Boleh dikata, bulan ini adalah bulan eforia bagi guru dan anggota PGRI. Iya, acara tahunan ini memang telah menjadi agenda tetap, HUT PGRI dan HGN. Dua kegiatan yang terlihat seperti berbeda, tetapi pada hakekatnya satu. HGN ditetapkan jatuh pada tanggal 25 Nopember setiap tahunnya melalu Keppres nomor 76 tahun 1994. Sementara, 25 Nopember sendiri adalah hari kelahiran PGRI, yang tahun ini genap berusia 76 tahun.
Meskipun disinyalir ada sejumlah pihak yang ingin mengaburkan eksistensi PGRI sebagai organisasi yang menjadi penyebab lahirnya Hari Guru Nasional. Namun hal itu tentu tidak mudah dilakukan. Bagaimana pun juga perjalanan panjang PGRI sebagai organisasi guru telah turut mewarnai perjuangan kemerdekaan Indonesia. Sehingga wajar jika usia PGRI sama dengan usia kemerdekaan, yaitu 76 tahun.
Terlepas dari semua itu, yang terpenting adalah HUT PGRI dan HGN merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Artinya memperingati HGN tanpa mengingat HUT PGRI sama saja dengan memperingati kemerdekaan tanpa pembacaan teks proklamasi, tentu tidak akan lengkap dan pas.
Tetapi pertanyaan yang menggelitik adalah bagaimana memaknai HUT PGRI dan HGN setiap tahunnya? Apakah peringatan dan perayaan itu hanya selesai dalam balutan kegembiraan sesaat, sementara problem pendidikan dan guru seakan tak pernah beranjak. Lomba-lomba yang mendorong pada penguatan profesionalisme guru pun masih kurang diminati. Perhatian dan etos kerja kita lebih banyak pada kegiatan yang lebih mengandalkan fisik.
Lalu, apakah itu salah, tidak juga. Apalagi untuk alasan memeriahkan. Namanya juga meriah, ya harus ramai, heboh dan menggembirakan. Tetapi jika fokus kegiatan kita belum mencoba beralih dari posisi semula. Artinya dari tahun ke tahun itu-itu saja, maka artinya tidak ada kemajuan dari apa yang telah dilakukan bertahun-tahun ini.
Jika dicermati, saya berpandangan setiap wujud aktivitas organisasi merupakan gambaran kualitas organisasi. Kualitas organisasi adalah refleksi kinerja pengurus organisasi. Organisasi adalah benda mati, kualitas warnanya bergantung pada kreativitas dan kualitas pengurusnya. Jadi secara logik, memperbaiki organisasi dilakukan dengan memperbaiki kualitas pengurusnya. Kalau yang ini juga semua sudah tahu.
Masalahnya adalah sepengetahuan saya, belum perna sekalipun pengurus yang terpilih, begitu dilantik kemudian mendapat pelatihan khusus bagaimana mengelola organisasi. Padahal notabene orang-orang yang terpilih sebagai pengurus bukanlah orang-orang berpengalaman berorganisasi. Kalau pun perna berorganisasi, pengalaman mereka pun bukan pengalaman terbaik. Paling-paling sama dengan pengalaman saat ini, tidak ada kemajuan atau perubahan. Sehingga wajar jika kapasitas dan kapabilitas mereka belum bisa diandalkan mengelola organisasi secara produktif.
Kita memang relatif abai dalam hal ini, akibatnya progres organisasi tidak mengalami pergeseran secara positif. Kecuali pencapaian besar dalam melunasi iuran. Saya jadi tergelitik dengan kritik pak Syam pada saat presentasi virtual, beliau mengatakan wajar saja jika anggota PGRI di sekolah bertanya "apa yang telah dilakukan PGRI kepada kami, apakah hanya menagih iuran"? Saya memahami kritik pak Syam terkait dengan sikap pengurus yang masih enggan menyampaikan hasil-hasil perjuangan PGRI. Tetapi bagi saya, itu juga belum cukup. Masih tetap diperlukan kehadiran program-program strategis yang digagas oleh pengurus pada setiap tingkatan yang langsung menyentuh kepentingan anggota. Jadi pengurus di daerah bukan hanya corong, tetapi lebih dari itu berperan menggerakkan sesuai kewenangannya.
Saya sendiri baru mulai serius mendalami PGRI pada kepemimpinan pak ketua saat ini. Hal ini mungkin terkait iklim dan gaya kepemimpinan dan visi dari masing-masing pemimpin. Dalam pencermatan saya, setiap pemimpin telah menunjukkan monumen hasil kepemimpinannya. Ada yang berhasil membangun aset, ada pula yang berhasil menyelesaikan hutang. Jadi dalam setiap periode kepemimpinan pasti ada kelebihannya.
Namun ada pula yang belum berubah yaitu pola manajemen organisasi. Hal tersebut antara lain terlihat dari warna kegiatan yang belum mengalami perubahan. Kegiatan yang dilaksanakan umum-nya relatif stagnan. Masih berputar disekitar olahraga dan seni. Sementara dari aspek kegiatan yang berhubungan langsung dengan peningkatan kapasitas profesional belum mendapat proporsi yang seimbang.
