Pages - Menu

Sabtu, 30 Januari 2021

Potret Buram Pendidikan (Catatan Penilaian Subyektif Penulis)



Pengalaman sebagai guru dalam kurun waktu 20 tahun terakhir memberikan pelajaran bahwa ternyata dunia pendidikan penuh dengan hal-hal dilematis dan cenderung kontradiktif. Disebut dilematis karena apa yang dilakukan (terjadi) belum tentu sesuai dengan akal sehat. Disatu sisi jika dilakukan akan bertentangan dengan hati nurani, namun disisi lain jika tidak dilakukan maka akan dipandang melawan arus keinginan kolektif. Pada konteks ini nilai benar dan salah justru menjadi absurd dan kehilangan makna. Klaim salah atau benarnya suatu tindakan (keputusan) tidak lagi dirujuk (didasarkan) pada norma, etik, aturan, atau regulasi yang ada. Tetapi yang menjadi acuan justru kepentingan pihak-pihak yang dinisbatkan sebagai rasa kasian (kemanusiaan) padahal substansinya pihak-pihak ini justru sedang melindungi kepentingan dan kelemahan-kelemahan yang sudah dilakukan. Benar bisa menjadi salah atau salah bisa menjadi benar hal ini bergantung pada apa yang harus diamankan. Semua jadi dilematis dan kontradiktif. 

Pengalaman tersebut adalah :
(1) penilaian pendidikan ditetapkan dengan pendekatan kriteria, maka ditetapkanlah batas minimal nilai kompetensi atau KKM dalam penilaian kompetensi siswa, artinya siswa yang telah mengikuti proses pembelajaran akan dinyatakan tuntas atau lulus jika pada proses penilaian mampu mencapai atau melampaui nilai minimal yang ditetapkan.Jika tidak mencapai nilai minimal maka dinyatakan sebaliknya. Jika waktu pembelajaran belum berakhir (belum dilaksanakan semester) maka dapat dilakukan proses perbaikan (remedial) atau pengayaan. Namun jika batas waktu penilaian sudah berakhir (sudah semester) maka nilai terakhir yang diperoleh siswa akan menjadi nilai final, artinya tidak ada lagi proses perbaikan. Tentu saja nilai akhir ini bisa memenuhi KKM bisa juga tidak memenuhi KKM. Dalam hal ini nilai akhir ditentukan dengan rumusan tertentu antara lain dengan rumus : (2xNH + 3xUTS + 3xUAS)/8 . Artinya prosedurnya jelas.ajeg (konsisten), valid, dan sah. Disamping itu masa penilaian juga ada batas waktunya (buktinya ada jadwal dan kalender pendidikan). Dalam hal ini batas waktu penilaian, waktu remedial, waktu pengayaan ditentukan oleh jadwal dan kalender pendidikan yang sah. Artinya setelah batas waktu itu tidak boleh lagi ada penilaian apapun atau perbaikan nilai apapun kecuali ditentukan secara sah berdasarkan peraturan yang berlaku. Contohnya jika diperguruan tinggi ada "semester pendek".

Bukan hanya penilaian hasil belajar yang menetapkan kriteria, tetapi juga keputusan terhadap naik kelas atau lulus dari sekolah ditentukan berdasarkan kriteria tertentu yang telah disepakati dan ditetapkan sebelum pengambilan keputusan atau eskusi dilakukan. Kriteria inipun semestinya telah diketahui oleh semua pihak terutama orang tua dan siswa sebagai subyek yang paling berkepentingan. Kriteria tersebut misalnya : (1) tidak lebih dari dua mata pelajaran yang tidak tuntas, (3) tidak boleh ada mata pelajaran kejuruan yang tidak tuntas, (3) nilai sikap minimal baik, dan jika ada siswa yang tidak memenuhi kriteria tersebut maka secara "otomatis" dinyatakan tidak lulus atau tidak naik kelas. Tidak perlu ada musyawara, kecuali ada aspek penilaian yang diragukan. kalaupun misalnya ada proses penilaian yang diragukan (ada salah dalam menafsirkan data, atau salah dalam memberikan data), penyelesaiannya bukan dengan musyawara mupakat, tetapi dengan mentresur dan mereview data atau penilaian yang bermasalah saja. Jika terdapat kesalahan atau kekeliruan maka diperbaiki, tetapi jika sudah benar maka berarti sudah sah dan eksekusi dilanjutkan.

Saya selalu menganalogikan kriteria disekolah dan semua regulasi yang berlaku dilembaga pendidikan itu, termasuk visi misi, dan tujuan sekolah sebagai wujud "cetakan paving block". Artinya sebelum membuat paving block, pemiliknya atau pembuatnya sudah memiliki tujuan dan rencana paving seperti apa yang akan dibuatnya. Jika pemilik atau pembuat menginginkan bentuk segitiga maka cetakan berbentuk segitigalah yang akan digunakan untuk mencetak, jika ia menginginkan bentuk segidelapan maka bentuk itu pula yang akan digunakan digunakannya. Kita semua tahu bahwa hasil cetakan paving block akan selalu sama dengan bentuk cetakannya. Andaikan ada hasil cetakan yang kurang bagus atau berubah bentuknya, maka yang harus dikoreksi terlebih dahulu adalah cetakannya, jika cetakan tidak ada masalah, maka pastilah proses pembuatannya yang bermasalah. Kesalahan itu bisa berasal dari materi yang digunakan, bisa berasal dari kesalahan pembuatnya, prosesnya atau lainnya. Namun yang pasti cetakannya (kriterianya) tetap berdiri kokoh sebagai patokan utama. Tidak perna ada seorang tukang paving kemudian mengubah cetakannya hanya karena kualitas paving block yang dibuatnya tidak sesuai dengan harapannya. Justru yang dilakukan adalah memastikan bahwa paving block yang dibuat benar-benar sesuai dengan bentuk yang diinginkan.Jika belum sesuai maka campuran bahan paving dikumpulkan lagi dan dicetak kembali sampai benar-benar sesuai dengan bentuk yang diharapkan.

Mencetak siswa dengan kualitas tertentu sesuai kriteria, pada prinsipnya sama dengan mencetak paving block. Dalam hal ini kriteria (syarat) dan segala ketentuan yang mengikat di sekolah dapat dipandang sebagai cetakan, sedangkan siswa dengan segala kualitasnya dapat dipandang sebagai materi yang akan digunakan untuk membuat paving block. Dalam hal ini siswa yang menjadi masukan sekolah dengan kualitas yang beragam dan membawa modalitas yang dimilikinya akan dibentuk mengikuti "bentuk" dan "model"  yang telah ditentukan oleh sekolah. Jika kemudian ada siswa sampai pada akhir proses (pada saat eksekusi/pengambilan keputusan) belum sesuai dengan kualitas yang diharapkan, maka tidak boleh diluluskan. Tetapi dapat melakukan proses perbaikan "produk" agar menjadi produk yang sempurna sesuai harapan. Dan ini dapat dilakukan sepanjang yang bersangkutan bersedia mengikuti prosesnya. Jadi penyelesaiannya bukan diluluskan atau dinaikkan, atau di tuntaskan dengan mempoles produk seakan-akan sudah memenuhi kriteria. Jika ini terus dilakukan, maka produk cacat akan lebih besar dari produk yang terstandar. Jika produk cacat lebih banyak dari pada produk baik, maka suatu saat lembaga pendidikan kehilangan kepercayaan sebagai lembaga pembentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Sekolah hanya akan menjadi lembaga formalitas bukan lembaga formal yang berkualitas. Lembaga formalitas tentu kita sama-sama paham maknanya, hanya sekedar sekolah, atau asal sekolah saja, atau sekolah asal-asalan.    

Sayangnya kondisi sekolah kita saat ini tidak jauh dari praktek keliru tersebut. Mungkin ada banyak sekolah yang memiliki kualitas baik dengan menjalankan secara ideal regulasi yang berlaku. Tetapi harus kita akui juga bahwa sekolah dengan praktek-praktek keliru tersebut masih jauh lebih banyak. Buktinya kualitas pendidikan secara umum tidak kunjung membaik, terutama di daerah. Bahkan ada kecenderungan semakin memburuk, karena kebanyakan pimpinan lembaga lebih mengedepankan kuantitas dari pada kualitas. Pimpinan sekolah lebih memilih strategi menawarkan kemudahan meskipun dengan kualitas rendah dari pada menawarkan kualitas tinggi namun dengan konsekwensi tinggi pula.Ibaratnya menjual produk, pimpinan sekolah lebih suka menjual dagangan obralan dengan kualitas yang rendah tapi laku, dari pada menjual dagangan berkualitas (high claas) tapi dengan harga yang cukup mahal. Memang tidak dapat dipungkiri ada hukum demand dan supplay yang berlaku disini. Peminat produk dengan kualitas rendah mungkin jauh lebih banyak dari pada peminat kualitas mewah sehingga dari persfektif tertentu pilihan sikap pimpinan seperti itu mungkin dapat dipahami. Tetapi para pimpinan sekolah lupa atau mungkin tidak tau bahwa menawarkan barang bagus dengan harga terjangkau akan lebih menjanjikan dan relatif permanen dari pada barang murah dengan kualitas buruk. Lembaga pendidikan merupakan instrumen negara yang bertugas dan berfungsi menyiapkan generasi bangsa. Dunia yang semakin kompetitif dan penuh ketidakpastian tentu memerlukan sumberdaya manusia yang siap dengan kualitas yang tinggi. Lantas, bagaimana dengan siswa yang dididik dan ditempah dengan kualitas pengelolaan pendidikan yang rendah. Memang ada saja logika yang mengatakan bahwa semua manusia bisa berubah sesuai dengan kondisinya. Orang-orang yang setuju dengan logika ini biasanya memberikan beberapa contoh kasus siswa-siswa yang dengan kualitas rendah bahkan nyaris tidak perna sekolah tetapi akhirnya bisa menjadi pemimpin, pengusaha sukses, atau sukses dalam hidupnya. Contoh kasus tersebut kemudian diperkuat dengan contoh kasus yang kontradiktif, dimana siswa-siswa yang saat sekolah memiliki kualitas yang tinggi (berprestasi) tetapi kemudian pada akhirnya tidak beruntung dalam hidupnya. Jika tidak berpikir panjang, maka kita mungkin akan setuju dengan pandangan tersebut. Apalagi secara kasat mata, kita melihat bahwa para pejabat daerah (dibeberapa daerah) kita bukanlah orang-orang yang sukses dalam pendidikannya, tetapi faktanya mereka menjadi pejabat yang sukses. Bahkan tidak jarang para pejabat ini mempropogandakan kelemahan mereka saat sekolah, tetapi kemudian sukses dan memimpin orang-orang yang sukses sekolahnya dulu. ini fakta, ini kenyataan yang tidak dapat dibantah karena nyata ada dalam kehidupan sosial kita saat ini. Bagi orang-orang yang berpikir pragmatis tentu akan setuju dengan pandangan di atas bahwa kualitas siswa tidak terlalu penting, yang penting mereka sudah sekolah. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak lembaga formal hanya mengedepankan aspek formalitas, sekolah asal atau asal sekolah.

Rem, gas, dan akal sehat "driver" lembaga pendidikan

Rem, Gas, dan Akal Sehat
Hari ini tiba-tiba saya ingin menulis sebuah pesan yang tersaji dalam bingkai tulisan "rem, gas, dan akal sehat "driver" lembaga pendidikan.Perumpamaan suatu kejadian atau peristiwa dalam kehidupan ini adalah hal yang wajar atau lumrah. Kitab suci sendiri (Alqur'an) banyak memberikan perumpaan dalam memberikan pesan mendalam kepada ummatnya. Hal ini bertujuan agar manusia dapat mengambil hikma dan pelajaran dengan mudah, karena hal-hal yang dijadikan perumpamaan itu adalah hal-hal yang dekat dengan kehidupan manusia. Maka demikian pulalah tulisan tentang "gas, rem, dan akal sehat" ini saya sampaikan sebagai sebuah analogi (perumpaan) yang saya harapkan dapat menyampaikan pesan yang bermakna kepada para driver lembaga pendidikan agar dalam menjalankan "kenderaan" lembaga pendidikannya bisa sampai dengan selamat, tepat waktu, dan tepat sasaran (tujuan). 
Menjalankan lembaga pendidikan, katakanlah sekolah, sama dengan menjalankan sebuah kenderaan (Mobil, motor, dll). Sebuah mobil dijalankan oleh seorang driver yang bertanggungjawab mengantar seluruh penumpang mobilnya ke tempat tujuan. untuk menjalankan sebuah kenderaan, driver dilengkapi sejumlah perangkat penting yang disiapkan dalam kenderaan, yaitu gas, dan rem, serta sejumlah perangkat pendukung lainnya. kita fokus kepada dua isntrumen utama sebuah kenderaaan ketika akan berjalan menuju tujuan, yaitu gas, dan rem. gas dan rem adalah dua konsep penting dan memiliki fungsi yang sangat strategis dalam menjalankan kenderaan. Gas berfungsi menjalankan kenderaan secepat-cepatnya, sedangkan rem berfungsi sebagai alat pengendali kecepatan. Gas dan rem merupakan dua komponen yang memiliki fungsi yang saling bertentangan dalam sebuah kenderaan,  tetapi hebatnya keduanya harus ada dalam sebuah kenderaan. Anda dapat banyangkan bagaimana jika salah satunya tidak berfungsi. Jadi gas dan rem harus duduk berdampingan agar sang driver dapat menggunakannya keduanya secara tepat sesuai fungsinya. Namun anehnya lagi gas dan rem tidak dapat digunakan secara bersamaan, yah driver tidak bisa menginjak gas sekaligus menginjak rem. Kaki yang dapat digunakan oleh sang driver juga hanya satu, yaitu kaki kanan saja, sehingga dia harus memilih menginjak gas atau menginjak rem dan bukan kedua sekaligus. Memang kedua komponen ini diciptakan seperti itu untuk mencegah agar jangan terjadi kesalahan yang dapat berakibat fatal. Dalam hal ini, sang driver harus memilih sesuai tujuan dan tentu saja sesuai kondisi yang dihadapinya. Jika tujuannya ingin mempercepat kenderaan, maka dia harus menginjak gas, tetapi jika tujuannya ingin memperlambat atau menghentikan kenderaan maka dia harus memindahkan kakinya ke rem. Sepanjang perjalanan, menginjak gas dan rem selalu dilakukan oleh sang driver agar kenderaannya sampai ditujuan dengan selamat.
lantas kemudian anda penasaran, apa hubungannya dengan akal sehat? nah justru disinilah kendali utamanya. Akal sehat merupakan instrumen manusia yang berfungsi memahami situasi dan kondisi yang ada dihadapannya secara rasional agar dapat menentukan pilhan tindakan yang tepat sesuai situasi dan kondisi yang dihadapinya. Akal sehat akan semakin sehat memilih tindakan jika disuport oleh hati nurani.Seorang driver yang berpengalaman, umumnya memiliki kemahiran yang tingggi dibandingkan dengan yang belum berpengalaman. Oleh karena itu, pengambilan keputusan untuk menginjak gas atau memginjak rem bagi seorang driver sangat dipengaruhi pengalamannya.Wah ... kelihatannya kita cukup jauh terjebak dalam pembahasan gas dan rem ini.
Pimpinan lembaga pendidikan (sekolah) "sama" dengan seorang driver dalam sebuah kenderaan (mobil), sehingga tidak salah jika kemudian PGRI melaksanakan seminar nasional yang" heboh" itu dengan tema "Self Driver for teachers". Jika seorang driver bertanggungjawab membawa seluruh penumpangnya ke tempat tujuan dengan selamat dan tepat waktu, maka seorang pimpinan lembaga pendidikan bertanggungjawab membawah seluruh peserta didiknya sampai pada tujuan pendidikannya dengan selamat dan tepat waktu. Tentu saja makna selamat diantara keduanya dapat berbeda. Jika makna" selamat" seorang penumpang kenderaaan sampai tujuan adalah fisik, mental, serta seluruh barang bawaannya sama dengan kondisi sebelum berangkat, maka makna selamat seorang peserta didik yang dibawah oleh seorang driver pendidikan  adalah terpenuhinya kualitas minimal (KKM) dirinya sesuai tujuan pendidikan, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jadi ada perbedaan mendasar capaian tujuan penumpang kenderaan, dengan capaian tujuan seorang peserta didik "penumpang" lembaga pendidikan. Penumpang kenderaan target tujuannya adalah sama kondisinya sebelum dan setelah sampai, sedangkan peserta didik target tujuannya adalah meningkat (berbeda) kualitas dirinya sebelum dan setelah sampai. Ilustrasinya kira-kira seperti ini, meskipun saya yakin pembaca sangat memahami maksud saya.


Gambar di atas semoga membantu para pembaca memahami konsep penumpang dan konsep peserta didik dari aspek pencapaian tujuan.
Sebagai driver lembaga pendidikan, seorang pimpinan harus dapat memainkan gas dan rem secara harmonis sesuai kebutuhan dan kondisi yang dihadapinya. Sama dengan perjalanan sebuah kenderaaan yang tentu tidak selalu menghadapi jalan yang lurus dan mulus, bahkan tidak jarang harus mengahadapi jalan berkelok menanjak, menurun, berlubang, dan kadang-kadang menghadapi situasi yang tidak terduga seperti kenderaan lain, orang atau hewan yang tiba-tiba melintas, demikian pula halnya perjalanan lembaga pendidikan, pasti tidak selalu lurus dan mulus. Ada saja tantangan dan rintangan yang siap menghadang. Pada situasi seperti itu, maka kemahiran dan kecermatan memainkan fungsi rem dan gas bagi seorang driver sangat diperlukan. Jika tidak mahir apalagi tidak cermat dalam mengambil keputusan, maka akibatnya bisa sangat fatal atau paling tidak menimbulkan masalah yang lebih besar. Dapat anda bayangkan (faktanya banyak terjadi) driver yang seharusnya menginjak rem tetapi justru menginjak gas sekencang-kencangnya akibatnya kecelakaan tidak terhindarkan, seperti video ini.

Kesalahan dalam menginjak rem padahal seharusnya menginjak gas juga sama berbahayanya. Tidak boleh ada yang tertukar, semuanya harus tepat dan cepat (quick and right). Kemahiran dan kecermatan mengambil keputusan dipengaruhi oleh kualitas akal sehat yang dimiliki oleh seorang driver. Kualitas akal sehat merupakan akumulasi kompetensi dan pengalaman. Semakin tinggi kompetensi seorang driver, maka semakin baik kualitas akal sehatnya. Kualitas tersebut akan semakin baik ketika ditunjang oleh tingginya pengalaman (jam terbang). Aksioma ini berlaku bagi semua driver, baik driver kenderaan maupun driver pendidikan. 

Belajar Untuk Pengabdian



Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lebih empat menit. Kusambar handuk yang tergantung dijemuran samping dan langsung menuju kamar mandi. Kurang dari 10 menit proses mandi selesai. 

Giliran sepotong baju batik kusuma bangsa yang masih tergantung dilemari pakaian menjadi sasaran perhatianku. Tidak butuh waktu lama, baju batik kebanggaan PGRI itu, kini terpasang sepadan dengan celana coklat tua kesukaanku. Sejenak aku mematut diri dicermin "sepertinya kurang serasi" batinku. 

Tetapi mau apalagi, itulah celana yang dapat aku gunakan saat itu. Sementara waktu pembukaan workshop pembelajaran daring dan luring yang dilaksanakan oleh PGRI Tolitoli akan dibuka pukul 08.30.

Pikiranku tertuju pada kegiatan workshop yang mungkin sudah dimulai. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 08.29. Sedikit tergesa-gesa kulangkahkan kaki menuju mobil yang belum juga dipanaskan. 

Tiba-tiba suara lembut istri dari arah dapur mengingatkan "pa, sudah sarapan? Itu sudah siap dari tadi" . Ingin rasanya menolak karena waktu semakin mendesak. Tetapi tidak enak juga rasanya menolak sajian pagi yang telah disiapkan Istri " iya ma, sebentar saya panaskan mobil dulu" sahutku sambil tetap berjalan kearah garasi.

Setelah membunyikan mobil, aku kembali ke dapur.  Dengan sedikit agak kesal aku menuju meja makan. Aku kesal bukan pada istri, tetapi aku kesal karena tidak siap sejak pagi. "Pa, tidak usa buru-buru, makan saja dengan tenang" sahut istri. Mungkin istri melihat kegelisahanku.

Aku bangun pukul 04.25 pagi itu. Setelah selesai shalat subuh, aku langsung membuka laptop. Begitulah kesibukanku setiap hari. Apalagi saat itu aku baru saja menyelesaikan kegiatan diseminasi guruinovatif yang diklaksanakan oleh Microsoft office 365. Banyak laporan yang harus dibuat. 

Belum lagi saat bersamaan aku juga harus aktif mengikuti kegiatan E-TT yang dilaksanakan oleh PPPK Matematika. Sehingga hampir setiap saat aku tenggelam dengan kegiatan menyimak dan mengikuti kegiatan melalui laptop.

Kegiatan diluar beberapa bulan terakhir memang hampir tidak ada. Pandemi yang belum usai memaksa setiap orang harus membatasi diri untuk beraktivitas diluar rumah. Tetapi kegiatan diklat online, workshop dan kegiatan daring lainnya yang banyak bermunculan, membuatku sulit menahan diri untuk tidak mengikutinya. 

Diklat online tersebut selain menarik, juga membuat rasa ingin tahuku semakin penasaran. Penasaran bagaimana menjadi seorang guru penulis, penasaran bagaimana menjadi seorang guru yang dapat membuat aplikasi sendiri, penasaran bagaimana menjadi seorang yang dapat meneliti setiap waktu, penasaran bagaimana menjadi seorang guru yang dapat membuat youtube pembelajaran. Aku benar-benar dihantui rasa penasaran.

Banyak rasa penasaran membuat setiap ada kegiatan online aku selalu berusaha mengikutinya, meskipun akhirnya sebagian dari kegiatan itu hanya dapat kuikuti dengan membaca, mendengar, atau sekedar menonton video yang diberikan pemateri disaat tertentu saja.

"Alhamdulillah..." hanya dalam waktu kurang dari 5 menit aku menyelesaikan sarapan. "saya berangkat ya ma?" Aku pamit pada istri sambil bergegas menuju mobil yang sudah dipanaskan sejak tadi.

Perlahan mobil bergerak meninggalkan garasi menuju tempat kegiatan. Dari rumah ke lokasi kegiatan sekitar 15 menit. Dalam perjalanan aku terus berbicara pada diri sendiri.

Manusia adalah makhluk yang lemah, kita hanya bisa berusaha tetapi Allah juala yang akan menentukan hasilnya. Tetapi ikhtiar yang sungguh-sungguh penuh keikhlasan wajib kita tunaikan. Mengikuti kegiatan apapun apalagi kegiatan diklat yang ada hubungannya dengan pekerjaan sehari-hari wajib diniatkan untuk kebaikan bersama. 

Dalam perjalanan ke tempat workshop di sekretariat PGRI Tolitoli, aku singgah sejenak membeli masker. Aku memang lupa menyiapkan masker dari rumah. Karena terburu-buru, jadi lupa kalau aku belum menggunakan masker. 

Setelah membeli selembar masker warna biru tua, aku lanjutkan perjalanan. Dalam hati aku mengatakan "kenapa saya begitu banyak mengikuti diklat, dan untuk apa saya menjadi narasumber" . Kadang aku tertawa pada diri sendiri, bukankah pekerjaan ini tidak banyak menghasilkan uang, bukankah ada pekerjaan lain yang lebih memberikan hasil dari pada mengikuti diklat atau menjadi narasumber, apalagi narasumber yang dilaksanakan oleh PGRI.

Aku juga berpikir kenapa sih kegiatan kita banyak, tetapi layanan terhadap siswa tidak bisa ditingkatkan? Bukankah seharusnya niat kita mengikuti diklat itu untuk meningkatkan kualitas layanan kita pada siswa. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu sering mengganggu pikiranku, terutama ketika sedang sendiri.

Belum selesai dialog dalam diri, aku sudah berada digerbang gedung PGRI Tolitoli. Disana sudah banyak para peserta berkumpul. Aku beruntung karena ternyata kegiatan belum dimulai. Aku menuju ruang sekretaris, membuka laptop dan mencoba membuat sedikit materi melalui sway. 

Harus kuakui, saat itu aku memang kurang persiapan, sehingga materi tayangpun belum sempat dibuat. Memang dalam hati aku berniat hanya akan berbagi tentang media yang dapat digunakan pada pembelajaran daring. 

Menurut hematku materi tersebut tidak perlu menyiapkan bahan presentasi yang panjang. karena pada akhirnya peserta akan banyak praktek dari pada berteori, batinku.

Alhamdulillah, akhirnya tiba juga giliranku menyampaikan materi. Aku bersyukur semuanya berjalan lancar. Hari itu, aku kembali kerumah dengan rasa puas dan bahagia karena telah berhasil menyelesaikan semua tugas dan tanggung jawab dengan baik. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemudahan dan keberkahan atas semua urusan.

Aku berpamitan pulang kepada teman-teman pengurus PGRI. Kupacu mobil Rush putih kesayanganku. Tak sabar rasanya segera menemui istri dan anak-anak yang dengan setia menunggu dirumah.



Selasa, 05 Januari 2021

Raport Kelas X OTKP 3 Semester Ganjil 2020