Pages - Menu

Kamis, 02 September 2021

Draf buku Belajar Menulis di Balik Layar


A. BERKAH DI BALIK BENCANA 

1. Belajar Di Balik Layar 

       Bencana Covid-19 masuk ke Indonesia, membuat hampir semua aktivitas dilakukan secara online. Bukan hanya proses pembelajaran, tetapi juga kegiatan seperti, diklat, workshop, seminar dan lain-lain juga dilaksanakan secara online. Ada yang berbayar ada pula yang gratis. Penyelenggaranya beragam, mulai dari lembaga resmi pemerintah, organisasi, kelompok masyarakat, LSM sampai yang personal. Player berisi ajakan dan penawaran kegiatan bertebaran diberbagai platform digital. Memberikan kemerdekaan memilih sesuai minat, kebutuhan dan tujuan. 

 Alhamdulillah penulis berkesempatan mengikuti  beberapa kegiatan yang tawarkan. Salah satu kegiatan yang paling berkesan adalah kegiatan belajar menulis.  Penulis bersyukur bisa terseret masuk ke kelas belajar menulis PGRI asuhan Om Jay. Kelas belajarnya unik, murah, tapi tidak murahan.  

Pembelajaran hanya dilaksanakan via  WA grup, jadi sudah pasti sangat murah. Meski demikian strategi belajar yang terapkan sangat efektif karena fokus pada praktik keterampilan menulis. Kegiatan belajar menulis terasa makin elegan dengan kehadiran para penulis handal sebagai narasumber. Tidak hanya itu, kolaborasi apik dengan pelaku industri penerbitan turut menyempurnakan kegiatan belajar menulis PGRI yang dimotori om Jay. 

Kegemaran menulis selama ini seakan menemukan jalurnya. Penulis tidak menyia-nyiakan kesempatan, dan memutuskan masuk grup kelas menulis om Jay. Tetapi, meski sudah bergabung dalam kelas belajar menulis, penulis belum menjadi peserta yang aktif. Penulis belajar menulis, tetapi hanya mengamati. Tidak membuat resume sebagai mana peserta lainnya. Sampai kegiatan belajar menulis berakhir penulis benar-benar hanya belajar dari balik layar 

        Sampai kelas menulis dialihkan ke kelas berikutnya penulis terus diikutkan. Penulis hanya menjadi pengamat yang aktif dan bukan pebelajar aktif. Seperti biasa hanya pemain dibalik layar. Terdaftar digrup, tetapi tidak berkomentar, apalagi membuat tugas resume. Karena sudah beberapa kali saya belajar menulis dari balik "persembunyian" saya pikir mungkin sudah saatnya keluar dan menunjukkan jati diri. Sehingga berbeda dengan gelombang sebelumnya. 

        Pada kelas menulis gelombang 19 penulis sengaja menjapri om Jay agar dimasukkan ke dalam grup. Hal tersebut penulis lakukan karena gagal mendaftar melalui tautan undangan grup. Mungkin karena merasa sebagai pemain lama meskipun tidak aktif, keberanian penulis mulai tumbuh. Saat digabungkan ke grup menulis gelombang 19, saya mulai memposting tulisan-tulisan. Ternyata tulisan saya itu, mengundang komentar dari om Jay. Saya pun makin bersemangat menulis. 

        Keinginan untuk menulis makin bertambah ketika om Jay meminta saya menjadi ketua kelas gelombang 19. Wah, saya pikir ini luar biasa, belum lagi saya punya karya yang dapat dibanggakan, eh tau-tau om Jay sudah menunjuk saya sebagai ketua kelas. Ini apresiasi luar biasa. Saya menerima kepercayaan itu, meskipun saya sendiri belum tahu apa tugas ketua kelas di kelas menulis. Saya mencoba bertanya kepada om Jay. Tetapi om Jay tidak menjelaskannya. Beliau malah menyuruh saya bertanya ke ibu Maesaroh sambil membagikan nomor kontaknya. 

        Dari petunjuk om Jay saya belajar ke ibu Maesaroh. Kebetulan ibu Mae adalah mantan ketua kelas juga pada gelombang sebelumnya. Dari ibu Mae saya ketahui ternyata jadi ketua kelas di kelas om Jay cukup sederhana. Kita hanya perlu mengatur postingan kawan-kawan belajar menulis sesuai urutan postingan. Sesekali saya memberikan pendapat tentang aturan main yang harus dipatuhi oleh peserta.

        Menjadi ketua kelas di kelas menulis dengan level nasional memberikan kebanggaan sendiri buat saya. Setidaknya dengan status tersebut membuat kawan-kawan peserta belajar menulis bisa lebih respek. Namun yang lebih penting bagi saya adalah status ketua kelas menjadi semacam garansi buat saya untuk menjadi salah satu peserta yang lulus dan memperoleh sertifikat. 

       Bagaimana pun untuk lulus dan memperoleh sertifikat di kelas menulis PGRI tidaklah mudah. Diperlukan usaha yang keras, motivasi yang tinggi untuk menyelesaikan 30 kali pertemuan dengan minimal 20 resume, serta minimal satu buah buku yang ber-ISBN. Sepintas terlihat sederhana, tetapi saat dijalani akhirnya terlihat siapa yang konsisten dan siapa yang akhirnya harus menyerah oleh tantangan menulis yang sebenarnya. 

2. Karya Antologi adalah Buku Perdanaku 

    Saya suka menulis, tetapi saya sama sekali masih buta tentang dunia kepenulisan. Apalagi terkait dengan buku, saya sama sekali belum punya pengalaman. Oleh karena itu, ketika muncul penawaran untuk membuat karya antologi, saya juga sempat bingung. Saya coba searching digoogle apa itu buku antologi, oh .. ternyata buku dengan banyak penulis di dalamnya. Istilah umumnya buku keroyokan.
    
    Alhamdulillah, karena saya aktif mengamati pembelajaran kelas menulis walaupun tidak aktif belajar, saya mendapat info tentang membuat karya antologi yang digagas oleh Bu Kanjeng. Saya pikir, saya harus mengikuti tantangan menulis tersebut. Waktu itu, temanya adalah "Pengalaman Pembelajaran di Masa Pandemi Covia-19". Tema yang diberikan oleh Bu Kanjeng menurut saya menarik dan tidak terlalu berat. Saya ambil kesempatan tersebut dan menjadi salah satu pendaftar pada karya antologi.
     
        Tidak butuh waktu lama saya sudah dapat menyelesaikan tulisan saya. Sejujurnya saya sendiri belum punya pengalaman tentang PUEBI atau lainnya. Bagi saya, yang penting tulisan saya bisa dibaca dan dapat dipahami oleh pembaca. Saya kirimkan tulisan, Alhamdulillah ternyata sambutan Bu Kanjeng sangat positif. Saya senang, apalagi ketika bu Kanjeng menuliskan di WA bahwa "Tulisan bapak bagus sekal". Hati saya berbunga-bunga. Meskipun saya sendiri sebenarnya tidak terlalu yakin dengan kualitas tulisan saya.  

    Bagi saya tidak terlalu penting pujian, yang penting tulisan saya diterima, itu saja. Alhamdulillah, berkat orang-orang hebat ini, lahirlah karya antologi pertama saya lengkap dengan sertifikat. Padahal waktu itu saya belum bergabung dengan kelas menulis. Sebelum buku antologi pertama itu sampai ditangan, sertifikat yang dikirimkan dan foto cover buku langsung menghiasi media sosial saya. Ada kebanggaan luar biasa, meskipun hanya sebuah karya antologi tetapi itulah karya monumental bagi saya. Dengan karya antologi itu, saya jadi terus tertantang untuk menulis.

B. WUJUDKAN MIMPI MENULIS DENGAN STRATEGI MENULIS
    
        Menulis pada prinsipnya adalah pekerjaan yang sederhana, karena menulis dapat dilakukan hanya dengan mengubah ucapan (lisan) menjadi tulisan. Jika setiap orang mudah berbicara atau berbincang, maka sesungguhnya apa yang dibincangkan atau dibicarakan dapat disampaikan secara tertulis. Sehingga tidak salah jika kemudian Bapak Thamrin Dahlan mengatakan bahwa menulis itu semudah berbicara. Menulis sebenarnya adalah aktivitas memindahkan bahasa lisan menjadi bahasa tulisan.  
    
        Tetapi walaupun menulis merupakan aktivitas yang sederhana, ternyata tidak semua orang mampu menjalaninya dengan sukses. Tidak sedikit yang ingin menjadi penulis, tetapi ketika menjalaninya beberapa waktu kemudian berhenti menulis. Kemampuan menulis tidak ditentukan oleh tingkat pendidikan seseorang, karena terbukti banyak orang bergelar tinggi tetapi tidak bisa menulis. Namun disisi lain, ada orang dengan pendidikan pas-pasan, tetapi bisa menjadi penulis hebat, seperti Bang MT atau Matahari Timur.  

1.      Apa itu menulis

Menulis adalah kegiatan menciptakan catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara (Wikipedia). Dalam KBBI menulis antara lain diartikan sebagai cara melahirkan pikiran atau perasaan dengan tulisan, seperti mengarang cerita, atau membuat surat.

Menurut The Liang Gie menulis merupakan kegiatan menulis yang memasukkan beberapa unsur penting dalam menulis. Jadi tidak sekedar menuangkan gagasan saja, tetapi juga harus mengikuti unsur lain seperti meninjau dari segi tuturan, wahana dan tatanan.

Merujuk pada pengertian di atas, maka menulis berarti kegiatan menyampaikan pesan oleh penulis kepada pembaca melalui tulisan. Pesan tersebut bisa berupa informasi, ide, gagasan, atau ungkapan perasaan. Menulis bisa sangat sederhana, seperti menulis status atau informasi pendek di media sosial. Tetapi juga bisa sangat kompleks, seperti menulis artikel, karya ilmiah, novel, atau sejenisnya.

Semakin kompleks suatu tulisan, maka akan semakin banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud bisa berupa panjang pendek tulisan, alur cerita, sistematika, dan lain-lain.

 

2.      Persyaratan Mental Sebelum Menulis

 Menulis pada kondisi tertentu adalah pekerjaan yang relatif sederhana, karena tidak memerlukan bahan dan alat yang rumit. Kalaupun ada bahan dan alat yang digunakan, itu semata-mata hanya sebagai pendukung dan bukan instrumen utama. Secara teknis, menulis pada prinsipnya tidak memerlukan persyaratan khusus. Menulis segera dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Bahkan menulis dapat dilakukan di dalam hati (Prof Much. Khoiri), tentu pada akhirnya diwujudkan dalam tulisan. 

Meski demikian menulis adalah aktivitas yang unik, ringan dilakukan secara fisik, tetapi dalam jangka panjang akan cukup melelahkan. Menulis dapat dilakukan sambil duduk santai, atau sedang menunggu di terminal. Bahkan menulis dapat dilakukan sambil rebahan. Namun menulis dalam waktu yang lama, dapat menimbulkan kelelahan dan bahkan mungkin kebosanan.  Apalagi jika tidak didasari oleh kesiapan mental yang memadai. Terbukti banyak orang di awal menulis begitu produktif, pada akhirnya berhenti menulis. Bahkan tidak jarang orang yang sudah memiliki niat dan kemampuan menulis, tetapi niat dan kemampuannya belum menghasilkan karya apa pun selain keinginan dan harapan.

Agar niat, harapan atau kemampuan tersebut mendapat landasan yang kuat untuk diwujudkan, maka seorang penulis setidaknya mengerti, menyadari, dan memahami alasan mengapa dia harus menulis.

Bu Kanjeng, seorang motivator, penulis dan juga pegiatan literasi mengatakan bahwa ada dua alasan mengapa orang harus menulis, yaitu:

1. Hingga hari ini, profesi penulis adalah salah satu pekerjaan yang sangat dihormati dan dihargai secara sosial. 

2. Kemampuan menulis dipandang sebagai indikator intelektualitas dan kematangan berpikir.

Imam Syafi'i mengatakan "Kalau kamu bukan anak raja dan bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis". Dari pernyataan tersebut, Imam Syafi’i ingin menegaskan bahwa menulis adalah salah satu jalan menuju kemuliaan. Kita tidak mungkin mewarisi kemuliaan seorang anak raja atau seorang ulama, karena kita bukan anak raja atau ulama. Tetapi kemuliaan masih kita dapatkan jika kita mau menulis. Sebuah Quote yang sangat relevan dengan ungkapan di atas “Jika seseorang ingin melihat dunia, maka membacalah. Tapi jika ingin dikenal maka menulislah". Jadi dengan menulis kita akan dikenal, dihormati dan dihargai secara sosial.

Dengan menulis seseorang berarti telah mengawetkan ide, gagasan dan hasil pemikirannya. Ide, gagasan, atau buah pikiran yang disampaikan secara lisan, meski pada forum paling terhormat sekalipun akan menguap dan hilang begitu saja, dan akhirnya dilupakan. Hal tersebut tentu berbeda jika ide, gagasan dan buah pikiran tersebut disampaikan kepada pembaca melalui tulisan. Maka ide, gagasan, dan buah pikiran tersebut akan terus ada sampai pada generasi berikutnya, terlepas dari mereka setuju atau tidak dengan gagasan kita.

Pramoedya Ananta Toer mengatakan “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Kita boleh memiliki gelar panjang sebagai tanda kecerdasan kita, tetapi selama tidak menulis maka tanda kecerdasan itu akan hilang sebatas usia kita. Kita dapat membayangkan bagaimana jadinya jika para ulama terdahulu tidak menuliskan kitab ilmunya kepada kita, maka bisa jadi saat ini kita masih dalam jahiliaan.

Selain karena alasan-alasan filosofis, mengapa kita harus menulis, juga akan sangat berkaitan dengan berbagai alasan praktis dalam dunia kerja kita. Guru dan dosen sebagai tenaga akademik, perlu dan harus menulis karena menjadi tuntutan pekerjaannya atau menulis sebagai syarat kenaikan pangkat. Para pejabat harus menulis saat promosi jabatan, karena salah satu syarat calon pejabat adalah membuat makalah. Para ustaz, harus menulis agar ceramah mereka dapat disampaikan secara runtut dan efektif. Pendek kata menulis adalah aktivitas mulia yang penting dilakukan oleh kita semua atau sebagian dari kita, karena hanya dengan tulisan kita dapat mewariskan kebaikan-kebaikan kepada generasi berikutnya.  

 

3.      Motivasi menulis

 

Penulis manapun senantiasa membutuhkan motivasi dalam menulis. Dengan motivasi yang kuat seorang penulis akan mampu menjaga mood menulis tetap menyala. Bagaimanapun Kondisi fisik dan psikis yang dinamis, seringkali memengaruhi konsistensi seseorang dalam menulis. Pada saat kondisi fisik sehat dan hati senang, maka menulis mungkin tidak ada masalah. Artinya seorang penulis dapat menjalani aktivitas menulis dengan baik-baik saja. Hal tersebut akan berbeda, ketika penulis sedang mengalami kelelahan fisik atau pikiran sedang banyak, maka mood menulis biasanya menurun drastis. 

Namun mood yang sedang turun akan kembali menyala manakala penulis memiliki motivasi menulis yang kuat. Motivasi menulis yang kuat pada diri penulis, biasanya akan mengalahkan hambatan-hambatan yang dialami. Termasuk hambatan karena faktor kelelahan fisik atau karena banyak pikiran. Dengan motivasi menulis yang tinggi, penulis akan selalu berusaha menemukan cara bagaimana agar dia bisa menulis. Sehingga wajar saja, jika ada orang yang sedang sakit sekalipun ternyata masih produktif menulis. Salah satu contohnya adalah Ibu Ani Yudoyono. Beliau suka menulis meskipun sedang sakit. 

Jadi motivasi menulis itu penting. Motivasi menulis bisa menjadi obat dikala sakit, dan bisa menjadi suplemen dikala sehat. Artinya dalam kondisi apapun, dengan motivasi menulis yang kuat seorang penulis akan konsisten dalam menulis. Perlu diingat bahwa salah satu hambatan menulis yang paling klasik adalah tidak konsisten menulis. Akibatnya banyak dari tulisan yang sudah dirintis sejak awal, akhirnya macet dan terhenti ditengah jalan, atau tidak selesai. Padahal tulisan yang baik itu adalah tulisan yang selesai. Sebaik apapun kualitas sebuah tulisan, jika tidak selesai, tidak dapat dikatakan baik. Oleh sebab itu, sangat penting menjaga konsistensi menulis hingga tuntas, dan hal tersebut dapat dilakukan dengan menjaga motivasi menulis.

Lalu apa itu motivasi menulis? Motivasi menulis umumnya berkaitan dengan harapan-harapan atau tujuan seseorang menulis. Jika dianalogikan dengan seorang anak muda yang sedang jatuh cinta, maka anak muda yang jatu cinta pada seorang pujaan hatinya akan rela menghadapi hujan badai yang menghadang hanya untuk bertemu sang kekasih. Motivasi yang tinggi untuk bertemu sang kekasih membuat sang pemuda rela menghadapi berbagai hambatan. Demikian pula dengan menulis. Tujuan menulis akan menjadi motivasi kuat seorang penulis menyelesaikan tulisannya.  

