Pengikut

Kamis, 23 September 2021

Kupasrahkan Semua Kepada-Nya



Kupasrahkan Semua Kepada-Nya

Oleh: Muliadi

Keluarga kecilku terdiri dari lima anggota keluarga. Dua anak laki-lakiku kini sedang melanjutkan pendidikan di luar daerah. Satu di kota palu, kebetulan masih satu provinsi. Satunya lagi di pulau Jawa tepatnya di kota Bantul Yogyakarta. Sementara anak perempuanku kebetulan masih duduk di bangku SMP. 

Kami bersyukur setelah kepergian dua anak lelakiku kami masih ada yang menemani. Suasana rumah tidak terlalu sepi karena ada anak perempuan satu-satunya yang selalu membuat keadaan selalu ramai. Apalagi saat pandemic mewabah, kami lebih sering berada di rumah. Kalaupun keluar rumah selalu bersama. Tujuannya lebih banyak ke rumah orang tua atau mertua yang kebetulan keduanya tinggal di luar kota di dua desa yang berdekatan.

Meskipun terpisah jarak yang jauh. Komunikasi hampir setiap hari dapat kami dilakukan. Kemajuan teknologi saat ini sangat membantu. Kalau ada kendala, umumnya karena faktor jaringan atau data internet yang habis. Informasi dan komunikasi tidak lagi menjadi perkara yang sulit. Hal ini sangat jauh berbeda saat aku masih kuliah dulu. Pada waktu itu, berita atau kabar hanya dapat disampaikan melalui surat. Surat dikirim melalui pos. Kalau bukan pos biasanya melalui kerabat, tetangga atau siapapun yang bisa menyampaikan pesan kepada keluarga di kampung. 

Waktu itu sebenarnya sudah ada pesawat telepon. Tetapi fasilitas ini hanya ada di kota. Belum lagi pesawat telepon umumnya hanya dimilik oleh segelintir orang. Sehingga kami mahasiswa saat itu tidak dapat mengandalkan telepon sebagai alat komunikasi. Satu-satunya alat komunikasi melalui surat atau berita yang dibawa oleh kerabat atau kenalan.

Meskipun perjalanan surat bisa sampai berminggu-minggu baru tiba ditangan penerima pesan. Tetapi anak yang di rantau biasanya tidak terlalu risau. Semuanya berjalan normal, seakan tanpa kerumitan. Mungkin inilah kuasa ilahi. Jarak dan waktu tidak menjadi beban serius meskipun kadang-kadang kiriman bekal lebih sering terlambat.

Berbeda dengan kondisi sekarang. Hampir semua aktivitas berjalan begitu cepat. Komunikasi tinggal pencet tombol saja, dengan seketika terhubung kepada lawan bicara. Bukan hanya pesan suara yang dapat didengar untuk melepas rindu atau sekedar minta bekal. Tetapi juga wajah dan penampilan lawan bicara bisa disaksikan secara langsung melalui fasilitas videocall. Demikian majunya dunia sekarang, seakan semua persoalan dapat diselesaikan dengan instan.

Tetapi itulah hidup, tidak selalu yang terlihat mudah dan cepat mampu membawa semua urusan menjadi semudah yang terbentang. Kenyataannya kecepatan informasi dan komunikasi tidak serta merta menghilangkan semua kepelikan. Apalagi ketika akses pergerakan manusia dibatasi akibat adanya pandemi covid-19 yang menerjang.

Serangan pandemi covid -19 yang masuk ke Indonesia diakhir 2019, telah memberikan perubahan pada pola interaksi manusia. Interaksi yang sebelumnya dapat dilakukan secara langsung, kini harus berjarak. Semua masyarakat harus menerapkan pola kehidupan baru. Pemerintah menetapkan kebijakan new normal dengan 3 M, menjaga jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan. Hal ini semua dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan virus yang semakin masif.

Penyesuaian pola interaksi tidak hanya terjadi pada interaksi sosial. Tetapi hampir semua aspek kehidupan harus melakukan adaptasi, termasuk pendidikan. Proses pembelajaran tatap muka dihentikan. Bahkan akses keluar masuk daerah dibatasi. Hal ini menimbulkan konsekuensi bagi anak- anak yang sedang kuliah di luar daerah. Jika mereka dikampung, maka mereka sampai waktu tertentu harus di kampung. Perkuliahan dilakukan secara online. Tetapi jika mereka di tempat kuliah maka mereka harus bersedia bertahan hidup di sana karena tidak mungkin lagi balik ke kampung.

Salah satu dari anakku harus bertahan di rantau orang. Perkuliahan yang dijalaninya tidak memungkinkan untuk ditinggalkan. Anakku menjalani pendidikan di bidang kesehatan. Sehingga kegiatan praktek di rumah sakit yang dilaksanakan secara periodik harus diikuti secara fisik. Kegagalannya mendaftar ke fakultas kedokteran membawanya pada pilihan jurusan Radiologi. Aku sebenarnya sedih karena tidak mampu memenuhi harapan anakku. Besarnya biaya pendidikan di fakultas kedokteran sulit aku penuhi jika harus membayar biaya tambahan yang di luar kelaziman.

Tapi aku yakinkan anakku bahwa keberhasilan hidup tidak selalu ditentukan oleh jenis pekerjaan tertentu. Ingat kataku "Rezeki dari Allah, Allah lah yang mengatur segalanya, pekerjaan hanyalah jalan dan ikhtiar, jikalau Allah menghendaki, hidup sejahtera dan bahagia dapat diraih dari jenis profesi apapun". Hidup mulia tidak harus menjadi dokter. Profesi apapun yang kita jalani, asal dengan keikhlasan, kesabaran, dan kerja keras Insya Allah akan memberikan keberkahan dan kemuliaan hidup.

Aku selalu mengingatkan kepada anak-anakku, carilah ilmu, karena dengan ilmu kamu akan mampu mengelola masalah hidupmu. Jangan cari ijazah, karena ijazah saat ini kadang-kadang diperoleh meskipun tanpa ilmu. Ijazah memang menjadi bukti formal bahwa kita telah menyelesaikan suatu proses pendidikan. Tetapi memiliki ijazah bukan jaminan kompeten pada suatu bidang ilmu.

Alhamdulillah, kedua anakku bisa menjalani pendidikannya dengan baik. Kendatipun mereka harus hidup berjauhan dari orang tua. Tinggal di rumah kontrakan bersama dua orang temannya tentu tidak selalu mudah. Apalagi ketika kedua temannya ternyata sudah terpapar covid-19. Dia tidak bisa meninggalkan tempat kontrakannya karena di sana tidak ada sanak saudara. Akhirnya anakku memilih bertahan sambil berharap untuk tidak tertular.

Namun takdir berkata lain, pertahanannya akhirnya jebol. Dengan suara lirih dari ujung telpon anakku menyampaikan kepada ibunya bahwa badannya panas dan perasaannya tidak enak. Mendengar penjelasannya, saya dan istri sudah menduga anakku telah terpapar covid-19. Kami tidak bisa berbuat apa-apa, yang ada hanya kecemasan membayangkan hal buruk terjadi padanya. Untuk memastikan kondisinya sekaligus mengantisipasi berbagai kemungkinan, aku memintanya segera ke rumah sakit untuk melakukan sweb.

Anakku harus berangkat sendiri, kedua temannya tidak bisa menemani karena sedang menjalani masa isolasi. Dengan kondisi tubuh yang kurang baik, anakku berangkat menuju rumah sakit terdekat untuk melakukan sweb. Benar dugaanku anakku positif terpapar covid-19. Perasaanku limbung aku tidak tahu harus berbuat apa. Terbayang anakku yang terpaksa harus berjuang sendiri menghadapi ganasnya virus sars-cov 2. 

Setelah menerima resep dari dokter, anakku langsung pulang ke kontrakannya. Dia memang tidak dirawat intensif di rumah sakit, karena dinilai hanya bergejala ringan. Oleh sebab itu dokter menganjurkan untuk melakukan isolasi mandiri. Meskipun demikian, hati dan perasaanku tidak tenang. Hampir setiap saat aku memantau perkembangannya. Tidak ada hal lain yang dapat kami lakukan, selain terus berdoa bermunajat kepada Allah wajalla agar anakku diberi kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi cobaan ini.

Aku semakin menyadari, secanggih apapun tekhnologi di dunia ini tidak akan membebaskan manusia dari segala kekusutan. Jika Allah SWT menghendaki kesulitan kepada seseorang maka kesulitan itulah yang akan terjadi. Sebaliknya jika Allah SWT menghendaki kelapangan urusan pada seseorang, maka kelapanganlah yang akan diterima olehnya. 

Atas kesadaran itu, aku menasehati anakku bahwa yang terpenting bukan karena kedua orang tua selalu ada di sampingmu disaat nanda kesulitan seperti saat ini. Tetapi yang terpenting adalah seberapa yakin nanda akan kekuasaan Allah SWT atas semua yang terjadi. Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Qadarulullah wama Safaa a afa'la, berkat kesabaran dan keikhlasan menjalani semua cobaan yang ada akhirnya anakku terbebas dari covid-19. 

Saat ini anakku kembali menjalani hari-harinya dengan normal. Proses pendidikannya juga memasuki tahap akhir. Beberapa saat lalu iya meminta aku merapikan jurnal yang telah disusunnya. Insya Allah di bulan Desember mendatang dia akan segera menuntaskan pendidikannya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan atas segala urusannya.

Tolitoli, 23 September 2021

Muliadi

1 komentar: