Pengikut

Rabu, 29 Oktober 2025

Ibunda Guru: Gelar, Simbol, atau Tanggung Jawab?

 

Ibunda Guru: Gelar, Simbol, atau Tanggung Jawab?

Hari ini Tolitoli punya ibunda baru. Bukan bayi yang lahir, tapi gelar — Ibunda Guru Kabupaten Tolitoli. Dianugerahkan dengan khidmat kepada ibu Sriyanti. Beliau bukan orang sembarangan. Ketua DPRD Tolitoli. Sekaligus istri Bupati Tolitoli.

Ditengah sambutannya bapak Bupati berkelakar. Ditengah banyaknya tugasnya ibu Sriyanti, ada tugas spesialnya "penasehat spiritual". 

Guru-guru hadir. Tapi bukan guru biasa. Mereka anggota dan pengurus PGRI yang akan dilantik sebagai pengurus organisasi kelengkapan PGRI. Ada APKS. LKBH. Anda sudah tau yang lain.

Acaranya dilakukan di Aula rumah jabatan Bupati Tolitoli. Yang menata panggung juga pengurus PGRI. Batik-batik PGRI mewarnai keindahan ruang Aula. Senyum meluas, kamera maju mundur. Semuanya tampak rapi, resmi, dan... sedikit kaku.

Namanya juga seremoni.

Ada pembacaan Surat Keputusan dari Pengurus Provinsi PGRI. Isinya singkat tapi padat: Tugas Ibunda Guru adalah mendukung program PGRI dan ikut mengembangkan dunia pendidikan di daerahnya. Kalimatnya indah. Penuh harapan. Tapi seperti banyak kalimat indah lain di negeri ini, ujian sesungguhnya ada di lapangan — bukan di podium.

Karena guru juga tahu: Pendidikan tidak tumbuh dari seremoni. Ia tumbuh dari ruang kelas yang bocor, dari meja yang reyot, dari guru yang tetap mengajar meski spidolnya tinggal separuh.

Jadi, kalau benar Ibunda Guru akan menjadi bagian dari perjuangan itu, tentu kita sambut dengan penuh hormat. Asal tidak berhenti di spanduk, foto, dan karangan bunga. Sebab, gelar “ibunda” bukan cuma panggilan  ia adalah peran. Ia bukan simbol kemewahan, tapi simbol empati. Bukan sekadar menyemangati dari depan, tapi mendengar dari dekat.

Kalau nanti Ibunda Guru turun langsung ke sekolah-sekolah, melihat realitas guru di pelosok, menyalakan semangat, menghubungkan suara mereka dengan pengambil kebijakan maka gelar itu akan hidup. Kalau tidak, ia akan tinggal di rak lemari penghargaan, berdebu bersama piagam-piagam yang nasibnya sama.

Saya percaya, setiap simbol bisa punya makna asal mau dihidupkan. Dan mungkin, Tolitoli sedang mencoba memberi makna baru itu. Semoga Ibunda Guru benar-benar menjadi ibu: bukan hanya bagi para guru, tapi juga bagi masa depan pendidikan kita.

0 comments:

Posting Komentar