Menurut Bu Kanjeng setidaknya ada 5 alasan yang mendorong seseorang menulis, yaitu :

    1. Orientasi Material
Menulis untuk memperoleh imbalan finansial adalah salah satu motivasi seorang penulis. Tujuan memperoleh materi dari kegiatan menulis adalah hal yang lumrah, apalagi untuk seorang penulis profesional. Dalam industri penerbitan, royalti kepada penulis merupakan salah satu dari keuntungan finansial yang dapat diperoleh oleh seorang penulis, disamping keuntungan dari hasil penjualan buku. Selain itu, dengan menjadi penulis yang terkenal seorang penulis bisa menjadi pembicara dengan imbalan materi yang lumayan. Demikian pula ketika penulis mengirimkan artikel kepada media massa atau koran, maka koran biasanya menawarkan imbalan sebagai jasa atas diterbitkannya tulisan kita. 
Dengan motivasi memperoleh materi dari kegiatan menulis seseorang akan bersemangat menulis dan menyelesaikan tulisan dengan cepat. 
 
    1. Orientasi Eksistensial
Orientasi eksistensial berkaitan dengan popularitas dan pengakuan dari masyarakat. Seorang penulis dapat memperoleh popularitas dan pengakuan dari masyarakat dengan tulisan-tulisannya. Seperti telah disinggung di atas bahwa “Jika seseorang ingin melihat dunia, maka membacalah. Tapi jika ingin dikenal maka menulislah". Hal ini bisa menjadi motivasi dalam menulis, sehingga penulis senantiasa enjoy dengan aktivitas menulis. 
   
    1. Orientasi Personal
Tujuan personal adalah tujuan menulis yang lebih bersifat pribadi. Menulis dapat menjadi sarana mencurahkan perasaan, kisah pribadi atau pengalaman yang akan nikmati sendiri atau orang lain. Menulis dapat menjadi obat atau katarsis atas kegalauan yang dihadapi penulis. Sehingga dengan menulis seseorang menjadi legah karena telah berhasil menumpahkan unek-unek atau perasaan melalui tulisan.
 
    1. Orientasi Sosial
Tujuan menulis juga bisa bersifat sosial. Biasanya tujuan penulis dengan orientasi sosial bertujuan memengaruhi pola pikir orang lain atau masyarakat dan membangun peradaban. Dengan menulis seseorang dapat mendidik masyarakat dan membangun peradaban yang lebih baik. 
 
    1. Orientasi Spiritual
Menulis dapat menjadi sarana dakwa untuk mengajak orang lain melakukan kebaikan dan  mendapat pahala. Menulis dengan motivasi spritual, membuat penulis lebih giat menulis karena ada motiv nilai spritual yang menjadi tujuannya.

 

4.       Menjadi kan menulis sebagai passion

Menulis harus menyenangkan. Menulis dalam kondisi yang nyaman akan berpengaruh terhadap kualitas tulisan. Oleh sebab itu menjadi menulis sebagai passion penting. Menulis dengan beban dalam hati akan membuat aktivitas menulis menjadi sangat memberatkan. Akibatnya banyak orang akhirnya gagal menyelesaikan tulisan yang sudah dirintisnya. Menulis semestinya menghilangkan beban, keresahan, atau rasa tidak nyaman, itulah fungsi katarsis dalam menulis. Jadi bukan sebaliknya.

 

5.       Cara mulai menulis

 

Banyak orang akhirnya tidak perna menulis, karena tidak tau bagaimana harus mulai menulis. Padahal mulai menulis sebenarnya cukup sederhana. Mulailah menulis dari hal yang sederhana. Menulis apa yang kita rasakan, kita lihat atau kita dengar. Menulis itu keterampilan, oleh sebab itu perlu dilatih. Penulis profesional adalah penulis yang rajin menulis. Rumus menulis ada tiga yaitu menulis, menulis, dan menulis. 

Jika belajar kepada Bu Kanjeng, maka menulis sebaiknya dimulai dengan kata Why, kemudian how. Kenapa why atau mengapa? karena dengan kata why akan memantik banyak jawaban yang dapat segera kita tulis. Seperti mengapa harus menulis? mengapa 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar