Belajar sekarang serba mudah. Belajar apa saja. Setidaknya itu menurut saya. Tentu pelajaran yang baik dan bermanfaat, baik untuk diri sendiri atau orang lain. Belajar tidak perlu menghapal. Bahkan boleh dikata, kita sedikit menghemat kerja otak. Betapa tidak, kalau kita lupa misalnya, tinggal ketik saja kata kuncinya, maka informasi yang kita butuhkan langsung terbuka.
Saya membayangkan otak kita itu seperti ada cadangannya. Misalnya ketika saya mau membuat format halaman di word. Ceritanya saya mau membuat halaman berbeda antara satu bagian dengan bagian lainnya. Bagian dokumen yang lain saya ingin beri nomor romawi. Sementara halaman lainnya, saya mau beri halaman dengan angka biasa (angka latin).
Awalnya saya tidak tahu caranya. Sempat bingung juga, tetapi tidak lama sebab saya tahu bahwa ada cara cepat untuk mengetahuinya. Saya tinggal mengetikkan kata kunci "membuat penomoran berbeda pada halaman berbeda" pada halaman pencarian google. Tidak butuh waktu lama, angsung dapat petunjuk. Tidak perlu saya membaca semuanya. Cukup beberapa bagian saja, yang penting informasinya dapat. Hasilnya, penomoran halaman langsung jadi.
Suatu ketika saya penasaran apakah bahasa pemrograman python memiliki framework yang dapat digunakan untuk membuat aplikasi berbasis GUI atau Graphical User Interface. Untuk memenuhi rasa penasaran , saya tidak perlu pusing bertanya kepada orang lain atau mencari buku yang membahas tentang python. Saya cukup menuliskan kata kunci lagi, yaitu "framework python". Hanya sepersekian detik, informasinya langsung tersedia dan menjawab rasa penasaran saya. Melalui mesin pencarian google juga saya ketahui kalau GUI itu adalah sistem antarmuka yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer melalui tampilan grafis.
Pokoknya sekarang serba mudah. Serba praktis pragmatis. Dunia benar-benar banjir informasi. Sekarang tinggal dari kita saja mau belajar atau tidak. Mau memanfaatkan peluang atau tidak. Siapapun bisa belajar dan memanfaatkan berbagai media yang tersedia untuk belajar dan mengembangkan diri. Tidak terkecuali siswa di sekolah. Belajar tidak perlu menghapal. Hemat saja otak kita. Simpan saja hal-hal yang rumit di media yang tersedia. Panggil lagi ketika kita perlu. Belajar bisa lebih fleksibel dan dapat disesuaikan dengan gaya belajar kita masing-masing.
Belajar tidak cukup hanya ingin mengetahui (learning to know). Tetapi belajar bisa lebih dari itu, yaitu belajar dengan cara melakukan (learning to do). Belajar memecahkan masalah nyata yang ada disekitar kita atau masalah kita sendiri itu akan lebih bermakna. Belajar juga semestinya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri. Sesuaikan dengan bakat, minat, dan kebutuhan kita (learning to be).
Ditengah booming informasi, belajar semestinya lebih produktif karena kita dapat langsung fokus pada produk. Produknya bisa berupa software atau hardware. Bisa juga berupa ide atau gagasan baru. Pokoknya kalau belajarnya cara begini, guru tidak perlu banyak ceramah, tetapi bisa langsung praktik atau berlatih menyelesaikan problem solving. Sehingga kemampuan analisis, berpikir kritis, dan memecahkan masalah semakin terlatih.
Menurut hemat saya, jika di sekolah itu siswanya berpikiran maju dan mau menjadi yang terbaik. Tidak perlu menunggu guru untuk belajar. Cukup dengan mengetahui materi apa yang akan dipelajari atau mengetahui KD-KDnya saja, siswa bisa langsung tancap gas mempelajarinya lebih awal. Sehingga ketika sampai di sekolah atau di kelas, guru dan siswa tinggal berdiskusi atau mengelaborasikan materi yang ada. Dengan cara tersebut guru tidak perlu lagi berceramah panjang lebar, atau menjelaskan dari A sampai Z. Kalau bisa guru tinggal test saja. Testnya pun bisa lebih kreatif, bukan hanya test tertulis, tetapi juga unjuk kerja atau projek.
Saya ingat pada waktu saya sekolah dulu. Pada saat itu jelas internet belum ada, apalagi HP android. Satu-satunya sumber belajar bagi siswa, kalau bukan guru, ya buku. Buku pun terbatas. Perpustakaan umumnya cukup luas. Luas bukan karena ukurannya yang panjang atau lebar, tetapi luas karena bukunya cuma sedikit dan pengunjungnya dapat dihitung dengan jari..he....he. Sama dengan laboratorium sekolahlah kira-kira, kalau tidak dibuat gudang biasanya di buat kelas.
Namun ditengah keterbatasan informasi saat itu, semangat kompetisi di kalangan siswa cukup tinggi. Mereka bukan hanya ingin "mengalahkan" sesama siswa. Tetapi kadang-kadang juga iseng ingin "mengalahkan" guru. Semangat kompetisi inilah yang membuat siswa saat itu berusaha mengetahui lebih dulu dari siswa lainnya atau bahkan mengetahui lebih awal dari gurunya. Saya ingat, suatu ketika saya belajar matematika di kelas, saya melihat bahwa guru yang mengajar saya saat itu begitu pandai dalam matematika. Guru tersebut memiliki buku pegangan yang selalu digunakannya dalam mengajar. Entah kenapa, tiba-tiba saja muncul ide dalam kepala saya ingin "mengalahkan" guru itu.
Maka ketika waktu istrahat, saya memeriksa buku yang digunakannya. Bagitu saya tahu bukunya, saya cari kunci jawaban dari soal-soal yang ada dalam buku tersebut. Entah kebetulan atau saya memang lagi beruntung, saya menemukan kunci jawaban buku tersebut di toko buku. Saya belilah bukunya. Singkat cerita, ketika guru mulai menjelaskan tentang contoh penyelesaian dari soal-soal dalam buku, saya langsung menjawab dan bahkan sedikit memberikan koreksi. Karena bermaksud ingin sedikit "mengerjai guru", saya mengajukan pertanyaan dalam bentuk soal yang saya ambil dari kunci jawaban dari buku yang saya beli. Mungkin karena tidak siap dengan pertanyaan saya, guru tersebut sempat bingung dan mengembalikan pertanyaan kepada saya.
Awalnya saya pura-pura pusing juga, tetapi karena tidak ada yang menjawab, maka saya mencoba mengerjakannya di depan. Tentu saja saya tidak kesulitan mengerjakannya, karena saya telah mempelajarinya lebih dahulu di rumah, dan bahkan menghapalnya. Akhirnya guru mengapresiasi pekerjaan saya. Nah, dari sini kita dapat mengambil pelajaran, jika dalam kondisi keterbatasan saja, siswa masih bisa menguasai materi lebih dulu dari gurunya, lalu mengapa tidak dizaman yang serbah mudah menemukan ini. Kemadirian dalam belajar memang diperlukan.