Strategi Cerdas Menghadapi Tantangan Pembelajaran Pertanian
Oleh : Muliadi
Salah satu tantangan besar yang dihadapi program keahlian Agribisnis Tanaman di SMKN 1 Galang adalah bagaimana menciptakan pembelajaran bermakna dalam bidang budidaya pertanian. Pembelajaran ini harus tercermin dalam beberapa hal utama: (1) Terwujudnya demplot pertanian yang produktif dan berkelanjutan, mencakup empat kelompok pertanian: tanaman perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura, tanaman buah, serta tanaman hias. (2) Pengelolaan pertanian yang modern dan berbasis teknologi. (3) Pembentukan budaya dan sikap kerja yang profesional melalui kegiatan praktik yang terkontrol sesuai SOP. (4) Kegiatan kewirausahaan di bidang pertanian yang melibatkan siswa secara langsung.
Secara sederhana, pembelajaran yang bermakna di bidang pertanian dapat dilihat melalui kebun-kebun produktif yang tertata rapi, dikelola secara modern dan ramah lingkungan. Kebun yang bukan hanya menarik perhatian, tetapi juga memicu rasa ingin tahu masyarakat dan petani sekitar, "Bagaimana caranya berkebun seperti itu?". Hanya ketika kebun-kebun ini mulai tumbuh dan berkembang, barulah dapat dikatakan pembelajaran pertanian tersebut berhasil. Itulah asa, yang bisa jadi berbeda dengan definisi umumnya tentang keberhasilan sekolah pertanian.
Kenyataannya asa itu masih butuh perjuangan berat. Pengelolaan pertanian masih jauh dari harapan. Kegiatan praktik budidaya yang dilakukan terkesan sekedar memenuhi kewajiban tanpa orientasi yang jelas dan bermakna. Lahan yang luas justru didominasi rumput liar. Tanaman yang ada pun tampak tidak terawat. Kalau pun ada perawatan, juga tidak maksimal.
Dari sisi pembelajaran, proses pembelajaran masih didominasi teori dan ujian tulis yang relatif jauh dari realitas pertanian yang sesungguhnya. Lihat saja, tanaman perkebunan seperti kelapa dalam, kelapa sawit, kopi, dan coklat yang sudah ditanam, tidak terlihat sentuhan pemeliharaan. Wajar saja jika tanaman tersebut lebih terlihat seperti tanaman liar yang tak terurus.
Kondisi ini jelas memerlukan perubahan yang mendesak. Jika tidak segera ditangani, dampaknya akan sangat luas. Bukan hanya jurusan pertanian yang semakin tidak diminati calon siswa, tetapi juga akan memengaruhi pemenuhan jam mengajar guru-guru kejuruan pertanian yang terus menumpuk. Belum lagi bantuan peralatan pertanian yang bernilai miliaran rupiah itu akan sia-sia karena tidak dimanfaatkan dengan optimal.
Upaya-upaya telah dilakukan. Diskusi internal sudah beberapa kali dilaksanakan, namun sejauh ini belum ada langkah konkrit yang membawa perubahan signifikan. Pelatihan dan workshop yang diberikan seperti belum berdampak selain sekedar menghasilkan selembar sertifikat. Bahkan, para guru beberapa diantaranya telah mengikuti magang di BSIP dengan harapan kemampuan inovasi pengembangan budidaya pertanian mereka dapat berkembang dan berdampak pada peningkatan kompetensi siswa.
Namun, faktanya para juru taktik pembelajaran pertanian ini seperti tidak mampu berbuat banyak. Mereka jelas masih kesulitan beradaptasi dengan implementasi kurikulum yang berjalan. Alih-alih menciptakan pertanian modern, mereka justru terjebak dalam pola "yang penting mengajar" tanpa memahami tujuan utama dari pembelajaran kejuruan, yaitu menghasilkan siswa yang siap terjun ke dunia pertanian yang berbasis bisnis dan teknologi.
Melihat kenyataan ini, mungkin ada baiknya mereka langsung diberi contoh konkret dan praktis dalam mendesain pengelolaan pembelajaran. Melalui contoh yang ada diharapkan para guru terinspirasi dan bersedia mengubah pola pikir dan pendekatan mereka.
Salah satu contoh pembelajaran yang dapat dijadikan inspirasi adalah proyek “Kebun Bunga”, yang mengacu pada pembelajaran tanaman hias. Dalam proyek ini, pertanyaannya utamanya adalah, “Bagaimana melaksanakan pembelajaran tanaman hias sehingga dapat terwujud taman yang penuh dengan bunga, yang merefleksikan hasil pembelajaran tanaman hias?”
Melalui contoh ini, diharapkan para guru dapat melihat cara yang lebih produktif dan menginspirasi bagaimana mengelola pembelajaran pertanian. Tidak hanya sekedar teori, tetapi juga memberikan dampak nyata bagi siswa dan lingkungan sekitar. Pembelajaran pertanian yang benar-benar mengakar, modern, dan produktif dan berdampak pada siswa.
Target akhir pembelajaran adalah hadirnya sebuah taman penuh bunga. Waktu pelaksanaan 4 bulan dengan luas lahan 10 x 30 (300 m2). Ada 20 siswa dengan alokasi waktu belajar 4 jam/minggu, bagaimana mengaturnya?.
Perhatikan contoh pengaturan berikut:
Spesifikasi Proyek:
Luas Kebun: 10 x 30 meter (300 m²)
Durasi Proyek: 4 bulan
Jumlah Siswa: 20 orang
Waktu Belajar: 4 jam/minggu
Detail Pengaturan:
Tahap dan Rotasi Kelompok:
Siswa dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan kegiatan utama.
Setiap kelompok dapat bertukar kegiatan di akhir fase agar semua siswa memperoleh kompetensi lengkap.
Pembagian Waktu Per Minggu:
Total waktu: 4 jam/minggu
2 sesi masing-masing 2 jam (misalnya Selasa dan Kamis).
Waktu cadangan (minggu terakhir): digunakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki proyek.
Pekerjaan Paralel:
Kelompok yang selesai lebih awal dapat membantu kelompok lain untuk efisiensi.
Contoh: Setelah media tanam selesai, kelompok tersebut membantu menanam bunga.
Monitoring dan Evaluasi:
Evaluasi mingguan oleh guru dengan kriteria: kualitas media tanam, keberhasilan bibit, pertumbuhan bunga, dan estetika kebun.
Progres setiap kelompok dicatat dalam log kegiatan.
Hasil Akhir Proyek:
Kebun bunga yang indah dengan berbagai jenis bunga yang tertata rapi.
Laporan akhir proyek yang memuat dokumentasi proses dan hasil belajar siswa.
Keunggulan Pengaturan Ini:
Optimalisasi waktu dan sumber daya dengan pekerjaan paralel.
Setiap siswa mendapatkan pengalaman langsung pada semua tahapan proyek.
Pemantauan berkala memastikan kualitas hasil akhir.
Bentuk pengaturan atau tata kelola pembelajaran ini hanya contoh. Tentu bapak ibu guru dapat mengatur dengan cara yang lebih kreatif. Jika bapak ibu belum mampu membuat sendiri, silakan adopsi pengaturan ini dan laksanakan sesuai dengan jadwal yang tersedia.
Bapak ibu guru dapat melengkapi pengaturan ini dengan berbagai kelengkapan lainnya, seperti kalkulasi bahan dan alat yang diperlukan. Menyusun rencana anggaran dan biaya. Sampai pada membuat gambaran visual proyek. Yang tidak kalah penting, lakukan proses perencanaan bersama siswa, eksekusi bersama siswa, dan evaluasi bersama.
Selain contoh proyek pada tanaman hias. Berikut ini diberikan contoh perencanaan tanaman perkebunan. Tanaman perkebunan apa saja. Dapat dipilih sesuai kondisi.
1. Tujuan Proyek
Hasil akhir: Terwujudnya kebun tanaman perkebunan yang subur dan produktif.
Kompetensi yang diharapkan:
Pemahaman dasar tentang teknik budidaya tanaman perkebunan.
Keterampilan praktik mulai dari persiapan lahan, penanaman, hingga pemeliharaan.
Sikap peduli lingkungan, kerja sama, dan tanggung jawab.
2. Alokasi Waktu
Durasi: 1 tahun pelajaran (2 semester).
Total waktu efektif: ±36 minggu.
Per minggu: 3-5 jam pelajaran (disesuaikan dengan jadwal sekolah).
3. Pembagian Kegiatan
Rencana pembelajaran dibagi ke dalam tiga fase utama:
A. Fase Persiapan (8 Minggu)
Orientasi dan Pengetahuan Dasar (2 Minggu)
Materi: Jenis tanaman perkebunan, teknik budidaya, kebutuhan lingkungan tanaman.
Metode: Ceramah interaktif, diskusi, dan studi literatur.
Perencanaan Proyek (3 Minggu)
Identifikasi jenis tanaman yang akan dibudidayakan (misalnya kopi, kakao, atau kelapa sawit).
Penentuan lokasi kebun.
Pembagian tugas berdasarkan kelompok kecil (4-5 orang per kelompok).
Penyusunan jadwal kerja.
Persiapan Lahan (3 Minggu)
Pembersihan lahan dan analisis tanah.
Penentuan pola tanam.
Penyediaan bahan dan alat (bibit, pupuk, alat pengolahan lahan).
B. Fase Pelaksanaan (20 Minggu)
Penanaman (6 Minggu)
Penyiapan bibit.
Penanaman sesuai pola yang direncanakan.
Pemasangan sistem irigasi atau pengairan sederhana.
Pemeliharaan Tanaman (14 Minggu)
Penyiraman, pemupukan, pengendalian gulma, dan hama.
Evaluasi pertumbuhan tanaman secara berkala.
Dokumentasi perkembangan kebun.
C. Fase Evaluasi dan Penyelesaian (8 Minggu)
Panen Percobaan (4 Minggu)
Pengelolaan hasil panen awal (jika memungkinkan).
Analisis produktivitas.
Refleksi kesalahan dan perbaikan pola budidaya.
Penyusunan Laporan Akhir (2 Minggu)
Pembuatan laporan proyek secara kelompok.
Presentasi hasil proyek di hadapan guru dan siswa lain.
Serah Terima Kebun (2 Minggu)
Penyerahan kebun untuk keberlanjutan pengelolaan (misalnya ke angkatan berikutnya atau pihak sekolah).
Penutupan dan apresiasi.
4. Pembagian Tugas
Siswa dibagi menjadi 4 kelompok (masing-masing 5 orang) dengan peran berbeda:
Kelompok Persiapan Lahan: Bertanggung jawab atas pengolahan lahan dan penyediaan alat.
Kelompok Penanaman: Mengatur proses penanaman bibit sesuai dengan jadwal.
Kelompok Pemeliharaan: Memastikan tanaman terawat (penyiraman, pemupukan).
Kelompok Dokumentasi: Mencatat dan melaporkan perkembangan kebun.
5. Penilaian dan Evaluasi
Aspek Penilaian:
Kognitif: Pemahaman teori budidaya.
Psikomotorik: Keterampilan praktik (penanaman, pemeliharaan).
Afektif: Sikap kerja sama, tanggung jawab, dan peduli lingkungan.
Metode Evaluasi:
Lembar observasi kegiatan.
Tes teori dan praktik.
Laporan kelompok.
Refleksi akhir proyek.
Skor Evaluasi:
Teori: 30%.
Praktik: 50%.
Sikap dan Laporan Proyek: 20%.
Rencana ini memastikan kegiatan dilakukan secara bertahap, terstruktur, dan fokus pada hasil akhir berupa kebun produktif, sekaligus mengembangkan kompetensi siswa.
Contoh lainnya, pembelajaran proyek pada tanaman jagung.
1. Tujuan Pembelajaran
Tujuan Utama: Menghasilkan panen jagung yang berkualitas tinggi dan produktif.
Kompetensi yang Dikembangkan:
Pengetahuan: Pemahaman tentang budidaya tanaman jagung.
Keterampilan: Teknik persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan panen.
Sikap: Kerja sama, tanggung jawab, disiplin, dan kepedulian terhadap lingkungan.
2. Alokasi Waktu
Durasi Proyek: 5 bulan (20 minggu).
Waktu Kerja: 8 jam per minggu (dibagi menjadi 2 sesi, masing-masing 4 jam).
Total Waktu Kerja Efektif: 160 jam (20 minggu × 8 jam).
3. Pembagian Kelompok dan Tugas
Jumlah Siswa: 21 siswa, dibagi menjadi 3 kelompok utama dengan tugas berikut:
Kelompok 1 (7 siswa): Persiapan lahan dan penanaman.
Kelompok 2 (7 siswa): Pemeliharaan tanaman (penyiraman, pemupukan, pengendalian hama).
Kelompok 3 (7 siswa): Dokumentasi, evaluasi, dan pengelolaan hasil panen.
Rotasi Tugas: Setiap bulan kelompok berganti peran untuk memberikan pengalaman menyeluruh kepada seluruh siswa.
4. Fase Proyek
Proyek ini dibagi menjadi 4 fase:
A. Fase Perencanaan (2 Minggu)
Studi Awal dan Diskusi Kelompok:
Mengenalkan jenis jagung yang akan ditanam (misalnya jagung hibrida).
Diskusi tentang teknik budidaya dan perencanaan kerja.
Penyusunan Rencana Kerja:
Menentukan lokasi lahan.
Membagi peran dalam kelompok.
Menyusun jadwal mingguan.
B. Fase Persiapan (4 Minggu)
Persiapan Lahan:
Pembersihan lahan.
Penggemburan tanah menggunakan cangkul atau traktor sederhana.
Penambahan pupuk dasar (kompos atau pupuk organik).
Penyediaan Sarana:
Pengadaan benih jagung berkualitas.
Penyediaan pupuk, pestisida (jika diperlukan), dan alat tanam.
C. Fase Pelaksanaan (12 Minggu)
Penanaman (2 Minggu):
Penanaman benih jagung dengan pola tanam yang efisien (jarak tanam ideal: 60-70 cm).
Pemasangan sistem irigasi sederhana (jika diperlukan).
Pemeliharaan (10 Minggu):
Penyiraman: Dilakukan secara rutin sesuai kebutuhan tanaman.
Pemupukan Susulan: Menggunakan pupuk NPK pada usia 2-4 minggu dan 6-8 minggu.
Pengendalian Hama: Mengidentifikasi dan mengatasi serangan hama (ulat, kutu daun, dll.) secara manual atau dengan pestisida alami.
Penyiangan: Membersihkan gulma di sekitar tanaman jagung.
D. Fase Evaluasi dan Penyelesaian (2 Minggu)
Pemanenan (1 Minggu):
Memanen jagung pada usia ±100-120 hari setelah tanam.
Menilai kualitas hasil panen (berdasarkan ukuran, warna, dan kepadatan biji).
Penyusunan Laporan dan Refleksi (1 Minggu):
Membuat laporan kelompok yang mencakup kegiatan, kendala, dan hasil produksi.
Melakukan evaluasi keberhasilan proyek dan refleksi untuk perbaikan.
5. Jadwal Kerja Mingguan
6. Penilaian
Aspek yang Dinilai
Pengetahuan (30%):
Pemahaman teori tentang budidaya tanaman jagung.
Keterampilan (50%):
Kemampuan praktik lapangan (penanaman, pemeliharaan, pemanenan).
Sikap (20%):
Kerja sama, tanggung jawab, kedisiplinan, dan inisiatif.
Metode Penilaian:
Lembar observasi kegiatan harian.
Tes teori tentang budidaya jagung.
Laporan kelompok (teks dan presentasi).
Evaluasi hasil panen (kualitas dan kuantitas).
7. Target Hasil
Produktivitas Tinggi:
Rata-rata hasil panen minimal 5-7 ton per hektar (disesuaikan dengan luas lahan).
Kualitas Baik:
Jagung memiliki ukuran biji seragam, warna cerah, dan tanpa hama.
Keberlanjutan:
Sebagian hasil panen atau keuntungan digunakan untuk mendukung proyek budidaya berikutnya.
Rencana ini memungkinkan siswa memperoleh pengalaman langsung dalam budidaya jagung sambil mempelajari aspek kewirausahaan dan evaluasi proyek.
Demikian beberapa contoh pembelajaran pertanian berbasis proyek dan berorientasi pada hasil, komprehensif, holistik. Pembelajaran seperti ini, tidak hanya menghasilkan produk yang berkualitas, tetapi pengetahuan, keterampilan, sikap, dan pengalaman siswa dalam bidang pertanian diperoleh secara utuh. Kompetensi kewirausahaan bisa berkembang, kepercayaan siswa terhadap pentingnya pertanian akan meningkat, pada gilirannya calon siswa akan berminat. Semoga menjadi inspirasi.
0 comments:
Posting Komentar