Pages - Menu

Rabu, 04 Agustus 2021

Belajar Bicara dan Menulis, Haruskah?

 

Muliadi, S.Pd, M.Pd

Entah dari mana harus saya mulai. Tapi begini saja: para sahabat atau kerabat sebetulnya saya akan menceritakan suatu pengalaman yang menurut saya menarik atau lebih keren kalau saya katakan : amazing..he...he..kira-kira begitulah.

Tapi kenapa amazing, begini teman-teman. Semalam itu saya ikuti kegiatan "opening Belajar Bicara PGRI gelombang-3-Guru penggerak Indonesia". ini flayernya.

Sebetulnya, awalnya saya tidak sengaja ingin ikut. Waktu itu saya sedang didepan laptop: mau buat absen online dengan google form. Kebetulan absen yang saya buat bukan seperti absen biasa. Tapi absen yang dirancang khusus dengan memanfaatkan sedikit rumus  exel. Tujuannya agar siswa absennya sesuai dengan jam belajar, dan tidak semua orang boleh menggunakannya. Tetapi hanya mereka yang sudah terverifikasi...kira-kira begitulah.

Nah, sambil otak-atik rumus, saya juga buka WA. Iseng saja saya buka grup WA belajar menulis gelombang 19, eh..ternyata ada flayer menarik dari om Jay. Saya amati, lihat tanggal dan jamnya. Wah..ketepatan ni waktunya. Saya buka, ..ternyata acaranya sudah berlangsung.

Yang buat saya suka, waktu itu saya cek pesertanya, ternyata cuman sedikit. Kalau tidak salah hanya 45 orang atau lebih sedikit...lupa saya. Saya pikir ini kesempatan untuk bergaul lebih akrab dengan orang-orang hebat diacara om Jay. Sudah..jadilah saya ikuti acara itu melalui HP, sambil mengetik membuat rumus di google form di laptop. Sambil menyelam minum air...asal jangan air asin..he..he..

Saat itu tema pembicaraan bebas, karena memang temanya ceremony persiapan program belajar bicara PGRI yang kali ini sudah memasuki periode ke-3. Dengar-dengar dari pembicaraan om Jay sebagai pemandu acara. Maaf, bukan pemandu tapi pemilik acara. Pemandunya bu ... aduh...maaf lupa saya: om Jay sedang mencari relawan yang mau membantunya mengelola acara belajar ini. 

Dalam hati saya bilang "kesempatan ini, kapan lagi bisa cari panggung di level nasional begini". Sudah...saya ikuti pembicaraan beberapa saat. Akhirnya saya menemukan momentum untuk menyampaikan keinginan saya. 

Setelah izin bertanya saya sampaikan langsung, kalau saya bersedia menjadi relawan om Jay membantu mengelola acara belajar bicara PGRI. Om Jay minta no. HP. Saya WA om Jay. Alhamdulillah tadi malam, saya sudah diundang bergabung ke TIM belajar bicara PGR. Ini WAnya.


Saya pikir, soal nanti mau kasi bagian apa, itu terserah om Jay. Yang penting gabung dulu..he...he... Memang tujuan saya adalah belajar bicara.

Jadi menurut saya, acara om Jay ini komplit, karena sudah ada kelas menulis. Kali ini kelas bicara. Bicara dan menulis, menurut saya dua kompetensi yang amat penting dikuasai, terutama guru. Karena menulis dan bicara itu pekerjaan hari-hari guru. Kalau mengajar kan harus bicara. Membuat persiapan mengajar ya menulis. Jadi dua-duanya penting. Itu juga yang membuat saya tertarik ikut. Bahkan bukan hanya pendengar, tapi maunya aktif terlibat sebagai pengatur acara ..he..he...

Tapi teman-teman,...maaf ya saya panggil teman-teman saja, soalnya sepertinya lebih asyik. Begini, ngomong-ngomong soal berbicara, ini menarik. Kalau dari disisi saya pribadi, berbicara itu satu kemampuan yang luar biasa menurut saya. 

Saya sering kagum dengan orang-orang yang memiliki kemampuan berbicara yang hebat, misalnya (ini yang kenal ya) ketua PGRI Sulteng, bapak Syamzaini, S.Pd, M.Pd, atau sekretarisnya bapak Dr.Idrus, SH.S.Pd, M.Pd. Cara dan gaya mereka berbicara menurut saya memukau, ini penilaian saya. Teman-teman silahkan menilai berbeda dengan saya.

Ada lagi yang menurut saya hebat dalam berbicara: mantan ketua PGRI sulteng periode sebelumnya, bapak Drs.Nursalam, M.Pd. Kemudian pada tingkat nasional, tapi saya saksikan langsung beliau berbicara, adalah bapak Irman Yasin Limpo. Orang-orang ini menurut saya memiliki kemampuan berbicara yang sangat baik, memukau dan mampu mempengaruhi audiens untuk mendengarkan setiap kata yang mereka ucapkan. 

Tentu masih banyak pembicara hebat lainnya. Melihat kemampuan orang hebat itu berbicara, dalam hati sayang bilang: kapan saya bisa seperti mereka itu. Kalau saya dengar-dengar yang dibicarakan itu juga bukan hal yang hebat-hebat amat. Materinya biasa saja, tapi gaya bicaranya sudah luar biasa. Saya sering menyebutnya retorika.

Nah, pembicaraan semalam diacara "ceremony belajar bicara PGRI" kebetulan hadir juga bapak Dedi Dwigatama. Kalau yang satu ini, bukan hanya pandai bicara, tapi memang pakar public speeking. Guru matematika, tapi kemampuannya dibidang public speeking tidak diragukan lagi. Bukan hanya level nasional, tapi juga sudah level internasional.

Beruntung saya malam itu, beliau hadir turut berbagi cerita seputar kemampuan berbicara. Bang dedi (saya sebut saja begitu ya) memberikan saran kepada om Jay, kalau memang mau kemampuan berbicara peserta di tingkatkan, ya ..harus dengan cara berlatih berbicara. Karena dari latihan berbicara itu, kemampuan peserta bisa dinilai apakah mengalami kemajuan atau tidak. 

Saya setuju sekali dengan pandangan bang Dedi. Saya berpikirnya sederhana :kalau belajar menulis harus dengan menulis, maka kalau belajar berbicara...ya .. dengan berbicara. Tidak mungkinlah belajar bicara dengan cara membayangkan saja seolah-olah sedang bicara, anehkan?

Kalau boleh berpendapat, saya mau katakan: kalau menulis dan berbicara memang dua hal yang berbeda (semua juga tau he..he). Jika ditanya, mana yang lebih sulit. Maka jawabannya tentu bergantung pada bakat seseorang. Meski saya ragu kalau menulis dan berbicara itu bakat.

Memang ada orang yang hebat berbicara, tetapi "mati kutu" saat menulis. Tetapi ada juga yang sebaliknya, hebat menulis tapi "mati kutu" saat berbicara. Yang hebat itu, yang menguasai keduanya. Hebat bicara, tapi jago juga menulis. Nah, ini yang luar biasa. Adakah kondisi lain? sudah jelas ada, yaitu orang yang tidak hebat bicara dan tidak hebat menulis. Kalau boleh, apalagi guru, kalau tidak dua-duanya, pilihlah salah satu..he..he..

Tapi, pasti diantara teman-teman ada yang berpikir. Ah, ada banyak yang pandai bicara tapi tidak bisa buat apa-apa. Bicara doang bagus, pekerjaan nolll. Istilahnya omdong "omong doang..he...he". Ya, yang ini lain lagi konteksnya. Saya pun tak menampik kenyataan itu. Bahkan mau saya katakan, kadang-kadang orang seperti ini menjengkelkan..ha..ha..

Tapi begini teman, memang setiap orang itu dilahirkan dengan berbagai kemampuan, termasuk kemampuan bicara tanpa kemampuan melaksanakan. Tapi itu masih lebih baik, daripada lain dibicara, lain pula yang dikerjakan. Tapi sudahlah, fokus kita bukan kesana.

Saya mau katakan bahwa berbicara dan menulis memang unik. Kalau menulis menggunakan simbol bunyi, kalau berbicara membunyikan simbol, betulkan? Kalau ditanya, mana yang lebih sulit? maka untuk saya lebih sulit berbicara. Berbicara itu membutuhkan banyak persyaratan, seperti intonasi harus diatur, keras kecilnya suara, tekanan pada pesan tertentu, ucapannya harus jelas dan lain-lain. Belum lagi soal penguasaan panggung. Tekanan psikologis saat berbicara di depan orang-orang kita anggap hebat pasti selalu kita alami. Wah..pokoknya serba berat untuk saya. Belum lagi kalau sudah berbicara, tidak bisa diulang lagi.

Hal ini, beda dengan menulis. Kalau kita menulis, medianya tulisan. Bisa diulang kalau kita merasa belum pas. Kita punya kesempatan untuk mengoreksi sebelum dibaca oleh orang lain. Kita juga bisa melihat dari tulisan orang lain, tapa harus diketahui oleh pembacanya (asal bukan plagiat lo). Pokoknya, menurut saya lebih mudah. Apalagi kalau kita banyak berlatih menulis.

Saya mengatakan itu, karena memang salah satu hal yang menurut saya berat untuk saya jalani adalah berbicara itu. Saya sampaikan pada bang Dedi, bahwa kalau soal berbicara saya sudah sering lakukan. Begini-begini kan, saya juga instruktur Kabupaten...he...he...

Tapi terus terang, saya banyak tidak puas dengan pembicaraan saya pada forum-forum itu. Mungkin juga dirasakan oleh orang-orang yang mendengarkan saya. Saya memang suka gugup kalau berbicara. Terutama kalau yang saya sampaikan itu menurut saya penting, tapi belum mendapat kesempatan berbicara. Nah, kalau sudah begitu biasanya emosi sudah tidak terkendali, dan hasilnya kacau deh.

Ngomong-ngomong soal berbicara, saya sendiri sejak bangku SMA dulu sudah sering tampil berbicara meskipun hanya pada acara-acara lomba. Saat itu, RISMA (remaja masjid) masih sangat aktif. Salah satu kegiatan risma saat itu adalah mengadakan lomba pidato. Nah, disitu saya ikut, dan pernah juara meski hanya tingkat risma masjid se-kota. 

Dari pengalaman yang saya alami, saya sependapat dengan bang Dedi lagi, bahwa panggung itu penting. Semakin sering kita tampil maka akan semakin baik. Tapi menurut bang Dedi harus terus menerus mau belajar dan tidak lupa melakukan evaluasi. Pembicara sekelas bang Dedi Dwitagatama pun, dalam setiap kegiatan bicaranya, biasanya membawa asisten untuk merekam pembicaraan yang di lakukan. Hasil rekaman itu kemudian diputar ulang pada bagian mana dari proses berbicara yang harus diperbaiki. 

Jadi memang, kalau mau baik ya mesti begitu. Pertama, kesempatan berbicara dimuka umumnya harus diperbanyak. Kedua rekam pembicaraan kita, kemudian evaluasi dan lakukan perbaikan-perbaikan.

Oh ya, malam itu juga, kita kehadiran anggota DPR RI yang duduk dikomisi yang menangani pendidikan. Beliau juga sedikit menyinggung soal apa yang harus dilakukan saat berbicara. Saya mencatatnya ada 3, yaitu kuasai bahan dengan baik, atur proses bicara (intonasi, tekanan, dll), dan perhatikan audiensnya.

Tapi yang menarik dari anggota DPR ini, ketika ditanya oleh peserta tentang perjalanan karir guru. Menurut penanya, karir guru ini menjadi tidak jelas. Pada pangkat atau periode berapa sudah harus jadi kepala sekolah, atau pada pangkat dan periode mana sudah harus jadi pengawas. Ini semua jadi tidak jelas. Menurut penanya, beliau sudah lama memiliki sertifikat pengawas, tetapi setiap mengajukan diri menjadi pengawas ke Kadis selalu di tolak dengan alasan tertentu. 

Demikian juga penanya dari bogor, beliau juga heran. Mengapa ya ..wakasek-wakasek..atau kepsek di sekolah itu sulit diganti padahal kan masih banyak yang lain. Kalau tidak pensiun, ya tidak diganti. Ini juga persoalan. 

Sebenarnya saya tergelitik mau bertanya, tapi urung saya lakukan. Saya pikir sudahlah, ternyata persoalan pendidikan di Indonesia ini rumit juga. Alhamdulillah, bapak Anggota DPR itu memberikan respon yang baik. Bahkan beliau memberikan nomor kontak untuk bisa dihubungi. Siapa tau beliau bisa membantu memutus mata rantai carut marut pendidikan kita ini, khususnya di daerah. 

Karena sudah larut, jam saya saat itu sudah menunjukkan pukul 11.00 WITA om Jay akhirnya menutup pertemuan. Alhamdulillah, sambil menikmati percakapan yang sangat berharga. Saya juga bisa menyelesaikan absen online

Wassalam.

 








8 komentar:

  1. Alhamdulillah, Bapak bagi saya sudah termasuk penulis yang dibanggakan

    BalasHapus
  2. Selamat bergabung di tim relawan Omjay. Luruskan niat insyaallah bonusnya bahagia.

    BalasHapus
  3. Waah keren pak Muliadi. Tulisannya rapi dan mengalir.

    BalasHapus
  4. Alhamdulillah. Relawan kelas belajar berbicara. Ketua kelas belajar menulis. Keduanya salng mendukung. Buktinya baru ikut pembukaan acara belajar menulis tulisan menjadi semakin panjang. Semangat berkarya. Jangan lupa linknya dibagi jika sudah tampil sebagai pembicara utama. He...he...

    BalasHapus