Pages - Menu

Sabtu, 27 Juni 2020

Uporia Diklat dan Efektivitasnya


 Daya Tarik Diklat Online

Suasana pagi itu masih cukup gelap, shalat subuh baru saja usai. Sekonyong-konyong perhatianku tertuju pada sebuah benda berwarna merah maron. Benda itu terselip dibawah bantal setengah lusuh tergeletak begitu saja disamping tempat tidur. Buru-buru benda tersebut aku raih. Setelah menghidupkan layar, perlahan jariku mulai mungusap halaman demi halaman WA grup. Sambil menelisik deretan sejumlah tulisan yang menyajikan berbagai informasi, sesekali aku membalas dengan komentar pendek atau hanya sekedar memberikan icon. Beberapa flayer diklat dan link pendaftaran menyita perhatianku. Setelah memperhatikan beberapa saat, aku lanjutkan membuka grup lainnya dari aplikasi berbeda. Satu persatu “iklan” webinar dan workshop online kembali aku telusuri. Desain flayer yang menarik dengan prolog yang cukup menggoda melintas memenuhi lorong penasaranku. Hebat benar pembuatnya, batinku. Sejenak pikiranku menjadi galau, bingung kemana gerangan pilihan dijatuhkan ditengah taburan webinar seksi. Memilih semuanya juga tidak mungkin, karena terbatas waktu dan kuota. Akhirnya aku putuskan memilih dua kegiatan diklat dari deretan diklat yang tersedia.
Harus aku akui, cukup banyak diklat, workshop, seminar dan kursus online yang ditawarkan melalui media sosial. Apalagi ketika pandemic melanda dunia, maka diklat online, webinar, dan sejenisnya tumbuh subur bak jamur dipinggir sumur. Ruang gerak manusia yang terbatas ditengah kemajuan teknologi digital yang masif seakan menemukan momentum hadirnya berbagai inovasi webinar dan kediklatan berbasis online. Ruang gerak dan interaksi fisik boleh terbatas karena fisical distancing harus dijaga. Tetapi kebutuhan untuk meng-upgrade diri dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan tidak boleh terhenti, begitulah kira-kira alasan yang menggambarkan kondisi itu.
Pelatihan online berbasis teknologi digital merupakan bentuk pelatihan yang paling inovatif saat ini. Keragaman bentuk diklat yang ditawarkan paling tidak menjadi solusi atas challenge tatanan dunia baru yang terpolarisasi akibat covid-19. Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, pelatihan online memiliki daya tarik tersendiri. Fleksibilitas waktu dan tempat menjadi kekuatan yang tidak dimiliki oleh pelatihan konvensional. Sehingga wajar jika kemudian uporia pelatihan online tumbuh subur ditengah pandemic. Berbagai lembaga, baik pemerintah, swasta, organisasi profesi, maupun perorangan seakan berlomba menawarkan berbagai pelatihan ini.
Pelatihan online adalah pelatihan yang cukup menarik. Menarik karena dapat menyajikan berbagai model interaksi antara penyelenggara dan peserta. Ada 3 macam model interaksi yang dapat dilakukan melalui diklat ini, yaitu model interaksi synchronous, asynchronous, dan blanded (gabungan dari synchronous dan asynchronous). Tentu saja model interaksi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan peserta. Medianya pun variatif, mulai dari media sosial yang paling familiar dan sederhana seperti WA grup, Telegram, Facebook, dll sampai pada aplikasi berbayar seperti zoom, webex, office 365, atau yuotube. Hebatnya lagi setiap aplikasi dapat dikombinasikan untuk mendapatkan hasil yang lebih power full.
Pelatihan online juga merupakan sarana pengembangan diri yang murah meriah. Melalui model pelatihan ini setiap orang dapat memilih dengan bebas tema-tema populer dan up to date sesuai kebutuhannya. Cukup banyak tema-tema diklat yang ditawarkan. Ada tema sosial budaya, politik, bisnis, keagamaan, olahraga, kesehatan, pendidikan, sampai pada tema ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat teknis. Umumnya kegiatan diklat atau pelatihan tersebut dapat diikuti secara gratis. Kalaupun ada biayanya, biasanya hanya untuk sertifikat bagi yang membutuhkan ditambah sedikit biaya pulsa data yang digunakan sendiri. Tidak dapat dipungkiri ada sejumlah lembaga professional yang menawarkan diklat berbayar, tetapi biasanya dengan biaya yang terjangkau. Bandingkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan dengan diklat offline (tatap muka), maka pasti jauh lebih mahal.

Efektivitas Diklat Dalam Peningkatan Produk Layanan

Diklat, kursus, dan workshop merupakan sarana paling populer untuk meningkatkan kualitas SDM. Hampir semua lembaga baik pemerintah maupun swasta memanfaatkan diklat sebagai salah satu strategi peningkatkan kompetensi personil. Bagi lembaga pendidikan, diklat bahkan menjadi instrumen pengembangan karir guru. Dalam jenjang kenaikan pangkat misalnya, disyaratkan minimal 3 - 5 angka kredit yang berasal dari kegiatan pengembangan diri melalui diklat atau sejenisnya harus dimiliki seorang guru (permeneg PAN & RB No.16/2019). Jadi diklat menjadi kebutuhan guru baik untuk pengembangan karir (kenaikan pangkat) maupun untuk peningkatan kemampuan profesionalnya.
Secara ideal, efektifitas diklat sebagai sarana pengembangan kualitas SDM sudah tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, kuantitas personil yang telah mengikuti diklat disuatu lembaga atau organisasi senantiasa dikaitkan dengan kualitas kinerja lembaga maupun organisasi dimaksud. Artinya, semakin besar jumlah personil yang telah mengikuti diklat, maka semakin tinggi pula kualitas kinerja lembaga. Sebaliknya semakin kecil jumlah personil yang mengikuti diklat, maka semakin rendah kualitas kinerja lembaga. Parameter kualitas kinerja umumnya dilihat dari kualitas produk layanan. Bagi institusi pendidikan parameter yang paling mudah adalah hasil belajar atau prestasi belajar siswa. Jika hasil belajar atau prestasi belajar siswa tinggi, pertanda kualitas layanannya tinggi dan ini mengindikasikan kualitas kinerja lembaga juga tinggi. Dari situ, dapat disimpulkan bahwa efektivitas diklat yang diikuti oleh guru tinggi (efektif). Sebaliknya, secara hirarkis analisisnya pun demikian.  
Terlepas dari hasil apapun yang diperoleh setelah diklat, yang jelas kegiatan diklat sudah menjadi kegiatan yang sangat diminati. Pada saat sebelum Covid-19 banyak orang berharap dan berusaha mendapatkan kesempatan mengikuti diklat. Apalagi jika diklat tersebut dilaksanakan diluar daerah, maka tentu akan sangat menarik minat para calon pesertanya. Menariknya bisa macam-macam, bisa karena pengalamannya, materi diklatnya, fasilitasnya, jalan-jalannya (traveling gratis), atau menarik karena ada duitnya he.. he. Entah karena minat yang tinggi, ada saja saat itu peserta diklat yang “nomaden” dari satu diklat ke diklat berikutnya. Bahkan sampai lupa tugas utamanya. Apapun motivasinya tentu harapannya setelah diklat kompetensi meningkat dan kualitas kinerja juga terangkat. 
       Saat ini, saat pandemi covid 19 menerpa dimana aksesibilitas setiap orang terbatas dan webinar menjadi satu-satunya pilihan, apakah kegiatan diklat masih menjadi obyek seksi yang menarik? Jawabannya tentu bisa beragam, tergantung pada driving force-nya (motifnya). Bagi para pediklat yang memiliki motif “materi” tentu diklat online (webinar) menjadi kurang menarik dan tidak seksi lagi karena fasilitas yang diperoleh tidak lagi layaknya diklat konvensional. Tetapi bagi para pediklat dengan motif kuat mengembangkan diri, diklat online justru menjadi peluang dan kesempatan yang sangat berharga.
Bagaimanapun model dan bentuk pelaksanaan diklat  (online maupun offline) yang pasti  setiap diklat memiliki tujuan dan target tertentu setelah diklat. Secara umum tujuan diklat terdiri dari tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendeknya adalah meningkatkan kompetensi peserta diklat sesuai jenis diklat yang diikuti. Tujuan ini biasanya diukur berdasarkan nilai post test, dan rewardnya adalah sertifikat dengan predikat tertentu. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah meningkatkan kualitas kinerja dan produktivitas lembaga atau organisasi. Ukuran keberhasilan tujuan ini tidak dapat amati secara langsung, tetapi umumnya menggunakan parameter tertentu berupa produk layanan sebagai indikatornya. Salah satu contoh produk layanan misalnya adalah hasil belajar atau prestasi belajar siswa. Jika tidak mengalami perubahan, maka berarti tujuan jangka panjang diklat yang telah diikuti tidak tercapai.
Beberapa peneliti baik perorangan maupun kelompok berusaha menunjukkan fakta ilmiah bahwa terdapat pengaruh pelatihan terhadap peningkatan kompetensi peserta diklat dan dampak positifnya terhadap produk layanan. Penelitian Muasshoma (2019), misalnya menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pelatihan dan pengembangan profesionalisme guru terhadap peningkatan kompetensi pedagogik dan profesionalnya. Peningkatan kompetensi tersebut berdampak juga pada peningkatan prestasi belajar siswa. Demikian pula penelitian Muhammad Rakib, Arfina Rombe, Muchtar Yunus  dari Universitas Negeri Makassar menunjukkan bahwa pelatihan dan pengalaman mengajar secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalitas guru.
Fakta-fakta tersebut tidaklah mengejutkan karena secara ideal dan normative sudah diyakini bahwa pelatihan memang berkontribusi terhadap peningkatan kualitas kinerja personil maupun organisasi. Tetapi jika ditemukan faktanya tidak demikian, maka hal ini justru menjadi diskursus yang menarik. Diakui atau tidak, fakta menunjukkan tidak sedikit orang yang telah mengikuti diklat dan bahkan secara berulang-ulang, namun ternyata tidak memberikan konstribusi yang signifikan kecuali sebagai penikmat “fasilitas gratis” saja. Keberhasilan diklat tidaklah bersifat “otomatis”, jika sudah mengikuti diklat maka pasti meningkat kualitas kinerjanya. Hal ini mengindikasikan ada sejumlah faktor yang menentukan keberhasilan dari hanya sekedar ikut diklat. 
Menurut hemat penulis terdapat sedikitnya dua kutub sumber permasalahan efektivitas diklat, yaitu manajemen diklat dan eksistensi peserta diklat. Dari sisi manajemen diklat paling tidak terdapat 3 unsur yang berpengaruh terhadap efektifitas diklat, yaitu manajemen peserta, manajemen kurikulum (materi, metodolog, dll), dan manajemen pasca diklat. Tulisan ini tidak akan banyak mengulas tentang unsur manajemen diklat. Namun satu hal yang dapat dikemukakan disini, ada sejumlah diklat yang dilaksanakan asal jadi (hanya formalitas untuk memenuhi syarat tertentu). Padahal diklat tersebut adalah diklat yang sangat urgen, yang secara ideal tidak mudah bagi pesertanya untuk lulus. Manajemen diklat seperti ini dapat dipastikan tidak akan memberikan hasil optimal dan berpotensi menjadi sumber permasalahan.  

Empat Tipe Peserta Diklat 

Tulisan ini akan lebih focus pada kutub permasalahan yang kedua yaitu peserta diklat. Keberhasilan dan kegagalan diklat tidak lepas dari eksistensi peserta diklat. Sehubungan dengan hal tersebut, peserta diklat dapat dipetakan ke dalam 4 kuadran berdasarkan motif dan komitmen. Motif adalah niat atau dorongan untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini niat atau motif mengikuti diklat. Komitmen bisa berarti janji atau tekad kuat untuk melaksanakan sesuatu secara konsisten. Dalam kaitan dengan diklat, maka komitmen berarti tekad kuat untuk melaksanakan atau mengimplementasikan kompetensi yang telah diperoleh dari diklat ke dalam aktivitas kerja organisasi. Berikut ilustrasi 4 tipe peserta diklat dalam bentuk kuadran kartesian.
Tipe pertama adalah peserta diklat yang berada dikuadran I. Tipe ini adalah tipe yang paling ideal. Karakteristik peserta diklat tipe I adalah memiliki motif yang benar dan komitmen yang tinggi. Benar berarti lurus niat untuk meningkatkan kompetensi diri sesuai tanggungjawab yang diberikan dan bukan karena factor lainnya (misalnya materi, dll). Komitnen yang tinggi merujuk pada kemauan dan kemampuan untuk mengimplementasikan secara optimal konsep, teori, serta pengalaman yang diperoleh ke dalam pekerjaan sesuai tupoksinya. Dengan kekuatan motif dan komitmen yang tinggi, para peserta diklat tipe I akan mampu mengangkat kualitas kinerja organisasi. Semakin banyak peserta diklat tipe I dalam suatu organisasi, maka semakin tinggi kualitas kinerja organisasi. Demikian pula sebaliknya.
Tipe peserta diklat yang kedua adalah tipe peserta diklat yang berada pada kuadran II. Peserta diklat seperti ini, umumnya memiliki niat yang benar, tetapi lemah dalam komitmen. Karakteristik peserta diklat tipe II dapat diidentifikasikan melalui prilaku saat mengikuti diklat. Umumnya peserta tipe II ini memiliki kesungguhan dan disiplin dalam mengikuti diklat. Tetapi sayangnya setelah diklat selesai dan yang bersangkutan kembali ketempat kerja, kemauan dan kemampuan untuk mengimplementasikan konsep, teori, serta pengalaman yang diperoleh ke dalam pekerjaan sangat lemah. Peserta diklat seperti ini kurang mampu menjaga komitmen dirinya mengimplementasikan hasil diklat sesuai pengalaman yang diperoleh. Peserta diklat tipe II biasanya gemar mengikuti diklat, tetapi tidak mamberikan kontribusi apapun terhadap kualitas kinerja dirinya maupun organisasi.
Tipe peserta yang ke tiga adalah peserta diklat yang berada dikuadran III. Seperti yang ditunjukkan oleh diagram, peserta diklat tipe III umumnya lemah dari aspek motif dan komitmen. Ini adalah tipe peserta diklat yang paling buruk. Karakteristik peserta diklat seperti ini biasanya ogah-ogahan mengikuti diklat, sering bolos, dan tidak serius. Mengikuti diklat hanya karena terpaksa, atau hanya karena motif materi. Sulit diharapkan keberhasilan dari peserta diklat tipe III ini. Dengan niat dan komitmen yang lemah tidak banyak yang dapat diharapkan. Semakin banyak tipe seperti ini, maka semakin hancur kinerja organisasi.
Tipe peserta yang ke empat adalah peserta diklat yang berada dikuadran ke IV. Peserta diklat tipe ini memiliki motif yang lemah, tetapi komitmennya tinggi. Dengan motif yang lemah, umumnya peserta diklat tipe ini tidak begitu serius mengikuti diklat. Karakteristik mereka tidak jauh berbeda dengan tipe III dari sisi motif, tetapi jauh lebih baik dari sisi komitmen. Meskipun peserta diklat tipe empat ini tidak serius mengikuti diklat yang berakibat pada tidak optimalnya penguasaan materi diklat, tetapi mereka masih dapat menunjukkan perubahan yang positif pasca diklat. Artinya dengan modal komitmen yang tinggi, peserta diklat tipe IV selalu berusaha mengimplementasikan pengetahuan dan pengalamannya saat diklat ke dalam aktivitas pekerjaannya sehari-hari. Dengan demikian, harapan untuk meningkatkan kualitas kinerja diri dan organisasi masih cukup terbuka, meskipun kurang optimal. Dari aspek efektivitas diklat peserta diklat tipe IV ini lebih baik dari pada peserta diklat tipe II dan III.
Nah, sekarang anda dapat mengidentifikasi apa sebetulnya yang terjadi dibalik banyaknya kegiatan diklat yang dilaksanakan tetapi tidak kunjung memberikan hasil yang maksimal terhadap peningkatan kualitas kinerja individu maupun organisasi. Secara khusus anda dapat menilai apa penyebab tidak signifikannya korelasi jumlah guru yang telah mengikuti diklat dengan peningkatan prestasi belajar siswa di sekolah. Dari sisi efesiensi, anda juga dapat menilai jumlah anggaran yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan diklat dengan dampak yang dihasilkannya. Tulisan ini juga bisa menjadi koreksi atas berbagai upaya peningkatan kualitas kinerja melalui diklat dan sejenisnya dengan berbagai model pendekatan diklat baik online maupun offline.
Namun satu hal yang harus diingat bahwa peserta diklat adalah subyek dan bukan obyek dalam diklat. Peserta diklat ibarat siswa di dalam kelas mereka adalah subyek belajar yang tentu saja keberhasilan mereka tidak terlepas dari kualitas strategi pengelolaan (manajemen) diklat. Jika cara dan strategi pengelolaan diklat sangat baik (tidak hanya formalitas untuk menghabiskan anggaran atau asal sudah memenuhi syarat), maka pencapaian tujuan diklat pun akan baik.   
Kita menyadari, bahwa pendidikan adalah sistem yang kompleks. Didalam sistem pendidikan terdapat unit-unit sistem yang lebih sederhana. Setiap unit sistem saling mempengaruhi, dan setiap unsur dalam unit sistem juga saling mempengaruhi. Oleh karena itu, permasalahan aspek peningkatan kinerja organisasi melalui penyelenggaraan diklat yang berkualitas hanya merupakan salah satu upaya. Dibalik itu, masih banyak aspek lain yang perlu menjadi perhatian, diantaranya adalah aspek implementasi manajemen sekolah dalam mengontrol prilaku guru pasca diklat.

Wassalam    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar