Pages - Menu

Jumat, 20 Mei 2022

Berpikir Ideal Bertindak Rasional

Dalam beberapa kali pertemuan atau rapat dewan guru dan staf sering terungkap kata idealisme. Diksi ini diungkapkan biasanya ketika ada peserta rapat yang mencoba mengkritik atau memberikan saran atas suatu sikap, pandangan atau tindakan yang menjadikan aturan atau norma ideal sebagai rujukan. Sementara sikap dan pandangan tersebut dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan lapangan atau kebutuhan praktis pragmatis. 

Kira-kira alasan yang di sering disampaikan adalah "anda terlalu idealis, hal yang Anda ungkapkan itu benar, tapi itu idealnya. Kenyataan dan fakta di lapangan hal itu tidak mungkin di terapkan. Kalau diterapkan dampaknya akan sangat besar, siapa yang mau tanggung jawab? 

Coba lihat saja dilema ini kata teman saya. Anda ingin menetapkan kkm sesuai kondisi siswa atau daya dukung sekolah yang dihitung secara ideal, kemudian misalnya di peroleh kkm 61 apa akibatnya ? hampir dapat dipastikan nilai yang diperoleh siswa akan dominan berada disekitar 61. Lalu apa masalahnya?

Jika rata-rata pencapaian siswa hanya 61, maka hal yang akan terjadi :

1. nama baik sekolah akan turun, 

2. siswa akan mengalami kendala saat mendaftar pada posisi tertentu yang mensyaratkan nilai inimal 70, 

3. siswa kesulitan masuk perguruan tinggi pavorit, 

4. kepala sekolah akan dianggap tidak berhasil, serta dampak lainnya 

Jadi, kesimpulannya tidak mungkin idealisme dilakukan di sekolah karena hal tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan praktis. Idealnya siswa harus mencapai kompetensi minimal, tetapi kebutuhan praktisnya harus jauh di atas kompetensi minimal. 

Idealnya mengisi evaluasi diri sekolah harus sesuai dengan kondisi di lapangan, tetapi kebutuhan praktisnya sekolah harus bernilai baik agar pimpinan dan guru dianggap benar-benar sudah bekerja, jadi isi saja yang baik-baik. 

Idealnya siswa yang tidak memenuhi syarat kenaikan kelas, tidak naik kelas. Tetapi kebutuhan praktisnya sekolah ingin dianggap berhasil dan tidak ingin mendapat tantangan dari ortu atau kehilangan siswa (calon siswa tidak berminat masuk), jadi naikkan saja semua. 

Idealnya setiap jurusan di SMK on off sesuai kebutuhan dunia kerja. Tetapi kebutuhan praktisnya  guru kejuruan membutuhkan jam pelajaran, jika tidak, guru kejuruan dan bahkan mungkin guru umum akan kehilangan pekerjaan. 

Pada konteks ini idealisme seolah-olah digambarkan sebagai sesuatu yang mustahil diwujudkan. Idealisme hanya sebuah angan-angan dan mimpi. Bahkan idealisme sering direpresentasikan sebagai pemanis kata atau retorika para pembicara termasuk para pejabat. Sementara di garda terdepan hampir tidak mungkin di wujudkan. 

Pandangan ini melahirkan dua sisi yang cenderung berseberangan. Tidak jarang diantara keduanya terjadi debat panjang yang menguras emosi dan perasaan. Orang yang selalu berusaha mengikuti nilai dan norma secara ketat senantiasa dinisbatkan sebagai orang yang terlalu idealis. Mereka seakan-akan tidak hidup di bumi. 

Sementara kenyataan atau realisme adalah kondisi kekinian yang harus segera di penuhi. Oleh sebab itu, nilai dan norma ideal bisa saja dilanggar jika dianggap menghalangi kebutuhan saat ini. Orang idealis kadang-kadang dianggap tidak berperasaan. Sedangkan motif dan pertimbangan utama kebutuhan praktis adalah emosi dan perasaan. Bukankah mengabaikan sikap ideal motif utamanya adalah rasa kasihan? 

Tapi benarkah idealisme sesuatu yang mustahil di sekolah. Benarkah idealisme mutlak berseberangan dengan kepentingan praktis pragmatis? 

Idealisme adalah pemikiran yang berfokus pada cinta terhadap nilai-nilai tertentu, termasuk kepercayaan, dan mengubah semua hal abstrak sebagai cita-cita tujuan, visi, dan misi yang diperjuangkan. Dalam KBBI setidaknya ada tiga pengertian idealisme. Namun saya mengutip yang lebih relevan dengan konteks pembahasan ini, yaitu idealisme adalah hidup atau berusaha hidup menurut cita-cita menurut patokan yang dianggap sempurna. 

Berdasarkan pengertian di atas maka idealisme merupakan perwujudan dari sikap dan padangan seseorang yang senantiasa di dasarkan pada nilai dan norma yang disepakati. Nilai dan norma yang disepakati dalam hal ini dapat berbentuk undang-undang, peraturan, juknis, maupun norma umum yang berlaku di sekolah maupun masyarakat. 

Kalau demikian adanya maka guru idealis itu pada hakekatnya adalah guru yang baik karena selalu berusaha mengikuti aturan. Guru idealis mengikuti aturan bukan tanpa alasan dan atau taklid buta. Tetapi aturan dan norma diikuti atas kesadaran moral yang berpandu pada pemikiran rasional sehingga melahirkan keyakinan akan kebenaran tujuan dari aturan atau norma yang disepakati. 

Sebut saja misalnya soal kkm 60 dan 65, kita yakin penetapan kkm itu rasional karena yang penting sebetulnya bukan soal kkm nya, tetapi kompetensi yang direpresentasikan oleh nilai kkm. Apalah gunanya nilai tinggi misalnya 90, tetapi fakta kompetensi sebenarnya adalah 50. 

Angka hanya indikasi. Angka bukan tujuan. Namun bagi pandangan realis angka menjadi penting karena menjadi syarat tertentu. Sementara kompetensi yang mengisi angka menjadi tidak penting lagi. Maka jadilah angka-angka itu dipermak sesuai kebutuhan praktis saat itu. Ini juga berlaku pada aspek lainnya. Jadi kecenderungan penyelesaian dengan cara instan telah menjadi kebiasaan yang terus berulang dan akhirnya dianggap suatu kebenaran. 

Pertanyaan nya, mana yang lebih penting kebutuhan praktis atau kebutuhan ideal dalam jangka panjang. 








Tidak ada komentar:

Posting Komentar