Apa itu praktik pola bikir bisnis?
Kita maknai tulisan ini dari kata pola pikir terlebih dahulu, agar kita dapat mencerna maksud penulis.
Pola pikir adalah sekumpulan keyakinan (prinsip) yang membentuk atau membangun cara berpikir memahami dunia dan diri sendiri (Wikipedia.org).
Konstruksi pola pikir ditentukan oleh keyakinan, nilai-nilai atau prinsip yang dimiliki seseorang. Sehingga apabila keyakinan, nilai dan prinsip yang dianut seseorang berubah, maka otomatis pola pikir orang tersebut berubah. Perubahan pola pikir seseorang akan memengaruhi cara bersikap dan bertindak orang tersebut.
Daru Setya Nugroho menjelaskan pola pikir (mindset) adalah cara pandang terhadap sesuatu melalui indra dan menghasilkan sikap yang terimplementasi dalam perilaku dan menghasilkan 'nasib' (Nugroho DS, 2013).
Sikap sendiri bermakna segala perbuatan dan tindakan berdasarkan pendirian dan keyakinan yang dimiliki. Sikap merupakan pernyataan evaluatif terhadap semua hal dapat berupa objek, orang atau peristiwa. Sikap adalah refleksi perasaan seseorang terhadap sesuatu. Sikap memiliki tiga unsur utama, yaitu kesadaran, perasaan dan perilaku.
Merujuk pada pendapat Nugroho, maka dapat dijelaskan cara kerja pola pikir sebagai berikut: cara pandang atau sudut pandang memberi kesan (citra) terhadap obyek tertentu. Kesan menghasilkan keyakinan, dan keyakinan memengaruhi sikap terhadap obyek.
Perhatikan ilustrasi orang buta memahami gajah. Jika indranya menangkap ekor, maka kesannya akan menyimpulkan gajah itu panjang dan lembut. Kesan ini membentuk sikap terhadap gajah misalnya gajah tidak perlu ditakuti.
Namun, berbeda ketika indranya menangkap bagian kaki, maka kesan yang diperoleh gajah itu besar, kuat, berat. Sehingga sikap dan yang muncul misalnya awas gajah berbahaya, hati-hati terinjak, dan seterusnya.
Perspektif berbeda mengstimulasi dua perilaku berbeda. Dari ilustrasi di atas obyeknya satu yaitu gajah, tetapi perspektif orang yang melihatnya berbeda, maka sikap dan prilaku mereka pun berbeda.
Brdasarkan argumentasi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pola pikir seseorang akan memengaruhi sikapnya terhadap suatu hal. Dengan kata lain, sikap merupakan cerminan pola pikir. Sehingga untuk memperbaiki sikap seseorang, pola pikirnya perlu diubah terlebih dahulu.
Nugroho, Ds mengatakan (2013) pola pikir melahirkan tafsir atas apa yang dilihat dan dialami. Pola pikir manusia bisa diubah, dari pola pikir yang negatif ke positif, pecundang ke pemenang, pekerja menjadi wirausaha. Sekedar praktik ke praktik yang terkontrol.
Sementara bisnis secara harfiah dapat dimaknai sebagai aktivitas atau pekerjaan yang menghasilkan keuntungan. Keuntungan disini memiliki makna universal. Keuntungan dapat berupa materi dan non materi. Keuntungan materi seperti finansial, barang, atau aset. Sedangkan keuntungan non materi seperti sikap penuh perhitungan, perilaku tertib dan displin, mampu melihat peluang atau semua sikap positif yang mungkin diperoleh.
Jadi, pola pikir bisnis artinya pola pikir yang memandang setiap aktivitas (kegiatan) dari sisi bisnis. Pola pikir bisnis menjiwai setiap aktivitas yang dilakukan agar dapat menghasilkan keuntungan. Dengan pola pikir bisnis, setiap orang akan peka terhadap kesempatan dan mempertimbangkan antara untung dan rugi dari bisnis yang akan dimulai (cimbniaga.co.id).
Dengan demikian, praktik pola pikir bisnis yang dimaksud oleh penulis adalah pembelajaran praktik kejuruan yang dilaksanakan dengan menggunakan pola pikir bisnis. Praktik yang seperti apa? yaitu pembelajaran praktik yang dilaksanakan dengan penuh perhitungan (kalkulasi) terkait keuntungan dan kerugian dari sebuah tindakan atau proses kerja yang memungkinkan terpenuhinya prinsip efektif, efisien, dan ekonomis.
Oleh sebab itu, pada prinsipnya pelaksanaan praktik dengan pola pikir bisnis bertujuan agar setiap kegiatan praktik dilakukan dengan akurasi tinggi, presisi, tepat, cepat, dan terukur sehingga memberikan peluang lebih besar terhadap tercapainya kompetensi siswa yang tinggi baik hardskills maupun softskills.
Mengapa praktik dengan pola pikir bisnis penting?
Ada banyak alasan, mengapa praktik dengan pola pikir bisnis penting dan perlu dilakukan oleh guru kejuruan.
Pertama: praktik pola pikir bisnis penting untuk membentuk sikap siswa dalam bekerja. Seperti diketahui sikap dalam bekerja menjadi salah satu masalah yang sering dihadapi siswa saat melaksanakan praktek kerja di industri. Oleh sebab itu, salah tugas penting guru kejuruan adalah membentuk sikap atau softskills siswa SMK agar mereka siap menghadapi budaya kerja yang berlaku di dunia industri, dunia usaha atau dunia kerja.
Dalam praktiknya pembelajaran kejuruan seringkali gagal mengasuh perilaku siswa dalam bekerja. Softskills yang diharapkan tumbuh dan terbentuk pada diri siswa, kenyataannya gagal diwujudkan. Kalaupun ada siswa yang kemudian dapat menunjukkan prilaku baik di industri, itu lebih banyak dipengaruhi oleh karakter individu, bukan karena pengaruh atau hasil dari proses pembelajaran sebagai sarana menghabituasi softskills.
Indikator kegagalan itu sangat mudah di identifikasi baik saat berpraktik di sekolah maupun saat berpraktik di industri. Dalam kegiatan praktik di sekolah misalnya, dengan mudah disaksikan siswa tidak tertib bekerja, abai terhadap keamanan kerja (K3), tidak menjaga lingkungan kerja, atau lalai menjaga alat dan bahan yang digunakan.
Tidak jauh berbeda dengan praktik di sekolah, di industri pun sikap siswa sulit terjaga. Misalnya ada siswa praktik yang pulang tanpa pemberitahuan. Berkelahi di lingkungan kerja. Tidak dapat menyesuaikan diri dengan cara kerja industri, bolos kerja dan berperilaku tidak hormat kepada karyawan lain.
Hampir tidak dapat disangkal, sikap negatif siswa di industri merupakan cerminan sikap siswa di sekolah, terutama dalam pembelajaran praktik. Fakta ini sekaligus mengkonfirmasi gagalnya proses habituasi softskils yang dilakukan melalui kegiatan praktik kejuruan.
Dalam sebuah kesempatan supervisi prakerin ke industri di Makassar, penulis mendapat masukan dari seorang pendamping, beliau mengatakan "Kelemahan siswa praktik kita itu pak yang paling dominan, tidak disiplin". Kebetulan juga pendampingnya mengaku pernah menjadi guru kejuruan.
"Seperti apa itu bentuk tidak disiplinnya pak" tanya penulis.
"Yang sering itu pak, terlambat, bolos kerja dan tidak menggunakan pakaian praktik, jika ditanya alasannya macam-macam jawabannya" kata pendamping itu.
Sambil tersenyum sang pendamping menjelaskan kalau kondisi seperti itu tidak hanya terjadi pada siswa penulis. Siswa dari kota Makassar pun sering kali seperti itu. Penulis bahkan disarankan untuk menyampaikan pada forum Nasional mengenai hal tersebut karena dipandang sebagai masalah serius.
Mengapa pembentukan softskills relatif digagal dilakukan? Menurut hemat penulis karena cara guru melaksanakan pembelajaran kejuruan belum optimal. Guru hanya fokus pada penguatan keterampilan, tetapi abai terhadap pembentukan sikap. Lalu apa yang harus dilakukan? Pada kondisi ini guru perlu mengubah pola pikirnya ke pola pikir bisnis. Dengan pola pikir bisnis, cara guru mengelola pembelajaran praktik akan berubah dari kurang perhitungan ke sikap yang penuh dengan perhitungan karena setiap tindakan diyakini berkonsekuensi pada untung rugi. Pertimbangan untung rugi mendorong guru berpikir lebih hati-hati, lebih cermat, presisi, terukur, dan ekonomis. Pendek kata, dengan pola pikir bisnis guru mempertimbangkan banyak hal yang berpotensi menimbulkan kerugian lebih awal sebelum melakukan tindakan.
Contoh implementasi sederhana dari pola pikir bisnis dalam praktik, misalnya sebelum bekerja guru memastikan siswa sudah menggunakan APD dan menjalankan K3 dengan baik. Ini bertujuan mencegah terjadinya kecelakaan yang dapat berkonsekuensi timbulnya kerugian materi maupun jiwa. Dengan pola pikir bisnis, sekecil apapun kerugian akan diperhitungkan. Oleh sebab itu, penggunaan APD dan prosedur K3 selalu digunakan untuk mengantisipasi kerugian. Kedisiplinan menjalankan proses K3 akan membuat siswa terbiasa bekerja secara aman. Terbiasa bekerja sesuai dengan prosedur standar. Serta terbiasa bekerja dengan disiplin dan taat pada aturan.
Berbeda dengan guru yang melakukan praktik tanpa pola pikir bisnis, penggunaan APD dan K3 selalu abai dilakukan. Kegiatan praktik hanya menyentuh keterampilan teknis atau hardskills saja. Sementara sikap siswa relatif tidak tersentuh. Dampaknya, sikap siswa dalam bekerja sulit terbentuk. Siswa justru terbiasa bekerja asal jadi. Tidak ada orientasi mutu terhadap pekerjaan. Proses dan hasil kerja relatif rendah. Ini karena untung rugi tidak menjadi pertimbangan dalam bekerja. Kalau ada alat yang rusak itu sudah dipandang lumrah. Pun kerugian itu disebabkan oleh kelalaian pemakaian.
Padahal sebagaimana diuraikan oleh Zulhafiz yang dikutif dari artikel dengan judul: penerapan program K3 di Kompasiana.com menjelaskan bahwa tujuan K3 adalah:
- Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja
- Menghindari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atas kondisi kerja
- Memberikan rasa aman bagi tenaga kerja dan supaya terlindungi dalam bekerja
Lebih jauh Zulhafiz menjelaskan prinsip dasar ilmu K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah, karena semua kecelakaan pasti ada sebabnya. Oleh sebab itu, jika penyebabnya dihilangkan, maka kemungkinan kecelakaan dapat dihindari. Hal ini jelas selaras dengan pola pikir bisnis karena mencegah kecelakaan berarti mencegah kerugian.
Kedua: praktik dengan pola pikir bisnis penting karena dapat memungkinkan terpenuhinya keterampilan siswa (hardskills) bermutu tinggi sesuai bidang keahlian atau jurusannya. Hal ini terjadi karena dengan pola pikir bisnis guru akan selalu memastikan bahwa semua prosedur kerja berjalan dengan sempurna. Guru yang berpikir bisnis selalu memperhitungkan potensi kerugian akibat proses kerja yang tidak baku. Sehingga seluruh proses kerja dibawah kendali mutu. Hasilnya, keterampilan siswa dalam bekerja meningkat.
Bandingkan dengan cara kerja guru tanpa pola pikir bisnis. Berpraktik hanya sekedar memperagakan hal-hal sederhana. Perhatian terhadap mutu kerja dan mutu produk sangat kecil. Akibatnya, praktik asal sudah turun lapangan, atau asal sudah melakukan praktik. Tidak ada panduan kerja yang jelas. Hal ini jelas berakibat pada rendahnya keterampilan siswa karena siswa kehilangan kesempatan menunjukkan cara kerja terbaiknya.
Ketiga, praktik dengan pola pikir bisnis penting karena dapat menghemat penggunaan alat dan bahan praktik. Guru dengan pola pikir bisnis akan selalu berusaha membuat kalkulasi yang cermat, termasuk dalam menggunakan alat dan bahan. Bagi guru dengan pola pikir bisnis, alat dan bahan praktik merupakan komponen usaha yang harus diperhitungkan sebagai modal, kendatipun itu bersumber dari sekolah dan gratis digunakan.
Oleh sebab itu, apabila pola pikir bisnis diterapkan dalam melakukan kegiatan praktik, maka dengan sendirinya alat dan bahan praktik akan terjaga. Alat dijaga agar tidak rusak, karena jika rusak pasti merugikan bisnis. Demikian juga dengan bahan praktik akan selalu digunakan secara ekonomis sesuai kebutuhan. Otomatis siswa akan terhindar dari prilaku boros. Pencacatan penggunaan alat akan diperhatikan, dan sisa bahan akan selalu dilaporkan dan dijaga penyimpanannya.
Bandingkan dengan guru tanpa pola pikir bisnis, penggunaan alat dan bahan seringkali tanpa perhitungan. Alat-alat asal digunakan. Cara penggunaan pun sering tidak sesuai prosedur. Akibatnya alat cepat rusak dan tidak dapat digunakan lagi. Bukan hanya itu, penyimpanan alat pun seringkali tidak aman dan berantakan. Penggunaan bahan praktik tidak efisien. Kadang-kadang boros, tetapi kadang-kadang pula rusak tanpa digunakan.
Masih terdapat beberapa dampak positif dari pola pikir bisnis dalam melaksanakan pembelajaran praktik kejuruan. Namun, setidaknya tiga hal di atas dapat menjelaskan perlunya pola pikir bisnis dalam pembelajaran kejuruan.
Uji Kompetensi oleh Mitra Industri
Adakah strategi yang tepat untuk mengimplementasikan praktik dengan pola pikir bisnis?
Ada, yaitu Tefa. Tefa adalah pembelajaran yang menerapkan prosedur kerja industri di sekolah yang selaras dengan praktik pola pikir bisnis. Industri adalah entitas bisnis yang notabene berpikir dengan pola pikir bisnis. Sehingga menjalankan Tefa, ekuivalen dengan menerapkan praktik dengan pola pikir bisnis.
Dengan pembelajaran Tefa, guru menuntun siswa dengan panduan berupa jobsheet. Jobsheet menjadi instrumen pendukung yang dapat memastikan keterlibatan siswa dalam suatu proses industri yang berbasis produk. Jobsheet menjadi pengikat antara kepentingan bisnis disatu sisi dengan penguatan kompetensi siswa disisi lainnya.
Tidak jarang terjadi, kegiatan praktik yang menghasilkan produk dengan nilai ekonomis, tetapi minim keterlibatan siswa sebagai subyek utama pembelajaran. Kalaupun ada keterlibatan hanya sekedar praktik yang tidak substantif karena mempraktikkan hal-hal yang relatif sederhana dengan ukuran yang tidak jelas.
Agar kegiatan praktik secara utuh membentuk keterampilan dan sikap dalam bekerja melalui kegiatan praktik berbasis produk, maka jobsheet adalah jembatan penghubungnya. Jobsheet akan memastikan bahwa cara kerja siswa sudah sesuai standar kerja yang telah ditetapkan. Jobsheet juga memastikan bahwa cara kerja siswa terukur dengan indikator yang sesuai. Dan yang lebih penting jobsheet memastikan berjalannya pola pikir bisnis dalam kegiatan praktik.
Berikut ini adalah sebuah cuplikan narasi soal Tefa yang tulis oleh PSMK:
Di dalam kegiatan pembelajaran, sekolah akan disibukkan dengan kegiatan peserta didik yang melakukan kegiatan proses produksi baik membuat barang dan atau melakukan layanan jasa terhadap masyarakat yang merupakan prinsip dasar pembelajaran model TeFa. Dari sana, maka ekosistem sekolah akan berkembang semakin besar seiring dengan banyaknya entitas yang beraktivitas dan berinteraksi dan pada akhirnya terjadi EVOLUSI perubahan fungsi dari sekedar institusi pendidikan menjadi institusi yang juga menangani layanan masyarakat khususnya dengan kaitan pemanfaatan produk TeFa.
Jadi, pemerintah melalui dirjend PSMK ingin SMK tidak hanya sekedar menjadi institusi pendidikan tetapi juga institusi yang menangani layanan masyarakat dengan menyediakan produk bermutu tinggi. Dengan demikian praktik dengan pola pikir bisnis mau tidak mau harus menjadi gerakan bersama untuk mewujudkan SMK hebat, SMK bisa. Hanya saja perlu pula ditunjang oleh regulasi yang sepadan.
Kesimpulan, praktik dengan pola pikir bisnis jauh lebih baik dari kebiasaan berpraktik tanpa pola pikir bisnis. Kompetensi hardskill dan softskill hanya dapat diwujudkan dengan menerapkan pola pikir bisnis. Dengan praktik pola pikir bisnis, penggunaan alat dan bahan lebih hemat dan produktif. Untuk menjalankan praktik dengan pola pikir bisnis, gunakan model pembelajaran Tefa.
Wassalam
Oleh: Muliadi
Galang, 25 Maret 2023