Pengikut

Senin, 30 Agustus 2021

SMK Sudah Merdeka?


Hari ini saya mendapat tugas melaksanakan monitoring terhadap siswa SMK yang sedang praktek kerja industri (prakerin) di 6 lokasi berbeda. Dua instansi pemerintah, enam lainnya dunia usaha yang terdiri dari 3 alfamidi, dan 1 super mario swalayan. 

Sambil memantau jalannya kegiatan prakerin, saya juga melakukan riset kecil-kecilan berkaitan dengan keterserapan alumni SMK di dunia usaha dan insdustri. Saya mencoba bertanya kepada beberapa orang karyawan alfamidi yang ada di kota "Di Alfamidi ini, mana yang lebih banyak, tamatan SMA atau SMK?" Jawabannya sungguh mengejutkan, yaitu SMA. Bahkan menurut salah satu karyawan di salah satu lokasi alfamidi, semua karyawannya alumni SMA. Riset itu, kemudian saya lanjutkan dengan menanyakan hal yang sama pada karyawan super mario mart, jawabannya juga sama "lebih banyak alumni SMA". kok bisa.

Dari fakta di atas, saya jadi teringat data yang menunjukkan trend pengangguran alumni SMK yang dikeluarkan oleh BPS tahun 2019. 
Menurut data ini pengangguran lulusan SMK berkontribusi terhadap peningkatan pengangguran nasional sebesar 6,35% dari tahun 2014 sampai tahun 2018. Dari tahun ke tahun jumlah prosentase pengangguran SMK terus naik. Kondisi ini berbanding terbalik dengan lulusan bukan SMK. Justru lulusan bukan SMK cenderung mengalami penurunan yang cukup signifikan dengan presentase terendah tahun 2018 (Sumber:Vocational Education Policy, White Paper, Vol 1 Nomor 9 Tahun 2019).

Antara fakta di atas dengan data yang dikeluarkan oleh BPS sepertinya bersesuaian. Saya jadi berpikir, kok bisa begitu ya, bukankah adanya SMK bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dunia kerja. Tetapi kenapa justru paling banyak yang menganggur adalah alumni SMK. Bertepatan salah satu instansi pemerintah yang menjadi sasaran monitoring saya adalah dinas tenaga kerja. Sambil menanyakan kondisi siswa yang prakerin di kantor itu, saya juga mencoba sedikit melakukan wawancara informal terkait tugas dinas tenaga kerja.

Menurut salah satu pejabat di dinas tenaga kerja tersebut, tugas tenaga kerja adalah mendata angkatan kerja yang ada di daerah, serta memfasilitasi penyaluran tenaga kerja kepada lembaga terkait baik pemerintah maupun swasta. Tetapi begitu saya tanyakan bagaimana dengan lulusan SMK, apakah bisa difasilitasi untuk memperoleh pekerjaan?. Beliau mengaku bahwa hal itu sangat sulit, karena di daerah hampir tidak ada industri. Kalau ada kebanyakan layanan jasa, dan perdagangan. 

Lalu bagaimana dengan program pemerintah terkait link and match antara kurikulum SMK dengan industri? Menurut beliau ya, sulit. Alasannya sama, tidak ada industri yang dapat menjadi pasangan. Kalaupun ada jumlahnya terbatas, sementara siswa SMK yang akan melakukan magang atau prakerin bisa ratusan bahkan ribuan. Selain itu, pada proses rekrutmen para pengusaha juga tidak mau terikat oleh sekolah tertentu. Mereka melakukan rekrutmen secara terbuka.

Saya sudah beberapa kali menyinggung tema ini. Saya terusik lagi menuliskannya karena kebetulan saya ditugaskan melakukan monitoring pelaksanaan prakerin. Jadinya prihatin juga melihat fakta-fakta yang ada. Anak-anak harus praktek kerja dikantor, padahal mereka setelah lulus hampir tidak mungkin diterima dan bekerja di kantor. Mereka juga praktek kerja di dudi, tetapi mereka juga hampir tidak mungkin diterima di dudi setelah lulus. Selain dudinya cuma sedikit, juga sertifikat mereka tidak akan bernilai dimata dudi. Mereka tetap mengikiti seleksi terbuka bersama alumni yang bukan dari SMK. Lalu dimana kekhususan SMK sebagai pencetak tenaga kerja?

SMK mungkin masih perlu berjuang, mereka belum merdeka!!

Tolitoli, 1 September 2021
Muliadi













2 komentar:

  1. SMK Bisa! Mungkin harus mandiri, membuka usaha sendiri, bukan bekerja di tempat orang. Kita kan ada pelajaran kewirausahaan.

    BalasHapus
  2. Sayangnya pelajaran kewirausahaan hanya sepersekian persen dari semua mapel

    BalasHapus