan yang lebih mendorong peningkatan kualitas guru selalu digaungkan. Tetapi entah kenapa, kegiatan seperti itu sulit sekali terlaksana. Saya merasa ada beberapa hal yang selalu menjadi kendala, yaitu strategi pelaksanaan, biaya, narasumber dan minat peserta. Kegiatan pelatihan peningkatan SDM memang perlu dipersiapkan secara matang. Sebab jika tidak, bukan tidak mungkin kegiatan tersebut hanya akan bersifat seremonial. Tidak efektif, dan hanya menghamburkan anggaran. 

Menjelang peringatan HUT PGRI dan HGN tahun ini, setidaknya ada 3 acara penting yang berkaitan dengan upaya peningkatan SDM ini, yaitu bincang santai kepenulisan, workshop peningkatan kapasitas pengurus, dan lounching buku. Bincang santai kepenulisan rencananya akan menghadirkan sejumlah guru penulis yang telah berhasil menerbitkan buku maupun yang sedang aktif menulis di berbagai platform digital. Tujuannya adalah mengajak dan memotivasi para guru agar mau dan aktif menulis. Menulis sebenarnya adalah kebutuhan para guru untuk meningkatkan kapasitas dirinya. Namun mereka sulit menulis karena tidak ada motivasi. Oleh karena itu, kegiatan bincang santai ini penting untuk mentriger para guru agar bangun dari kemalasan menulis.

Satu gagasan brilian menurut saya, datang dari pak Tasmin. Menurutnya kegiatan launching buku sebaiknya dilaksanakan pada saat upacara puncak peringatan HUT PGRI dan HGN. Alasannya, saat itu merupakan momentum strategis untuk mengenalkan kepada Bapak Bupati, bahwa di Tolitoli ini ada juga guru yang "berprestasi" dan bahkan pada level nasional. Menulis bagi guru memang masih menjadi sesuatu yang istimewa, khususnya di daerah. Itulah sebabnya, ketika ada guru yang menjadi penulis, apalagi telah menerbitkan buku akan dipandang sebagai ikon intelektualitas. Tapi itu tidak salah, lihat saja kata seorang penulis hebat ibu Sri Sugiastuti (2021) "Kemampuan menulis dipandang sebagai indikator intelektualitas dan kematangan berpikir". Jadi, saya sepakat dengan gagasan pak Tasmin. 

Dari hasil diskusi hari itu, disepakati kegiatan launching buku akan dilaksanakan pada saat upacara puncak. Tepatnya, pada saat Bapak Bupati selesai menyampaikan sambutannya. Saat itulah dilaksanakan launching buku perdana saya bersama-sama teman guru lainnya. Mudah-mudahan semua nanti akan berjalan lancar. Jika ini berhasil, bukan tidak mungkin akan lahir penulis-penulis hebat dari kota kecil ini. Pelopornya adalah PGRI, hebatkan? Untuk menambah kesakralan launching buku ini, pak ketua berencana turut memasukkan salah satu point penting dalam sambutanya adalah tentang guru-guru penulis ini. 

Saya hampir lupa, selain berkaitan dengan kepenulisan, kegiatan yang tidak kalah penting adalah workshop penguatan kapasitas pengurus PGRI. Semua tingkatan, pengurus Cabang maupun pengurus Kabupaten. Workshop ini bertujuan meningkatkan kemampuan pengurus dalam mengelola organisasi PGRI. Diakui atau tidak, hampir semua pengurus PGRI yang terpilih bukanlah orang yang berpengalaman mengelola organisasi. Kepemimpinan boleh oke, tetapi jika manajemen lemah, maka output organisasi juga akan lemah. Sehingga wajar jika program-program yang berjalan tidak berbasis pada perencanaan dan lebih bersifat improvisasi. Lalu bagaimana mau menilai keberhasilan program?

Sudah saatnya PGRI menunjukkan jati dirinya sebagai organisasi para profesional. Oleh sebab itu berbena diri adalah kuncinya. Ingin lebih baik itu adalah keharusan, sebab jika tidak, maka kita pasti mengelola organisasi yang bangkrut. Bangkrut karena tidak menjadi lebih baik dari sebelumnya. Sudah saatnya organisasi yang besar ini di kelola secara profesional. Saya tidak meragukan kualitas manajemen organisasi pada level PB, bahkan provinsi. Tetapi bagaimana dengan Kabupaten dan Cabang? Masih sangat banyak yang harus dibenahi. PGRI tidak boleh hanya hebat dipusat, sementara di daerah melempem. Sebagai sebuah sistem, PGRI harus kuat pada berbagai lini, termasuk di level organisasi terendah. 

Kadang-kadang kebaikan itu perlu diprovokasi agar mau bergerak menunjukkan jati dirinya. Itulah sebabnya saya mendorong pak Tasmin membuat rompi infokom PGRI. Biar nanti pada saat upacara, publik tahu atau pemerintah tahu bahwa PGRI itu serius dan dapat diandalkan. PGRI itu tidak recehan, tetapi profesional. Namanya penampilan pasti sangat berpengaruh terhadap pandangan orang lain kepada PGRI. Bahasa kerennya, personal branding itu harus dibangun, dan itu diawali dari penampilan fisik. Semoga menjadi lebih baik, Amiin.

Tolitoli, 14 November 2021
Muliadi

   



 

Selasa, 09 November 2021

Catatan Pembelajaran Hari ini

Selasa, 9 Nopember 2021

Pukul 07.20 - 09.00

Saya memulai kelas matematika dengan berdoa. Salah satu siswa memimpin doa, yang lain tinggal mengikuti saja. Suasana mendung, hujan ringan sudah mulai turun menimpa atap seng sekolah membuat suara bising. Cukup mengganggu suaranya, suara kita jadi tidak terdengar jelas. Saya memberikan semangat kepada siswa agar mereka tidak terlalu terpengaruh suasana  alam yang kurang kondusif.

Dari proses pembelajaran selama ini, saya menyadari siswa masih banyak kelemahan dalam menyelesaikan masalah matematika. Persoalannya cukup kompleks. Salah satu yang cukup penting menjadi perhatian adalah kemampuan menurunkan rumus. Siswa memang cukup lemah dalam melakukan operasi matematika. Kendatipun itu operasi matematika yang cukup sederhana. Misalnya dalam menyelesaikan persamaan. Akibatnya pembelajaran matematika sulit mengalami kemajuan.

Dari fenomena ini, maka saya berpikir mungkin diperlukan latihan yang berulang-ulang (drill) dalam menyelesaikan masalah. Jika proses tersebut dilakukan setidaknya siswa dapat belajar bagaimana seharusnya memproses suatu rumus hingga memperoleh penyelesaian. Saya biasa memberikan tips kepada siswa bagaimana menyelesaikan operasi aljabar. Begini tips yang biasa saya berikan:
 
jika dia tambah (+), maka beri dia kurang (-)
jika dia kurang (-), maka beri dia tambah (+)
jika dia kali (x), maka beri dia bagi (:)
jika dia bagi (:), maka beri dia kali (x)
Namun jangan lupa, kita harus adil.

Maksudnya seperti ini,meskipun sebetulnya anda juga sudah tau:
misalkan ada persamaan 2x - 4 = -5 + 7x, maka untuk menentukan nilai x dengan menerapkan tips di atas sebagai berikut:

2x -7x - 4 = - 5 + 7x - 7x 
(7x positif (+) maka diberi -7x (-) diruas kiri dan ruas kanan, ini disebut adil) diperoleh:
-5x - 4 = - 5
(-4 negatif (-)  maka diberi +4 (+) diruas kiri dan ruas kanan, adil) 
-5x - 4 + 4 = -5 - 4, sehingga diperoleh
-5x = - 9
(-5x adalah (-5) kali x, sehingga harus diberi bahagi (:)) sehingga diperoleh
-5x/-5 = -9/-5, hasilnya adalah
x = 9/5

Ini sebenarnya bukan tips baru atau istimewa. Bahkan itu adalah prosedur standar dalam operasi matematika. Namun untuk membuka "kebekuan berpikir" dan menghilangkan kesan formal dalam operasi matematika, maka saya mendeskripsikannya seperti itu. Sederhananya, berilah operasi yang berlawanan dengan operasi yang tersedia (+ -, x :, akar dengan kuadrat, dst). 

Tetapi karena pengalaman belajar terdahulu yang kurang "lengkap", maka siswa selalu saja kesulitan menerapkan ini. Mungkin juga, siswa memerlukan pengalaman belajar yang intens untuk dapat menguasai operasi aljabar dengan baik. Ini artinya drill diperlukan untuk melatih keterampilan siswa.

Selain masalah kemampuan melakukan operasi, siswa juga masih sangat kesulitan menemukan informasi yang relevan dengan kebutuhan penyelesaian masalah. Kendatipun informasi tersebut, masih informasi yang cukup simpel atau sederhana. Ini mungkin hanya perspektif pribadi saya. Tetapi faktanya memang demikian.

Contohnya sebagai berikut:

Jumat, 05 November 2021

Catatan Pembelajaran Mat XII TKJ 2

Kamis, 4 Nopember 2021

Hari ini saya mengajar di kelas XII TKJ 2, jumlah siswa hadir saat itu 14 orang. Pembelajaran di mulai pukul 07.20. Namun beberapa siswa masuk terlambat. Saya mempersilahkan saja mereka masuk. Tidak ada komentar atau nasehat agar jangan lagi terlambat. Saya pikir, kehadiran mereka lebih utama dari pada mereka terlambat.

Materi hari itu masih membahas tentang jarak. Jarak titik terhadap bidang. Saya mencoba sebuah strategi baru (menurut saya), yaitu memecahkan masalah "alah saya" sebut saja begitu. Ceritanya: saya memberikan soal di awal, kemudian memberi waktu kepada siswa untuk memikirkan, informasi apa yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah tersebut. 

Berikut masalah atau soal yang saya berikan:

Kamis, 04 November 2021

Refleksi 76 tahun PGRI

Boleh dikata, bulan ini adalah bulan eforia bagi guru dan anggota PGRI. Iya, acara tahunan ini memang telah menjadi agenda tetap, HUT PGRI dan HGN. Dua kegiatan yang terlihat seperti berbeda, tetapi pada hakekatnya satu. HGN ditetapkan jatuh pada tanggal 25 Nopember setiap tahunnya melalu Keppres nomor 76 tahun 1994. Sementara, 25 Nopember sendiri adalah hari kelahiran PGRI, yang tahun ini genap berusia 76 tahun. 

Meskipun disinyalir ada sejumlah pihak  yang ingin mengaburkan eksistensi PGRI sebagai organisasi yang menjadi penyebab lahirnya Hari Guru Nasional. Namun hal itu tentu tidak mudah dilakukan. Bagaimana pun juga perjalanan panjang PGRI sebagai organisasi guru telah turut mewarnai  perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sehingga wajar jika usia PGRI sama dengan usia kemerdekaan, yaitu 76 tahun. 

Terlepas dari semua itu, yang terpenting adalah HUT PGRI dan HGN merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Artinya memperingati HGN tanpa  mengingat HUT PGRI sama saja dengan memperingati kemerdekaan tanpa pembacaan teks proklamasi, tentu tidak akan lengkap dan pas.

Tetapi pertanyaan yang menggelitik adalah bagaimana memaknai HUT PGRI dan HGN setiap tahunnya? Apakah peringatan dan perayaan itu hanya selesai dalam balutan kegembiraan sesaat, sementara problem pendidikan dan guru seakan tak pernah beranjak. Lomba-lomba yang mendorong pada penguatan profesionalisme guru pun masih kurang diminati. Perhatian dan etos kerja kita lebih banyak pada kegiatan yang lebih mengandalkan fisik. 

Lalu, apakah itu salah, tidak juga. Apalagi untuk alasan memeriahkan. Namanya juga meriah, ya harus ramai, heboh dan menggembirakan. Tetapi jika    fokus kegiatan kita belum mencoba beralih dari posisi semula. Artinya dari tahun ke tahun itu-itu saja, maka artinya tidak ada kemajuan dari apa yang telah dilakukan bertahun-tahun ini. 

Jika dicermati, saya berpandangan setiap wujud aktivitas organisasi merupakan gambaran kualitas organisasi. Kualitas organisasi adalah refleksi kinerja pengurus organisasi. Organisasi adalah benda mati, kualitas warnanya bergantung pada kreativitas dan kualitas pengurusnya. Jadi secara logik, memperbaiki organisasi dilakukan dengan memperbaiki kualitas pengurusnya. Kalau yang ini juga semua sudah tahu.

Masalahnya adalah sepengetahuan saya, belum perna sekalipun pengurus yang terpilih, begitu dilantik kemudian mendapat pelatihan khusus bagaimana mengelola organisasi. Padahal notabene orang-orang yang terpilih sebagai pengurus bukanlah orang-orang berpengalaman berorganisasi. Kalau pun perna berorganisasi, pengalaman mereka pun bukan pengalaman terbaik. Paling-paling sama dengan pengalaman saat ini, tidak ada kemajuan atau perubahan. Sehingga wajar jika kapasitas dan kapabilitas mereka belum bisa diandalkan mengelola organisasi secara produktif.

Kita memang relatif abai dalam hal ini, akibatnya progres organisasi tidak mengalami pergeseran secara positif. Kecuali pencapaian besar dalam melunasi iuran. Saya jadi tergelitik dengan kritik pak Syam pada saat presentasi virtual, beliau mengatakan wajar saja jika anggota PGRI di sekolah bertanya "apa yang telah dilakukan PGRI kepada kami, apakah hanya menagih iuran"? Saya memahami kritik pak Syam terkait dengan sikap pengurus yang masih enggan menyampaikan hasil-hasil perjuangan PGRI. Tetapi bagi saya, itu juga belum cukup. Masih tetap diperlukan kehadiran program-program strategis yang digagas oleh pengurus pada setiap tingkatan yang langsung menyentuh kepentingan anggota. Jadi pengurus di daerah bukan hanya corong, tetapi lebih dari itu berperan menggerakkan sesuai kewenangannya.

Saya sendiri baru mulai serius mendalami PGRI pada kepemimpinan pak ketua saat ini. Hal ini mungkin terkait iklim dan gaya kepemimpinan dan visi dari masing-masing pemimpin. Dalam pencermatan saya, setiap pemimpin telah menunjukkan monumen hasil kepemimpinannya. Ada yang berhasil membangun aset, ada pula yang berhasil menyelesaikan hutang. Jadi dalam setiap periode kepemimpinan pasti ada kelebihannya. 

Namun ada pula yang belum berubah yaitu pola manajemen organisasi. Hal tersebut antara lain terlihat dari warna kegiatan yang belum mengalami perubahan. Kegiatan yang dilaksanakan umum-nya relatif stagnan. Masih berputar disekitar olahraga dan seni. Sementara dari aspek kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan kapasitas profesional belum mendapat proporsi yang seimbang. 

Warna dan kreativitas menurut hemat saya mungkin hanya dampak, yang justru menentukan adalah manajemen organisasi. Kita pasti paham, setidaknya ada dua hal yang penting dalam berorganisasi, yaitu kepemimpinan dan manajemen. Saya tidak ingin mengurai terlalu jauh soal konsep keduanya. Yang jelas kepemimpinan berkenan dengan kemampuan menggerakkan dan mempengaruhi. Dalam filosofi Tutwuri Handayani, didepan mengarahkan, ditengah membimbing, dan dibelakang mendorong, itu peran pemimpin. Tapi kemimpinan saja tidak cukup. Yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen. Manajemen itu berhubungan dengan kemampuan mengatur. Kalau memimpin sumberdayanya kharisma, maka manajemen sumber dayanya ilmu pengetahuan dan keterampilan. Contoh manajemen waktu, artinya mengatur waktu, alatnya: pengetahuan dan keterampilan mengatur waktu.

Sampai sejauh ini, kepemimpinan di PGRI menurut hemat saya tidak ada problem yang serius. Semua sudah berjalan cukup baik. Namun dari sisi manajemen, nampaknya kita masih banyak bermasalah. Mudah sekali melihat buktinya. Jika merujuk pada konsep manajemen, setidaknya ada 4 tahapan manajemen yang harus dilakukan, yaitu perencanaan, organisasi, kontrol, dan evaluasi. Pola ini secara implisit telah ada dalam sistem organisasi, tetapi problemnya belum tau cara menggunakannya. Kenapa? Karena perlu ilmu. Kalau ilmunya kurang, maka pasti tidak optimal. Buktinya, sekretaris PGRI Banggai sampai mempertanyakan tupoksi wakil ketua. Artinya ada kesenjangan di sana. Dan persoalan yang dialami oleh pengurus PGRI Banggai itu merupakan sinyal dan refleksi kualitas manajemen yang ada di daerah.

Siapapun boleh jadi pemimpin dengan kharisma yang dimilikinya. Tetapi tanpa kemampuan manajemen yang baik, pasti tidak akan berhasil mencapai tujuan. Kalaupun tercapai, pasti boros, tidak substantif, tidak efektif, dan tidak efesien. Bahkan pada kondisi tertentu yang dilakukan cenderung tidak kreatif,  monoton, dan tidak up to date. Salah satu dampaknya itu tadi, kegiatan yang belum beranjak dari kegiatan sebelumnya.

Saya ingin mengatakan, jika kegiatan-kegiatan pada peringatan HUT PGRI dan HGN masih belum meningkat, dan hanya fokus pada kegiatan yang itu-itu juga, maka boleh jadi organisasi yang besar ini belum berhasil memberikan perubahan pada pola pikir segenap anggotanya. Jika kreativitas dan inovasi sebagai gagasan perbaikan mutu pendidikan yang semestinya menjadi konsen organisasi masih belum tumbuh dan berkembang, maka bisa jadi itu dampak dari kualitas manajemen yang belum baik. Jangankan organisasi, artis saja butuh manajer. Artinya apa, manajemen itu sangat penting, manajemen itu mesin produksi, manajemen itu penggerak.

Lalu, bagaimana agar bisa berubah kearah yang lebih baik? Jawabannya: buat pelatihan manajerial untuk para pengurus PGRI. Materi pelatihannya antara lain: merumuskan dokumen rencana kerja, menyusun RAPBO, menyusun jadwal kerja, cara melaksanakan kegiatan,  cara melakukan kontrol atau pengawasan, dan cara melakukan evaluasi. Satu lagi yang tidak kalah penting, siapa melaksanakan apa, dst. 

Dengan pola manajemen seperti itu, maka sumber daya yang terbatas sekalipun bisa dibuat efektif, terukur penggunaanya, dan terukur pencapaiannya. Dalam prinsip SMM, tulis yang anda kerjakan dan kerjakan yang engkau tulis. Jangan melakukan sesuatu secara mendadak, tiba saat tiba akal. Apalagi jika kegiatan itu memerlukan anggaran yang besar. Sudah semestinya menempatkan program hasil konferensi sebagai panduan dalam bekerja, dan bukan semata-mata improvisasi.

Rumusnya kepemimpinan kuat, manajemen hebat, maka PGRI maju dan berjaya. Bukan tidak mungkin PGRI sebagai organisasi besar akan menjadi 3 kekuatan utama yang akan mewarnai Indonesia, yaitu Muhammadiyah, NU, dan PGRI.

Muliadi,M.Pd

4 November 2021


# DirgahayuPGRI

# GuruMenolakMenyerahkarenaCorona

Sabtu, 30 Oktober 2021

Rapat Panitia HUT PGRI & HGN 2021


Alhamdulillah, akhirnya rapat pembentukan panitia HUT PGRI ke-76 dan HGN tahun ini (2021) berjalan lancar dan sukses. Rapat dilaksanakan di SDN Salugan, kecamatan Lampasio. Desa Salugan terletak di jalan poros yang menghubungkan jalur poros Palu Tolitoli dengan ibu Kota Kecamatan Lampasio. Kira-kira 3 atau 4 kilometer lagi, barulah kita sampai ke Ibu Kota Kecamatan.

