Artikel ini dibuat untuk memenuhi tujuan pembelajaran khusus:
CGP menyimpulkan dan menjelaskan keterkaitan materi yang diperoleh dan membuat refleksi berdasarkan pemahaman yang dibangun selama modul 2 dalam berbagai media
PENDIDIKAN BERMARTABAT UNTUK INDONESIA KUAT
Nama : Muliadi
CGP Rekognisi angkatan 11
Pendidikan hakekatnya bertujuan me-manusiakan manusia, Konsep ini menekankan pentingnya pendidikan tidak hanya sebagai sarana mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi jauh lebih penting dari itu sebagai proses pembentukan karakter, moral dan etika, budi pekerti dan akhlak mulia.
Martin Luther King Jr mengatakan "Tujuan utama pendidikan adalah membentuk karakter" (Sumber: Anonim)
Oleh sebab itu, pendidikan yang berkualitas dituntut mampu menghasilkan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki nilai-nilai moral yang kuat, mampu beradaptasi dengan perubahan, dan berkontribusi positif bagi sesama.
Implikasinya, maka pendidikan tidak boleh hanya berfokus pada pengembangan kognitif dan psikomotor, tetapi jauh lebih penting berupaya mengembangngkan dan menguatkan rana afektif. Afektif merujuk pada perasaan, emosi, sikap, dan nilai-nilai yang teraktualisasi dalam setiap perilaku, tindakan dan ucapan. Afektif tumbuh dan berkembang secara efektif dalam lingkungan belajar yang kondusif, lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan mendukung pertumbuhan karakter.
Untuk mewujudkan lingkungan sekolah yang aman dan nyaman diperlukan upaya bersama dari semua warga sekolah.
Murid sebagai warga sekolah yang paling dominan dan berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan memerlukan pelayanan yang sesuai kebutuhan belajar mereka. Murid adalah warga sekolah yang unik secara kodrati. Mereka memerlukan lingkungan belajar yang baik untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan potensi mereka.
Guru sebagai warga sekolah yang secara profesional diberi amanah dan tanggungjawab untuk menuntun segala kodrat murid perlu selalu berupaya menciptakan lingkungan belajar yang dibutuhkan, baik fisik maupun psikologis. Guru harus dapat mewujudkan suasana yang mendukung proses belajar dan tumbuh kembang murid secara utuh, antara lain dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi.
Senada dengan pernyataan di atas, kalimat bijak lain mengatakan "Pendidikan adalah seni membentuk karakter". Meskipun tidak ada seorang penulis atau tokoh yang secara eksklusif mengemukakan kalimat tersebut, tetapi ungkapan ini sejalan dengan pandangan banyak pendidik dan filsuf, seperti Ki Hajar Dewantara dan Jhon Dewey yang menekankan pentingnya pendidikan dalam membentuk karakter.
Pada modul 1.1 Pendidikan Guru Penggerak, Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa pendidikan merupakan tuntunan dalam hidup tumbuhnya anak-anak. Menurut KHD maksud pendidikan adalah menuntun segala kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagian yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.
Untuk mencapai kehidupan yang bahagia dan selamat, manusia perlu membangun hubungan yang harmonis dengan alam dan masyarakat, serta senantiasa berusaha memenuhi kebutuhan dasarnya secara seimbang. Sejahtera fisiknya dan sejahtera batinnya.
Pembelajaran berdiferensiasi sendiri bukanlah sebuah metode atau strategi tertentu. Pembelajaran berdiferensiasi hakikatnya sebuah pola pikir bagaimana seorang guru dapat memberikan layanan pembelajaran yang fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan individu murid. Dalam pembelajaran ini guru harus mampu melakukan penyesuaian baik materi, proses, maupun tuntutan produk pembelajaran yang merepresentasikan pemahaman sesuai preferensi belajar mereka.
Memenuhi kebutuhan belajar murid yang beragam tentu belum cukup. Murid yang sedang mengalami masa perkembangan memerlukan tuntunan untuk mencapai kebahagian yang hakiki dan holistik. Kebahagiaan hanya dapat diwujudkan apabila mereka dapat hidup harmoni dengan lingkungannya. Berkontribusi positif pada sesama dan memiliki kepekaan sosial sebagai anggota masyarakat. Pada konteks ini pembelajaran sosial emosional (PSE) menjadi kebutuhan yang sangat urgen.
Pembelajaran sosial emosional adalah proses belajar yang membantu siswa mengembangkan kesadaran diri, mengelola emosi, membangun hubungan yang positif, membuat keputusan yang bertanggungjawab, dan memiliki resiliensi mengatasi tantangan hidup. Dengan PSE siswa diharapkan memiliki kesadaran diri yang tinggi.
Bagaimanapun sekolah adalah sebuah komunitas yang di dalamnya terdapat warga sekolah yang saling membutuhkan satu dengan lainnya. Mereka saling terhubung dan saling membutuhkan dukungan. Mereka menjadi entitas yang saling menguatkan untuk mencapai tujuan bersama, yaitu tujuan sekolah sesuai visi misi sekolah.
Untuk mewujudkan orang-orang yang mampu berkontribusi secara positif pada tujuan sekolah, maka diperlukan kemampuan membangun SDM yang berdaya. SDM yang berdaya dalam sebuah organisasi adalah SDM yang memiliki kemampuan, memotivasi, dan berkontribusi optimal bagi keberhasilan organisasi dalam hal ini sekolah. SDM yang berdaya tidak hanya memiliki keahlian teknis, tetapi juga memiliki sikap proaktif, penuh inisiatif, dan kemampuan berpikir kritis.
Bagaimana SDM yang berdaya itu dapat diwujudkan? strategi yang efektif adalah dengan pendekatan coaching. Mengapa coaching? karena coaching tidak hanya membangun motivasi dari luar (ekstrisik), tetapi berupaya membangun motivasi intrinsik yang jauh lebih efektif mendorong kemajuan.
Coaching adalah investasi yang sangat berharga bagi individu maupun organisasi. Dengan bantuan coach yang tepat, Seorang individu dapat mencapai potensi penuh mereka dan meraih kesuksesan yang diinginkan. Coaching merupakan strategi memberdayakan karyawan untuk mencapai potensi maksimalnya, meningkatkan kinerja, dan berkontribusi secara signifikan terhadap keberhasilan organisasi.
Oleh sebab itu, sebagai seorang coach di sekolah saya memiliki kesempatan untuk membantu rekan guru lainnya untuk mengembangkan diri mereka dari kondisi saat ini ke sebuah kondisi yang lebih baik sesuai ekspektasi dari masing-masing guru.
Sebagai kepala sekolah, saya memiliki tugas melakukan supervisi untuk memastikan kualitas pembelajaran dan layanan pendidikan secara umum terpenuhi sesuai rencana. Namun supervisi tidak efektif bila dilakukan dengan strategi yang kurang tepat.
Supervisi hanya akan menghasilkan proses pengawasan yang kering dan kehilangan substansi. Guru berpura-pura baik pada saat disupervisi, dan kemudian kembali pada keadaan semula setelah supervisi selesai. Tentu ini tidak boleh terjadi, maka sudah selayaknya peningkatan kinerja guru lahir dari sebuah motivasi internal (motivasi intrinsik), sehingga perubahan kinerja lebih fundamental dan substantif.
Guru harus memiliki kesadaran diri yang kuat bahwa merekalah yang perlu meningkatkan kinerja dalam melayani murid, dan bukan karena kepala sekolah. Kesadaran ini akan tumbuh dengan baik bila guru didorong dan diberdayakan dengan proses coaching. Atas pemahaman ini, maka saya berupaya membantu para guru melalui supervisi yang meng-empower, yaitu dengan supervisi berbasis coaching.
Peningkatan kinerja guru dapat dilihat dari kualitas pembelajaran yang mereka lakukan. Salah satunya ketika guru mampu memfasilitasi siswa belajar sesuai dengan preferensi mereka. Dengan pendekatan coaching, guru diharapkan mampu mewujudkan proses pembelajaran berdiferensiasi secara tepat, efektif, dan efisien. Kesadaran akan pentingnya pembelajaran berdiferensiasi semestinya lahir dari dalam, bukan karena adanya ancaman atau hukuman, baik oleh kepala sekolah maupun pengawas pembina.
Keterampilan coaching jelas memiliki hubungan yang kuat dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran. Keduanya saling melengkapi dan memperkuat dalam menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan berpusat pada murid.
Baik coaching maupun kepemimpinan pembelajaran sama-sama berfokus pada pertumbuhan individu. Sebagai coach, pemimpin pembelajaran dapat membantu guru dan staf mengidentifikasi potensi mereka, menetapkan tujuan yang jelas, dan mengembangkan rencana aksi untuk mencapai tujuan tersebut.
Tolitoli, Oktober 2024