BDR antara Harapan dan Realitas
Setiap
proses belajar dan pembelajaran senantiasa mengharapkan keberhasilan yang
tinggi. Tidak terkecuali kegiatan belajar dan pembelajaran yang dilaksanakan
dari rumah atau BDR. Kegiatan belajar dari rumah (BDR) merupakan pilihan yang harus
ditempuh mengingat dua kepentingan yang harus sama-sama terpenuhi, yaitu layanan
belajar dan selamat dari ancaman penularan covid 19. Untuk mendukung upaya
tersebut, pemerintah melalui kemendikbud sampai harus menerbitkan pedoman
penyelenggaraan BDR Dalam Masa Darurat Penyebaran Covid-19 melalui surat edaran
nomor 15 Tahun 2020. Menurut Chatarina Muliana Girsang surat edaran tersebut
bertujuan memperkuat Surat Edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Covid-19 (https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2020/05/kemendikbud-terbitkan-pedoman-penyelenggaraan-belajar-dari-rumah)
Belajar
adalah hak dan kebutuhan siswa. Oleh karena itu layanan belajar dalam situasi
dan kondisi apapun diupayakan agar selalu dapat dipenuhi secara layak. Guru
sebagai perancang sekaligus implementator pembelajaran diharapkan selalu dapat
memberikan layanan pembelajaran bermutu meskipun situasi dan kondisi tidak
sepenuhnya mendukung. Prinsipnya dalam berbagai situasi, guru harus dapat menyiasati
kegiatan belajar agar tetap berjalan efektif.
Salah
satu strategi belajar yang harus diambil dalam menyiasati situasi dan kondisi
saat ini adalah BDR. Melalui kegiatan Belajar Dari Rumah (BDR) setidaknya siswa
tetap dapat memenuhi hak belajarnya sesuai kalender pendidikan. Hal ini sejalan
dengan tujuan pelaksanaan Belajar Dari
Rumah (BDR) sebagaimana disebutkan dalam edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 yaitu
memastikan pemenuhan hak peserta didik
untuk mendapatkan layanan pendidikan selama darurat Covid-19, melindungi warga
satuan pendidikan dari dampak buruk Covid-19, mencegah penyebaran dan penularan
Covid-19 di satuan pendidikan dan memastikan pemenuhan dukungan psikososial
bagi pendidik, peserta didik, dan orang tua.
Lalu
bagaimana kenyataannya? Harus diakui tidak mudah mewujudkan BDR yang efektif. Bagaimanapun
juga BDR merupakan adaptasi baru yang oleh sebagian besar siswa dan guru cukup
membingungkan. Siswa yang terbiasa berada dalam control penuh guru pada saat
belajar di kelas, tiba-tiba harus menghadapi kenyataan belajar dengan control
yang terbatas dan bahkan mungkin tidak ada sama sekali. Akibatnya kegiatan belajar
siswa dirumah umumnya tidak berjalan efektif.
Dari
data kehadiran siswa dalam kegiatan belajar daring (online) di salah satu SMK
di Tolitoli ternyata rata-rata kehadiran siswa berada dibawah 50%. Bahkan dalam
hal menyelesaikan tugas dari guru ternyata tidak lebih dari 30% siswa
menyelesaikan tugas yang diberikan. Secara
umum dapat dikatakan bahwa tingkat partisipasi siswa sangat rendah.
Sehubungan
dengan pelaksanaan BDR ini beberapa fakta menarik dapat menjadi referensi bagi guru
yang melaksanakan BDR. Dalam suatu kesempatan penulis mencoba melakukan survey untuk
mengungkap pandangan siswa terhadap BDR yang sedang berjalan. Dari hasil survey
tersebut terungkap sejumlah fakta menarik.
Media
daring yang paling disukai siswa
Menurut
siswa dari sejumlah media daring yang digunakan oleh guru selama BDR ternyata yang
paling disukai siswa adalah pesan tertulis WA. Faktanya sebagaimana ditunjukkan
oleh diagram dibawah ini.
Media daring yang paling disukai siswa |
Sumber : Survey daring SMKN 1 Tolitoli
Dari
diagram di atas ternyata siswa yang memilih pesan tertulis WA sebagai media belajar daring ditunjukkan oleh balok
berwarna hijau. Umumnya siswa beralasan bahwa pesan tertulis WA lebih hemat
pulsa, sudah sering digunakan, dan mudah dioperasikan. Pilihan kedua yang
paling disukai adalah webinar atau vicon, pada diagram di atas ditunjukkan oleh
balok berwarna biru. Menurut siswa media ini disukai karena dapat bertatap muka
langsung dengan guru. Kemudian pilihan ketiga adalah kombinasi WA atau telegram
dan youtube, pada diagram di atas ditunjukkan oleh balok berwarna ungu.
Pembelajaran
yang paling disukai saat ini
Meskipun
pandemic Covid-19 masih terjadi hingga saat ini, namun faktanya proses
pembelajaran yang paling diminati siswa adalah tetap saja tatap muka di
sekolah. Dari fakta yang ada 86% siswa memilih untuk belajar tatap muka di
sekolah. Hanya 14% siswa memilih belajar online melalui internet atau daring.
Sementara sisanya, yaitu kunjungan rumah baik individu maupun kelompok ternyata
tidak lebih dari 3%. Hal ini berarti PJJ dengan pendekatan luring atau
kunjungan ke rumah faktanya cenderung kurang disukai siswa.
Sumber : Survey daring SMKN 1 Tolitoli
Tugas
yang diberikan guru
Salah
satu masalah yang dihadapi guru dan siswa dalam belajar dari rumah adalah
tugas. Sebenarnya tugas dalam belajar adalah hal yang biasa, tetapi mengapa
menjadi luar biasa ketika BDR berlangsung. Hal ini terjadi karena tugas sebagai
proses belajar dan tugas sebagai assessement kadang-kadang sulit dipisahkan.
Fakta menunjukkan dalam seminggu umumnya siswa menerima 5-6 tugas setiap
minggu. 41% siswa mengaku menerima tugas dari guru antara 5-6 tugas, 35% siswa
mengaku menerima tugas 3 sampai 4 setiap minggu.
Sumber : Survey daring SMKN 1 Tolitoli
Tugas
sebanyak itu menurut siswa ternyata cukup memberatkan. Hal ini terjadi menurut
siswa karena banyak materi yang tidak dimengerti karena kurang penjelasan dari
guru. Fasilitas belajar yang terbatas, kondisi lingkungan rumah yang tidak
mendukung dan jaringan internet yang kurang baik turut memperberat penyelesaian
tugas yang diberikan.
Dari
hasil survey diketahui ternyata 44% siswa mengatakan tugas yang diberikan guru
sangat banyak. Meskipun demikian 55% siswa mengaku beban tugas yang diberikan sudah
sesuai.
Sumber : Survey daring SMKN 1 Tolitoli
Fakta
lain yang juga menarik adalah tentang kemampuan siswa dalam menyelesaikan tugas
yang diberikan guru. 46% siswa mengaku hanya dapat menyelesaikan 75% dari
seluruh tugas yang diberikan oleh guru tepat waktu 22% siswa mengaku hanya
dapat menyelesaikan 50% tugas. 8% mengaku dapat menyelesaikan kurang dari 50%
tugas. Sementara yang mengaku dapat menyelesaikan semua tugas tepat waktu
sebanyak 23%.
Dari
hasil ini dapat disimpulkan bahwa hampir sebagian besar siswa tidak dapat
menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Sehingga dengan fakta ini guru perlu mencari
strategi pemberian tugas tepat agar tujuan dan fungsi tugas yang diberikan
tetap optimal.
Mungkin
ada baiknya guru mempertimbangkan saran dari komisioner KPAI Retno Listyarti.
Meskipun beliau saat ini bertugas sebagai salah satu komisioner KPAI namun
beliau juga mantan guru dan kepala sekolah. Artinya saran dan pandangan beliau
tentang pembelajaran cukup kompeten.
Dalam suatu artikel yang dimuat oleh
Republika.co.id (Rabu 18 Mar 2020 15:40 WIB) Retno Listyarti menyarankan agar soal atau tugas yang
diberikan oleh guru kepada siswa harus terukur maksimal dapat dikerjakan dalam waktu
30 menit. Menurut beliau tugas yang diberikan agar jangan berbarengan dan
sebaiknya diberikan oleh rumpun mata pelajaran. Demikian juga jenis tugas jangan
melulu berupa soal tetapi boleh berupa tugas yang lebih variatif seperti
membaca buku dan menuliskan resume.
Harapan
dan realitas dalam BDR memang masih cukup jauh. Tidak mudah mengadaptasikan
suatu kebiasaan baru. Meskipun demikian upaya untuk memaksimalkan hasil dengan
berbagai strategi dan pendekatan harus tetap dilakukan. Oleh karena itu,
memahami kelemahan bukan untuk mematahkan semangat, tetapi justru menjadi
pemicu dan pemacu diri dalam mewujudkan BDR yang lebih baik lagi.
Wassalamualaikum