Saya sendiri tidak terlalu paham mengapa SDN Salugan yang dipilih sebagai tempat pelaksanaan rapat. Namun sepanjang pengamatan saya, lokasi sekolah memang cukup strategis, karena terletak tepat dipinggir jalan, dan berhadapan langsung dengan lapangan sepak bola. Dari penyampaian pak korwil Lampasio, saya ketahui kalau ketua PGRI cabang Lampasio masih keluarga dekat (paman dan kemenakan). Mungkin ini juga salah satu alasan, rapat dilaksanakan di Desa ini.

Saya bersama tim pengurus kabupaten berangkat ke lokasi rapat sekitar pukul 08.20 WITA. Ada dua mobil yang kami gunakan. Star dimulai dari sekretariat PGRI di jalan Sona Kelurahan Nalu. Ada kesepakatan bahwa pengurus yang akan ikut dengan rombongan agar berkumpul di sekretariat. Tetapi setelah menunggu beberapa saat, ternyata beberapa personil yang berencana ikut, ternyata batal berangkat. Ada pula yang memilih menggunakan kenderaan roda dua (motor). Ada rasa sedikit rasa kesal dihati pak Ketua karena personil yang batal atau menggunakan kenderaan sendiri tidak menyampaikan lebih awal sehingga waktu menunggu menjadi sia-sia.

Setelah dipastikan tidak ada lagi yang ikut dalam rombongan, pak ketua langsung memberi aba-aba berangkat. Mobil rush putih dan avanza putih milik pak Amin meluncur mulus menyusuri jalan aspal. Sampai di pompa bensin, kami singga sejenak mengisi bahan bakar. Kebetulan bahan bakar mobil saya sudah sekarat. Untunglah pom pengisian bahan bakar tidak terlalu jauh. Kebetulan antrian tidak ada sehingga saya bisa langsung mengisi bahan bakar. 

Ketika turun dari mobil, salah satu petugas pom bensin dengan badan cukup kekar (lebih tepat mungkin disebut besar) langsung menyalami saya sambil mencium tangan. Dengan sopan sang petugas bertanya "Isi bensin pak?", "Iya" saya menjawab singkat. Sambil berbasa basi saya bertanya "Tidak ada premium?". "Tidak ada pak, sedangkan pertalite mungkin akan habis juga pak" sang petugas menjelaskan. 

Sang petugas pom bensin yang sopan itu adalah mantan siswa saya. Saya sendiri sudah tidak terlalu kenal. Tetapi dia masih mengingat saya sebagai mantan kepseknya. Alhamdulillah, itulah hebatnya guru, meskipun bukan pejabat tinggi, jika bertemu dengan mantan siswa pasti akan mendapat perlakuan istimewah. Tetapi ada juga mantan siswa yang nakal atau pura-pura lupa ...he...he...

Setelah mengisi BBM, kami melanjutkan perjalanan. Perjalanan ke Desa Salugan dapat ditempuh dalam waktu lebih dari 30 menit. Jalan yang ditempuh menanjak tajam karena harus melewati gunung Pangi yang cukup tinggi. Harus hati-hati melewati puncak gunung Pangi ini, apalagi kalau musim hujan. Tidak sedikit kenderaan yang mengalami kecelakaan, terutama kenderaan berat.

Kami sampai di lokasi rapat pada pukul sembilan lewat. Disana sudah banyak anggota PGRI dari beberapa kecamatan. Tidak menunggu lama, rapat segera dimulai. Salah satu anggota tim menyiapkan proyektor untuk menayangkan bahan rapat. Tujuannya agar peserta rapat dapat menyimak dengan baik. Saya memang menyiapkan laptop untuk presentasi. Sambil menunggu kehadiran korwil Lampasio, saya mencoba menyiapkan susunan acara dan kepanitiaan yang akan dibentuk.


Selang beberapa waktu, pak korwil sudah hadir. Pak ketua meminta saya memulai acara. Acara diawali dengan sambutan dari ketua PGRI Kabupaten Bapak Abd. Gafar. Beliau mengajak kepada seluruh pengurus kecamatan agar memperhatikan perkembangan jumlah anggota PGRI di Kecamatan masing-masing. Hal ini bertujuan agar para pengurus tidak terbebani oleh setoran iuran ke Kabupaten. Bagaimanapun, besar kecilnya iuran akan bergantung pada jumlah anggota. Selain itu, pak ketua juga menyampaikan jika potongan iuran PGRI untuk guru-guru SMA/SMK sudah langsung dilakukan oleh bendahara gaji di provinsi.


Sambutan selanjutnya disampaikan oleh korwil Lampasio Bapak Dahril. Sebagai korwil, beliau menekankan pada kesiapan tuan rumah sebagai pelaksana HUT PGRI ke-76 dan HGN tahun 2021. Tahun ini memang ada keinginan bapak Bupati Tolitoli untuk menghadirkan 4000 guru pada perayaan HUT PGRI ke-76 dan HGN 2021. Sehingga hal ini membutuhkan persiapan yang matang, terutama berkaitan dengan akomodasi dan konsumsi. Sementara menurut pak korwil, persiapan finasial yang dimiliki oleh pengurus PGRI Lampasio selaku tuan rumah baru sekitar 50%. Oleh sebab itu, pak korwil sangat menganjurkan agar panitia perlu melakukan komunikasi yang intensif dengan unsur-unsur pemerintah, terutama kepala Desa Salugan. Di sela-sela sambutannya, pak korwil tidak lupa mengingatkan agar anggota PGRI itu kalau rapat PGRI harus pakai baju PGRI.


Pada sambutan yang ke tiga saya meminta ketua PGRI Lampasio menyampaikan sepakata-kata sebagai tuan rumah. Dalam sambutannya, ketua PGRI kecamatan Lampasio menyatakan kesiapannya untuk mengambil tanggungjawab pelaksanaan seluruh kegiatan memperingati HUT PGRI ke-76 dan HGN 2021. Saya melihat ada semangat yang luar biasa dari sang ketua mudah ini. Ketua PGRI Lampasio ini memang masih tergolong mudah. Namun diusianya yang cukup belia, dia sudah dipercaya menjadi ketua PGRI Kecamatan. Ini tentu bukan tanggungjawab yang sederhana. Tapi itulah pemuda, sukarno pernah berkata "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya atau beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia". Semoga dengan kekuatan jiwa mudanya, sang ketua PGRI Lampasio ini dapat mengguncang dunia PGRI ... he...he....apa tidak heboh itu.

Acara berikutnya pemilihan panitia inti. Saya memimpin langsung acara pemilihan. Setelah menerima masukan dari beberapa peserta rapat, akhirnya diputuskan susunan panitia sebagai berikut:


Sementara susunan kepanitian secara lengkap, akan disusun oleh tim atau panitia inti yang telah terpilih.

Perdebatan cukup seru terjadi pada saat pembahasan cabang lomba olahraga yang akan dilombakan. Perdebatan terutama terkait dengan konsekwensi biaya yang harus ditanggung oleh masing-masing kontingen. Tarik ulur pelaksanaan lomba belum menemukan titik temu. Melihat situasi ini, pak Ketua PGRI Tolitoli menyarankan agar daftar kegiatan lomba dibuat saja dulu, kemudian ditawarkan kepada seluruh kecamatan. Dalam hal ini, jenis lomba akan diputuskan berdasarkan jumlah pendaftar. Jika jumlah pendaftar dari kecamatan lebih atau sama dengan lima, maka cabang lomba akan dilaksanakan. Tentu ini usul yang sangat bijak karena dapat mengakomodir seluruh kepentingan peserta lomba dari berbagai kecamatan. Maklum, situasi Corona ternyata banyak mempengaruhi sumber-sumber pendapatan, terutama di Kecamatan.

Berdasarkan masukan itu, semuanya menjadi lebih mudah, dan akhirnya diperoleh kesimpulan mata lomba yang akan ditawarkan sebagai berikut:


Saya hanya bisa berharap semoga semua kegiatan lomba dapat dilaksanakan. Terutama lomba menulis. Oh iya, pada kesempatan itu juga, saya mencoba menularkan virus menulis kepada Bapak Ibu guru. Saya bahkan sengaja membawah beberapa buah buku yang telah saya tulis. harapannya dengan memperlihatkan bukti buku hasil karya sendiri, bapak ibu yang hadir dapat termotivasi untuk menulis.

Saya juga mencoba mengenalkan aplikasi greenfoot. Menjalani kemajuan digital saat ini, menurut saya sudah saatnya siswa atau guru sekalipun diperkenalkan dengan sumber inti kemajuan digital. Salah satunya coding. Pak Presiden sendiri mengatakan bahwa anak muda sekarang itu lebih baik belajar coding dari pada belajar bahasa inggris. Tentu maksudnya, agar anak mudah memiliki kemampuan mengadaptasikan diri dengan kemajuan teknologi digital saat ini. Meskipun belajar coding juga akhirnya perlu sedikit kemampuan bahasa inggris.  

Coding adalah seperangkat perintah yang dituliskan oleh seorang programer untuk menjalankan sebuah aplikasi. Ada pula yang mengartikan coding merupakan proses atau kegiatan pengolahan kode yang dituliskan menggunakan bahasa pemrograman tertentu. Belajar coding memang sedikit rumit karena diperlukan kemampuan logika yang baik dengan memanfaatkan code-code yang telah tersedia untuk suatu bahasa pemrograman. Namun mengenalkan coding kepada siswa melalui pembuatan game sederhana, tentu celup menarik. Oleh karena itu, melalui aplikasi greenfoot yang gratis dan open source, guru dapat membimbing siswa mengenal dunia coding sejak dini dengan cara yang menyenangkan.

Rapat berakhir sebelum shalat zhuhur. Panitia lokal ternyata sudah menyiapkan konsumsi untuk seluruh peserta rapat. Luar biasa, sangat terasa kebersamaan dan soliditas sebagai anggota PGRI. Pak ketua sempat mengajak saya untuk singgah di rumah makan jika kami pulang. Rupanya beliau tidak tau, kalau panitia menyiapkan konsumsi khusus rapat hari itu. Memang sebelum makan siang pak ketua sudah langsung ke mesjid. Sepulang dari mesjid, beliau langsung disuguhi makan siang. Karena semuanya sudah makan siang, ya sudah, tinggal berangkat saja.

Tolitoli, 30 Oktober 2021
 








Percakapan dengan Pak Dedy

Pada hari jum'at, tanggal 29 Oktober 2021 saya ditelepon oleh Pak Dedy Dwitagama. Saya sama sekali tidak menyangka, dan bertanya-tanya ada apa gerangan. Kebetulan saat itu saya sedang mengajar, dan sedang menunggu hasil kerja siswa untuk dinilai. Maka jadilah saya sambil berbincang dengan pak Dedy juga memeriksa pekerjaan siswa.

Awalnya pak Dedy menanyakan kabar dan tempat mengajar saya. 

"Pak Mul tempat tugasnya dimana?" tanya pak Dedy dari ujung telpon.

"Oh, iya pak Dedy, saya saat bertugas di SMKN 1 Tolitoli" jawabku.

"Wow, Tolitoli" pak Dedy seperti mencoba mengingat-ingat.
"Iya pak Dedy, Tolitoli Sulawesi Tengah" saya mencoba membantu mengingatkan.

Refeksi Pembelajaran Di Kelas XII TKJ 3

Jum'at, 29 Oktober 2021

Topik pada pertemuan ke 4 ini adalah menentukan jarak titik ke bidang. Untuk menguasai materi ini, setidaknya siswa harus memiliki pengetahuan prasyarat sebagai berikut:

  1. Sifat-sifat segitiga, meliputi garis berat, garis tinggi, dan luas
  2. Memahami konsep bidang
  3. Memahami konsep perpotongan dua bidang
  4. Kemampuan membuat gambar (bidang prontal, bidang ortogonal)
  5. Memahami konsep garis
  6. Memahami konsep jarak sebagai lintasan terpendek
  7. Menerapkan rumus pythagoras
  8. Menyederhanakan bentuk akar
  9. Menyelesaikan operasi aljabar
Sementara keterampilan yang dibutuhkan dan akan dikembangkan adalah:

  1. Keterampilan mengumpulkan informasi terkait, seperti apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, informasi dan pengetahuan sebagai instrumen yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah.
  2. Keterampilan mengolah dan menggunakan informasi untuk memecahkan masalah
  3. Keterampilan membuat kesimpulan berdasarkan proses pengolahan informasi dalam pemecahan masalah
Mengingat menyelesaikan masalah matematika umumnya memerlukan upaya keras, maka siswa juga diharuskan menumbuhkan dan memiliki sikap sebagai berikut:

  1. Kedisiplinan
  2. Kerja keras (Pantang menyerah)
  3. Kemandirian
  4. Berpikir kritis
  5. Kreatif 
  6. Dapat bekerja sama
  7. Ikhlas dan santun
Pada pembelajaran ini, siswa umumnya memiliki kelemahan pada :

  1. Kurang terampil dalam menyelesaikan operasi aljabar (Tidak dapat menurunkan rumus)
  2. Kurang terampil dalam mencari informasi dan memanfaatkannya dalam penyelesaian masalah (umumnya siswa berpikir mekanis)
  3. Kurang menguasai pengetahuan prasyarat, seperti menyederhanakan bentuk akar dan operasi aljabar
  4. Kurang disiplin dan bekerja keras, biasanya terlihat dari hasil kerja yang dibuat apa adanya (misalnya menggambar tidak menggunakan mistar)
  5. Lebih fokus pada penjelasan guru atau informasi yang disampaikan oleh guru dari pada menemukan sendiri melalui sumber-sumber belajar yang tersedia, termasuk memanfaatkan internet.
  6. Kemampuan membaca siswa relatif kurang (kurang literat). Terlihat dari kurang mampu menangkap makna dari bacaan atau buku yang diberikan.
  7. Tidak mampu bertanya atau kurang memiliki keberanian dalam bertanya.
  8. Menganggap proses pembelajaran tidak terlalu penting, lebih penting ulangan atau ujian
Merujuk pada fenomena di atas, maka dalam proses pembelajaran jarak titik ke bidang ini, saya menggunakan strategi sebagai berikut:

Model pembelajaran yang saya gunakan adalah discovery learning. Dalam hal ini, siswa terdahulu diberi stimulasi (ransangan) dengan cara sebagai berikut:

  • Menyajikan informasi yang berisi langkah-langkah penyelesaian dan contoh implementasinya, sebagai berikut:

  1. Gambar bidang yang diminta pada bangun ruang (sesuai permintaan soal)
  2. Tentukan titik yang diminta (sesuai permintaan soal)
  3.  Buat bidang yang tegak lurus pada bidang yang diminta
  4.  Buat garis potong antara kedua bidang
  5.  Buat (gambar) jarak titik ke bidang melalui titik yang diminta dan memotong tegak lurus garis potong kedua bidang
  6.  Kumpulkan informasi terkait yang dibutuhkan
  7.  Gunakan informasi untuk menyelesaikan masalah
  8.  Buktikan hasilnya dengan memanfaatkan aolikasi geogebra (verificatio)

Pada tahapan berikutnya problem statement (pernyataan / identifikasi masalah) dalam hal ini siswa diberi masalah (ditulis disebelah kiri papan tulis) 


Kamis, 28 Oktober 2021

Repleksi Pembelajaran Matematika di Kelas XII TKJ 2

Hari kamis, 28 Oktober 2021 adalah jadwal mengajar saya di kelas XII TKJ 2. Sesuai jadwal, saya sudah berada di kelas tepat pukul 07.20 Tapi anehnya siswa yang hadir saat itu, baru ada 4 siswa. Selang beberapa saat saya menyiapkan perangkat yang digunakan untuk menunjang pembelajaran Hibrid sederhana yang saya laksanakan. Dua orang siswa tiba-tiba memberi salam dan meminta izin masuk. Saya izinkan saja.

Sambil menunggu laptop loading, saya meminta siswa berdoa bersama, sembari mengingatkan doa merupakan bagian dari upaya kita manusia dalam memperoleh kebaikan dari usaha. Setelah doa bersama usai, beberapa siswa kembali meminta izin masuk. Sebetulnya ada keinginan untuk memberikan sedikit peringatan tapi urung saya lakukan. Saya pikir itu hanya akan memakan waktu yang memang cukup terbatas.

Saya memulai penjelasan dengan aturan main yang akan dijalani selama proses pembelajaran. Saya membagi papan tulis dua bagian. Bagian sebelah kanan, saya gunakan untuk menuliskan alternatif strategi penyelesaian beserta cara mengaplikasikannya. Sementara bagian kedua atau kiri, saya gunakan untuk menuliskan masalah (soal) yang harus dikerjakan oleh siswa. Jadi, strategi mengajar yang saya lakukan saat itu adalah semi discovery learning. 

Saya sebut semi discovery learning karena menurut hemat saya metode discovery learning  yang saya terapkan saat itu tidak sepenuhnya menerapkan sintaks pembelajaran discovery learning. 

Seperti diketahui sintaks discovery learning sebagai berikut:

  • Stimulastion (stimulasi/pemberian ransangan)
  • Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
  • Data collection (Pengumpulan Data).
  • Data Processing (Pengolahan Data)
  • Verification (Pembuktian)

Aturan main yang disepakati saat itu sebagai berikut:

  1. Semua siswa wajib menulis alternatif strategi penyelesaian beserta cara mengaplikasikannya secara lengkap di buku masing-masing sesuai dengan yang tertulis dipapan tulis. Jika ini dilakukan dengan lengkap, maka siswa akan diberi reward berupa nilai 70
  2. Siswa wajib menyelesaikan masalah (soal) yang telah disediakan di sebelah kiri papan tulis. Jika ini dijawab dengan benar, maka siswa akan diberi reward berupa nilai 30
  3. Jadi total nilai siswa 100, jika aturan main dilakukan secara sempurna

Lalu, mengapa saya membuat aturan ini. Sebenarnya ada dua alasan, yaitu:

  1. Saya berasumsi, hampir semua siswa sedang kehilangan TRUST kepada guru, terutama terkait pemberian nilai. Ini semacam dugaan (hipotesis), sehingga saya mencoba melakukan riset kecil-kecilan sekedar ingin membuktikan asumsi atau dugaan tersebut.
  2. Alasan lain, saya ingin memberikan hasil penilaian yang autentik dan komprehensip yang meliputi sikap dan hasil akademik. Menurut saya, jika siswa kurang berhasil secara akademik, maka setidaknya mereka terdidik secara etik, atetude, sikap dan karakter. Nah, sikap tersebut dapat terukur melalui kepatuhan dan sikap mereka saat mengikuti aturan yang telah di sepakati.

Materi yang menjadi pembahasan saat itu, masih berada pada topik jarak pada ruang dimensi 3. Pada pertemuan tersebut, pokok pembahasan adalah menentukan jarak titik ke bidang pada bangun ruang. Saya menggunakan kubus PQRS.TUVW dengan sisi 8 cm sebagai bahan pengantar dan hint atau petunjuk dalam menyelesaikan masalah jarak titik pada bidang. Sedangkan soal yang saya tuliskan disebelah kiri papan tulis adalah kubus ABCD.EFGH dengan sisi 9 cm.
Saya menuliskan langkah-langkah penyelesaian yang dapat dilakukan siswa sebagai berikut:
  • Gambar bidang yang diminta pada bangun ruang (sesuai permintaan soal)
  • Tentukan titik yang diminta (sesuai permintaan soal)
  • Buat bidang yang tegak lurus pada bidang yang diminta
  • Buat garis potong antara kedua bidang
  • Buat (gambar) jarak titik ke bidang melalui titik yang diminta dan memotong tegak lurus garis potong kedua bidang
  • Kumpulkan informasi terkait yang dibutuhkan
  • Gunakan informasi untuk menyelesaikan masalah
  • Buktikan hasilnya dengan memanfaatkan aplikasi geogebra (verification). Untuk langkah ini tidak dapat dilakukan di kelas TKJ 2, karena tidak tersedia perangkat komputer. Proyektor pun tidak tersedia sehingga sulit juga bagi saya untuk menayangkan di papan tulis.   
Berikut hint penerapan langkah-langkah di atas dalam menyelesaikan masalah jarak titik ke bidang:
Diketahui kubus PQRS.TUVW dengan sisi 8 cm. Tentukan jarak titik R ke bidang PQVW
  • Gambar bidang yang diminta, yaitu bidang PQVW. 
            
  • Tentukan titik yang diminta, yaitu titik R
  • Buat bidang yang tegak lurus pada bidang yang diminta, dalam hal ini bidang QRVU (berwarna kuning) tegak lurus bidang PQVW (berwarna Biru)
  • Buat garis potong antara kedua bidang, yaitu garis QV
  • Buat (gambar) jarak titik ke bidang melalui titik yang diminta dan memotong tegak lurus garis potong kedua bidang, dalam hal ini RX adalah jarak titik R ke bidang PQVW. Berikut gambarnya
  • Kumpulkan informasi terkait yang dibutuhkan, yaitu: segitiga QRV sama sisi, sehingga berlaku garis tinggi = garis berat. Garis berat adalah garis yang membagi dua ruas garis dihadapannya. Sedangkan garis tinggi adalah garis yang tegak lurus garis dihadapannya. Contohnya, seperti ini:
  • Akibatnya:
 
Dalam hal ini, maka QX = XV= 1/2 QV  dan RX tegak lurus QV karena RX garis tinggi. Perhatikan segitiga QRV siku-siku di R, sehingga berlaku:
Dalam hal ini, maka QX = XV= 1/2 QV  dan RX tegak lurus QV karena RX garis tinggi. Perhatikan segitiga QRV siku-siku di R, sehingga berlaku:
  • Gunakan informasi untuk menyelesaikan masalah

  • Buktikan hasilnya dengan memanfaatkan aplikasi geogebra (verification). Dalam hal ini, jarak RX dapat diverifikasi dengan aplikasi geogebra sebagai berikut:
Jarak 4,66 cm sama dengan 4 akar 2 

Sementara pada sisi sebelah kiri papan tertulis soal sebagai berikut:
Diketahui kubus ABCD.EFGH dengan sisi 9 cm. Tentukan jarak C ke bidang AFH

Melalui soal di atas, saya berharap siswa dapat mengikuti jejak atau petunjuk yang telah diberikan untuk menyelesaikan masalah jarak tersebut.

Tapi hasilnya, inilah yang menarik untuk didiskusikan. Diakhir proses pembelajaran saya melakukan penilaian terhadap hasil kerja siswa sesuai kesepakatan. Hasilnya sungguh mengecutkan bagi saya. Dari 12 siswa yang tatap muka, hanya empat siswa yang dapat menyelesaikan (menuliskan) dengan cukup sempurna alternatif strategi penyelesaian beserta cara mengaplikasikannya di buku masing-masing. Sementara satu orang relatif kurang, karena terlihat hasil pekerjaan yang kurang sempurna. Tidak runtut dan lengkap sesuai yang sudah dituliskan. Lima orang lainnya, menulis dengan terburu-buru sehingga hasil pekerjaan masih sangat kurang. Untungnya mereka telah membuat gambar sebagian. Selain itu, mereka melakukan pekerjaan, sesaat setelah segera akan dilakukan penilaian. Dan lebih parah lagi 2 orang sama sekali tidak menunjukkan hasil pekerjaan. 

Selain diikuti oleh siswa yang ada di kelas, pembelajaran juga diikuti oleh tiga orang siswa secara online melalui googlemeet. Dari 3 orang yang mengikuti secara online, hanya satu siswa mengirimkan hasil belajar melalui WA group.

Pada kegiatan pembelajaran tersebut, tidak ada satu orang pun siswa yang dapat menyelesaikan masalah (soal) yang telah dituliskan sejak awal dipapan tulis sebelah kiri. 

Lalu apa pelajaran yang dapat diambil dari kondisi tersebut. Menurut hemat saya, meskipun ini masih perlu diamati secara cermat, terdapat beberapa fenomena yang sedang menghinggapi siswa, yaitu:
  1. Bukti awal tentang dugaan saya, bahwa siswa yang kehilangan TRUST terhadap  ucapan guru terkait nilai hasil belajar telah terlihat. Maksudnya, siswa tidak percaya ucapan guru bahwa mereka akan memperoleh nilai sesuai hasil pekerjaan mereka karena berdasarkan pengalaman mereka nilai tersebut akhirnya akan dieksekusi oleh guru atau pihak lain dengan nilai yang cukup baik. Jadi tidak berdasarkan penilaian obyektif sesuai kompetensi yang dimiliki siswa. Mereka lebih percaya, pada akhirnya nilai mereka akan baik-baik saja, tidak sesuai dengan peringatan dan ucapan guru.
  2. Siswa memiliki sikap dan prilaku belajar yang kurang baik. Hal ini terbukti dari hasil pekerjaan mereka yang sebenarnya relatif sangat mudah karena tinggal menuliskan dengan sempurna informasi dan petunjuk yang telah diberikan atau dituliskan di papan tulis. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan padahal selalu disampaikan dan diingatkan sepanjang proses pembelajaran berlangsung.
Informasi yang saya peroleh tersebut, kemudian saya konfirmasikan kepada tiga orang guru. Konfirmasi tersebut bertujuan menggali perspektif guru lain terhadap dugaan dan asumsi saya terhadap siswa. Pertanyaan yang saya ajukan kepada salah guru sebagai berikut 

"Menurut ibu, seberapa penting nilai bagi siswa saat ini".

Jawaban ibu guru, ternyata sesuai dengan dugaan saya, "Menurut saya, nilai bagi siswa tidak lagi penting". 

Mengapa? saya mencoba menggali lebih dalam "Karena mereka sudah tau pada akhirnya nilainya akan diperbaiki atau dituntaskan oleh guru mata pelajaran atau wali kelas setelah kepepet".

"Kalau begitu, kita memiliki pandangan yang sama tentang nilai siswa ini" jawabku.

Pertanyaan yang sama kemudian direspon juga oleh guru lain, menurut guru tersebut "Saya merasa siswa itu sama sekali tidak tidak ada rasa khawatir meskipun nilai mereka rendah pada proses penilaian" jawab ibu guru tersebut. 

Mengapa bisa demikian? "Iya, karena siswa sadar bahwa seberapa burukpun nilai proses dan nilai akhir mereka, akan selalu diperbaiki atau diekseskusi guru atau oleh wali kelas tanpa proses yang benar" jawab ibu guru. 

Bahka menurut ibu tersebut ketika dia mencoba bersikap tegas kepada siswa, dia malah mendapat peringatan dari guru lainnya agar jangan bersikap keras kepada siswa karena siswa akan melapor kepada kepsek. 

Pertanyaan yang sama, saya ajukan juga kepada guru lainnya yang kebetulan baru bergabung pada forum tidak resmi tersebut. 

Jawaban guru yang ketiga memang agak berbeda, dia mengatakan "Menurut saya sangat penting, kalau rentang antara 1-100, kira-kira 80 lah" demikian tutur ibu guru tersebut. 

Saya mencoba mendalami jawabannya dengan pertanyaan "Apa buktinya jika nilai itu penting bagi mereka? 

Ibu guru menjawab "Terlihat saat mereka mengetahui nilai mereka renda di akhir semester, maka mereka akan segera menghubungi wali kelas untuk memastikan berapa nilai  akhirnya. Jika rendah, mereka akan berusaha menghubungi guru yang bersangkutan" jawab ibu guru panjang lebar. 

Saya mencoba mendalami jawaban sang guru tersebut karena agak berbeda dengan pandangan guru lainya. Pertanyaan saya "Kapan kekhawatiran itu timbul, apakah selama proses pembelajaran, atau ketika selesai ulangan harian, atau nanti setelah akhir semester?"

Jawaban sang guru, "Biasanya ketika mereka melihat nilai akhir semester yang akan ditulis di raport, baru mereka akan melakukan perbaikan". Jadi kalau begitu kesimpulannya sama saja. Nilai proses tidak terlalu penting bagi siswa, karena pada akhirnya akan segera dapat diperbaiki menjelang penetapan nilai akhir. Jika ini yang terjadi, maka sudah dapat dipastikan proses akademik tidak lagi berjalan sebagaimana semestinya.

Tapi, saya belum puas dengan pandangan-pandangan tersebut. Menurut saya, hal ini perlu digali secara mendalam melalui data obyektif berdasarkan pandangan dominan para siswa. Untuk itu, saya merencanakan sebuh riset kecil-kecilan untuk mengungkap fakta yang tersembunyi dibalik kondisi pembelajaran dan iklim akademik yang ada di sekolah. 

Untuk itu, saya berencana membuat angket untuk siswa dan untuk guru. Dari angket tersebut, diharapkan terungkap fakta tentang perspektif siswa dan guru terhadap proses pembelajaran dan penilaian yang terjadi dan berjalan di sekolah selama ini. Hal ini menjadi penting dan urgen karena akan memberikan dampak yang signifikan terhadap mutu pendidikan dan mutu alumni sekolah.

Beragamnya pandangan para guru dalam menangani proses dan hasil belajar siswa, menurut hemat saya perlu diungkapkan secara obyektif dalam bentuk data yang valid. Apapun pandangan guru dan warga sekolah terhadap iklim akademik, sangat perlu menjadi titik star dalam melakukan perubahan jika sekolah ini bercita-cita menjadi sekolah unggul. 

Jika tidak, maka tidak mungkin sekolah yang dibiayai dengan nilai yang cukup besar ini (hampir 2 milyar pertahun untuk operasional dan bahkan mungkin puluhan milyar untuk biaya program dan fisik) akan menjadi sangat mubazir dan sia-sia. Tentu ini bukan kondisi ideal yang diharapkan. Apalagi ditengah era disrupsi saat ini, sangat perlukan kemampuan mengelola sumber daya secara efektif dan efesien agar mampu beradaptasi dengan berbagai perubahan. Bagaimana kegagalan mengelola sumber daya menurut prinsip-prinsip ekonomis tidak dapat diabaikan karena hal tersebut dapat berdampak buruk terhadap output maupun outcmome sekolah. 

Selain itu, kegagalan sekolah mengelola sumber daya secara efektif dan efesien menunjukkan kelemahan mendasar dalam kepemimpinan pendidikan. Sekolah dengan input manusia, memang berbeda dengan pabrik pada umumnya. Sekolah bukan mesin produksi sebagaimana layaknya industri. Tetapi bagaimanapun, sekolah dikelola dengan memanfaatkan sumber daya untuk menjalankan proses pendidikan dengan tujuan akhir memberikan perubahan pada mutu input sesuai standar yang telah ditetapkan. 

Oleh sebab itu, jika mesin produksi memproses masukan (input) menggunakan mesin produksi dengan standar tertentu, maka sekolah memproses input (peserta didik) dengan proses pembelajaran. Disinilah pentingnya kepemimpinan pembelajaran tersebut harus diperkuat. Tugas dan fungsi pimpinan sekolah semestinya berfokus pada penguatan proses pembelajaran, karena disanalah kunci mutu output dan outcome yang akan dihasilkan. Seperti sebuah pabrik, jika terjadi kegagalan produk, maka yang menjadi sasaran perhatian yang pertama adalah fungsi-fungsi mesin produksi, apakah masih masih berjalan normal atau abnormal.

Kepemimpinan pembelajaran memiliki posisi strategis dalam melakukan perubahan pendidikan. Itulah sebabnya, maka para calon kepala sekolah selalu diperkuat pada aspek kepemimpinan ini. Kepemimpinan pembelajaran menurut Eggen dan Kaucak (http://neliti.com) adalah tindakan yang dilakukan kepala sekolah untuk mengembangkan lingkungan kerja yang produktif dan memuaskan bagi guru yang pada akhirnya mampu menciptakan kondisi belajar siswa semakin membaik.

Kondisi belajar siswa selalu menjadi fokus perbaikan pada kepemimpinan pembelajaran. Dapat dikatakan bahwa ciri kegagalan kepemimpinan pembelajaran terletak pada sikap dan prilaku belajar siswa. Semakin baik sikap dan prilaku belajar siswa, maka berarti semakin baik pula fungsi-fungsi kepemimpinan pembelajaran berjalan. Kondisi ini juga tentu akan berlaku sebaliknya. Nah, jika dikaitkan dengan fakta di atas, maka patut di duga sedang terjadi gradasi pada spek kepemimpinan pembelajaran. 

Jika pada pabrik yang mengalami gagal produk mengerahkan segala sumber daya untuk memperbaiki sumber kegagalan produk, yaitu mesin produksinya, maka pimpinan sekolah sudah semestinya mengerahkan segala sumber daya yang dimiliki untuk mem-push proses perbaikan pada proses pembelajaran dan bukan lainnya. Oleh sebab itu, visi, misi, pola pikir dan suasana kebatinan seorang pimpinan sekolah harus selalu terkait dengan mutu proses pembelajaran. Bukan justru terfokus terhadap aspek lain yang justru hanya bersifat pelengkap.

Pertanyaannya yang menarik adalah, mengapa para pimpinan sekolah seakan sulit menjalankan kepemimpinan pembelajaran? apakah mereka benar-benar tidak memiliki kemampuan dalam menerapkan kepemimpinan pembelajaran