Muliadi, S.Pd, M.Pd
Suara azan subuh di hp membangunkan saya dari lelapnya tidur. Dari dalam kamar mandi terdengar suara gemericik air, rupanya pak ketua sudah lebih dulu bangun. Sejurus kemudian kami menuju masjid yang tidak begitu jauh dari penginapan.
Selesai shalat subuh kami berkemas melanjutkan perjalanan. Perjalanan masih cukup jauh, olehnya itu saya pikir berangkat lebih pagi lebih baik.
Tidak terasa kami sudah 2 jam lebi berkendara. Pantas saja perut rasanya mulai menuntut haknya. Kami memang belum sempat sarapan. Jangankan sarapan sekedar ngopi saja belum. Wajar saja rasa lapar sudah mulai terasa.
Rupanya pak ketua juga merasakan hal yang sama. Setelah melewati beberapa tempat pak ketua menyarankan saya singgah dirumah makan kami lewati. Tapi melihat kondisi rumah makan itu saya agak kurang yakin dapat memenuhi selera kami. Saya menyarankan pak ketua mencari rumah makan di sekitar Sioyong atau Sabang.
Sioyong adalah sebuah tempat yang cukup ramai di wilayah pantai barat. Tempat ini sering menjadi persinggahan setiap kendaraan yang lalu lalang sepanjang jalur pantai barat. Disini ada Pertamina atau pom bensin. Jadi sambil beristirahat biasanya para pengendara mengisi bahan bakar sebelum melanjutkan perjalanan.
Sabang adalah ibu kota kecamatan, sehingga saya menduga kalau bukan disioyong kami mungkin akan menemukan tempat makan yang lumayan baik di sekitar desa Sabang.
Beberapa saat kemudian kami sudah memasuki Sioyong. Mobil saya pelankan sambil mengamati sekitar siapa tau ada rumah makan yang kami harapkan. Memasuki area sekitar lapangan bola ternyata disana ada pasar tumpah. Pedagang dan pembeli memadati bahu jalan. Saya pelankan laju mobil karena harus melewati kepadatan pengunjung pasar.
Saya masih berharap kami menemukan tempat makan yang ideal. Sayangnya sampai kami meninggalkan Sioyong tidak satupun rumah makan yang memenuhi kriteria kami. Didepan masih ada desa Sabang. Semoga saja disana ada tempat makan yang kami harapkan. Tapi lagi-lagi kami harus kecewa.
Setelah melewati desa Sabang, saya sedikit memacu kecepatan mobil. Selain jalan sudah cukup lebar, tikungan juga sudah sedikit berkurang. Ditambah lagi perut terus menuntut untuk segera diisi.
Kali ini target kami adalah desa Tambu. Saya ingat disana banyak rumah yang menyajikan banyak pilihan menu. Viewnya juga indah karena berada dibibir pantai desa Tambu. Butuh waktu sekitar 1 jam perjalanan untuk sampai di Tambuh. Jika diakumulasi dari soni tempat kami menginap sampai ke desa Tambu membutuhkan waktu sekitar 3 jam perjalanan.
Setelah beberapa desa, akhirnya sampai juga kami di rumah makan yang kami tuju. Pak ketua langsung turun, kemudian memilih ikan yang ada dibox penyimpanan ikan. Saya sendiri memilih menu nasi kuning. Saya pikir masih cukup pagi. Saat itu memang masih pukul 08 lebih 35 menit.
Melihat saya lebih memilih nasi kuning, pak ketua membatalkan memilih ikan. Dia akhirnya memilih menu yang sama. Alhamdulillah menu nasi kuning dengan ikan goreng katombo mampu mengobati rasa lapar kami.
Selesai makan kami langsung berangkat. Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Hari itu hari Jum'at, jadi kami harus sampai di Palu sebelum Jum'at. Kali ini giliran anak saya yang menjadi joki. Saya duduk dibelakang.
Pukul 11 lewat kami sudah masuk kota Palu. Kami langsung menuju Hotel Brizky yang sudah diboking sebelumnya. Hotel ini sengaja dipilih karena letaknya tidak begitu jauh dari lokasi konferensi. Kami menempati kamar 234 yang berada dilantai dasar dekat dengan resepsionis.
Menjelang shalat Jum'at kami sampai di hotel. Sejurus kemudian suara azan terdengar dari menara masjid. Setelah mandi dan berpakain rapih kami berangkat menuju Masjid. Sedikit terlambat, saya hanya kebagian tempat di kaki lima masjid. Ternyata jamah shalat Jum'at sangat padat.
Dalam hati saya bertanya, kok bisa ya sepadat ini, katanya zona merah tapi kok masjidnya full. Dan sepertinya sudah tidak prokes. Sejenak saya mengamati jamaah yang, ternyata hanya sedikit yang menggunakan masker.
Maaf nanti dilanjutkan lagi, mau cari makan dulu he..he..
0 comments:
Posting Komentar