Warna dan kreativitas menurut hemat saya mungkin hanya dampak, yang justru menentukan adalah manajemen organisasi. Kita pasti paham, setidaknya ada dua hal yang penting dalam berorganisasi, yaitu kepemimpinan dan manajemen. Saya tidak ingin mengurai terlalu jauh soal konsep keduanya. Yang jelas kepemimpinan berkenan dengan kemampuan menggerakkan dan mempengaruhi. Dalam filosofi Tutwuri Handayani, didepan mengarahkan, ditengah membimbing, dan dibelakang mendorong, itu peran pemimpin. Tapi kemimpinan saja tidak cukup. Yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen. Manajemen itu berhubungan dengan kemampuan mengatur. Kalau memimpin sumberdayanya kharisma, maka manajemen sumber dayanya ilmu pengetahuan dan keterampilan. Contoh manajemen waktu, artinya mengatur waktu, alatnya: pengetahuan dan keterampilan mengatur waktu.
Sampai sejauh ini, kepemimpinan di PGRI menurut hemat saya tidak ada problem yang serius. Semua sudah berjalan cukup baik. Namun dari sisi manajemen, nampaknya kita masih banyak bermasalah. Mudah sekali melihat buktinya. Jika merujuk pada konsep manajemen, setidaknya ada 4 tahapan manajemen yang harus dilakukan, yaitu perencanaan, organisasi, kontrol, dan evaluasi. Pola ini secara implisit telah ada dalam sistem organisasi, tetapi problemnya belum tau cara menggunakannya. Kenapa? Karena perlu ilmu. Kalau ilmunya kurang, maka pasti tidak optimal. Buktinya, sekretaris PGRI Banggai sampai mempertanyakan tupoksi wakil ketua. Artinya ada kesenjangan di sana. Dan persoalan yang dialami oleh pengurus PGRI Banggai itu merupakan sinyal dan refleksi kualitas manajemen yang ada di daerah.
Siapapun boleh jadi pemimpin dengan kharisma yang dimilikinya. Tetapi tanpa kemampuan manajemen yang baik, pasti tidak akan berhasil mencapai tujuan. Kalaupun tercapai, pasti boros, tidak substantif, tidak efektif, dan tidak efesien. Bahkan pada kondisi tertentu yang dilakukan cenderung tidak kreatif, monoton, dan tidak up to date. Salah satu dampaknya itu tadi, kegiatan yang belum beranjak dari kegiatan sebelumnya.
Saya ingin mengatakan, jika kegiatan-kegiatan pada peringatan HUT PGRI dan HGN masih belum meningkat, dan hanya fokus pada kegiatan yang itu-itu juga, maka boleh jadi organisasi yang besar ini belum berhasil memberikan perubahan pada pola pikir segenap anggotanya. Jika kreativitas dan inovasi sebagai gagasan perbaikan mutu pendidikan yang semestinya menjadi konsen organisasi masih belum tumbuh dan berkembang, maka bisa jadi itu dampak dari kualitas manajemen yang belum baik. Jangankan organisasi, artis saja butuh manajer. Artinya apa, manajemen itu sangat penting, manajemen itu mesin produksi, manajemen itu penggerak.
Lalu, bagaimana agar bisa berubah kearah yang lebih baik? Jawabannya: buat pelatihan manajerial untuk para pengurus PGRI. Materi pelatihannya antara lain: merumuskan dokumen rencana kerja, menyusun RAPBO, menyusun jadwal kerja, cara melaksanakan kegiatan, cara melakukan kontrol atau pengawasan, dan cara melakukan evaluasi. Satu lagi yang tidak kalah penting, siapa melaksanakan apa, dst.
Dengan pola manajemen seperti itu, maka sumber daya yang terbatas sekalipun bisa dibuat efektif, terukur penggunaanya, dan terukur pencapaiannya. Dalam prinsip SMM, tulis yang anda kerjakan dan kerjakan yang engkau tulis. Jangan melakukan sesuatu secara mendadak, tiba saat tiba akal. Apalagi jika kegiatan itu memerlukan anggaran yang besar. Sudah semestinya menempatkan program hasil konferensi sebagai panduan dalam bekerja, dan bukan semata-mata improvisasi.
Rumusnya kepemimpinan kuat, manajemen hebat, maka PGRI maju dan berjaya. Bukan tidak mungkin PGRI sebagai organisasi besar akan menjadi 3 kekuatan utama yang akan mewarnai Indonesia, yaitu Muhammadiyah, NU, dan PGRI.
Muliadi,M.Pd
4 November 2021
# DirgahayuPGRI
# GuruMenolakMenyerahkarenaCorona
Aamiin, semoga apa yang di harapkan tercapai...
BalasHapusAamiin. Mantap. 3 kekuatan besar. PGRI adalah rumah guru. Di rumah inilah kita bernaung dan melakukan segala sesuatu. Semoga dengan terus berbenah diri, rumah kita menjadi semakin nyaman. Dari kita, oleh kita, untuk kita.
BalasHapusTerimaksih sudah memberikan komentar
BalasHapusTulisan yang sangat padat, cukup menguras tenaga ketika membacanya, hehe... Semoga jadi jalan kebaikan.
BalasHapusTetap semangat dan sukses untuk kegiatannya
BalasHapusSehat selalu
Dengan memperingati HUT PGRI, semoga semakin menyemangati guru. Aamiin
BalasHapusAamin. Semoga PGRI bisa jaya. Tulisan Bapak sanagt menarik dan enak sekali dinikmati.. Saya suka sekali
BalasHapusBetul sekali, peerlu ada bimtek bagi pengurus organisasi agar dapat menerapkan manajemen yg lebih baik.
BalasHapus